TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Istri Dokter TNI di Bali Bukti Marginal Minim Dapat Keadilan

Berapa banyak Ibu Persit yang sulit mengakses keadilan?

(tengah) Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, I Gusti Ayu Bintang Darmawati (IDN Times/Ayu Afria)

Badung, IDN Times – Kisah AP, seorang ibu Persit atau Persatuan Istri Prajurit menarik perhatian publik belum lama ini. Karena upayanya mencari keadilan atas tindakan yang dilakukan oleh suaminya dokter TNI di Bali, Lettu CKM HMA, berujung permasalahan hukum. Ia ditetapkan menjadi tersangka kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) oleh Kepolisian Resor Kota (Polresta) Denpasar atas laporan BA, terduga perempuan yang tengah dekat dengan Lettu CKM HMA.

Baca Juga: 3 Rekaman Audio Perselingkuhan Dokter TNI di Bali Tak Diakui

Baca Juga: Kronologi Kasus Viral Perselingkuhan Dokter TNI di Bali

Penangkapan AP oleh Satuan Reserse Kriminal Polresta Denapasar (Dok.IDN Times/screenshoot)

Selain mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), AP juga jarang dinafkahi dan menjadi korban perselingkuhan. Pun anak pertamanya mendapatkan dampak psikologis karena menyaksikan langsung KDRT yang diterima ibunya saat itu. Nah, bagaimana kemudian kasus semacam ini dapat difasilitasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia? Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, menyampaikan apa yang kementeriannya lakukan terhadap AP atas dasar rasa kemanusiasn. Mengingat AP merupakan Ibu Persit yang telah dinaungi oleh instansi yang memiliki sistem peradilan tersendiri.

“Kalau bicara kasus kemarin itu, kami dari kementerian melihatnya dari sisi kemanusiaan. Kenapa pada waktu itu kami hadir langsung, ya tanpa kami melakukan komunikasi, koordinasi karena kalau kita berbicara masalah angkatan. Apalagi di TNI mereka kan punya pengadilan sendiri,” jelasnya di Puspem Badung, pada Sabtu (20/4/2024).

1. Kementerian PPPA akui kasus AP sangat miris

Penangkapan AP oleh Satuan Reserse Kriminal Polresta Denapasar (Dok.IDN Times/screenshoot)

Bintang mengakui kasus yang dialami AP sangat miris. Sebagai perempuan yang masih menyusui dan memiliki balita harus ditahan saat mencari keadilan atas tindakan suaminya.

“Mudah-mudahan dengan kasus kemarin. Kalau saya hanya melihat dari sisi kemanusiaan bagaimana seorang ibu dengan bayi 1,5 tahun langsung ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian ditangkap dan ditahan, itu prosesnya. Itu sangat miris, seorang perempuan yang masih menyusui, demikian juga harus meninggalkan anaknya yang masih usia balita,” jelasnya.

2. Penanganan kasus semacam AP harus buka pintu dulu

Penangkapan AP oleh Satuan Reserse Kriminal Polresta Denapasar (Dok.IDN Times/screenshoot)

Selain karena pertimbangan rasa kemanusiaan, Bintang mengakui telah berkoordinasi dengan institusi terkait atas kasus AP. Ia berharap akan mendapatkan solusi terbaik, dan kasus AP dapat menjadi pembelajaran untuk kepentingan terbaik bagi kelompok marginal, yakni perempuan dan anak, serta disabilitas.

“Kalau kasus yang kemarin masuk ke institusi. Nah ini kami harus buka pintu dulu. Tidak boleh nyelonong-nyelonong," katanya.

Berita Terkini Lainnya