TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Perilaku Buruk Namun Sering Dinormalisasi Masyarakat

Perbedaan bukan jadi alasan kita untuk saling merendahkan

ilustrasi dua orang tertawa (unsplash.com/thougt catalog)

Gak bisa dimungkiri, lingkungan masyarakat berpengaruh besar terhadap individu dan sekelompok orang untuk berkembang. Begitu pula sebaliknya, sikap individu bisa memengaruhi sikap masyarakat. Misalnya, rasa semangat yang mendorong pada toleransi dan kebaikan.

Masalahnya selain hal-hal yang baik, ada beberapa kebiasaan yang sebenarnya buruk namun sering dinormalisasi oleh masyarakat. Hal tersebut seolah menjadi sesuatu yang lumrah dan sah-sah saja. Padahal sesuatu yang buruk seharusnya dihentikan, biarpun dilakukan oleh kebanyakan orang.

Lantas apa saja perilaku buruk namun sering dinormalisasi oleh masyarakat? Baca daftarnya sampai akhir.

Baca Juga: 6 Kebutuhan Manusia yang Berdampak pada Setiap Keputusan

Baca Juga: 5 Aturan yang dijaga Saat Berselisih Paham dengan Tetangga!

1. Kecenderungan atau obsesi tinggi untuk mengubah orang lain

ilustrasi mengakui kesalahan (pexels.com/ketut subiyanto)

Dalam hubungan bersosial, entah dengan teman, keluarga, atau relasi kerja, tentunya kita akan banyak melakukan interaksi. Dalam interaksi tersebut, rasanya tidak mungkin jika setiap orang sama. Maksudnya, setiap individu dalam perkumpulan tersebut memiliki perbedaan pemikiran, sudut pandang, hingga kepribadian yang berbeda. Lalu yang seharusnya terjadi dari perbedaan itu adalah bisa saling toleransi dan belajar.

Namun perbedaan ini terkadang meruncing karena terlalu bertolak belakang. Tidak jarang ketika satu individu berbeda, ada semacam obsesi dari individu lain atau lingkungan untuk mengubah mereka menjadi sesuatu yang dianggap normal. Misalnya hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian atau personality. Seseorang yang pemalu atau malah sebaliknya terlalu aktif, dituntut untuk berubah agar sama dengan lainnya.

Padahal setiap orang berhak menjadi diri sendiri, asalkan hal tersebut tidak melanggar norma dan hukum yang berlaku di tempat tersebut. Sebaliknya, mengubah orang lain merupakan bentuk keegoisan yang justru bisa bikin mereka tidak bahagia. Kecuali jika mereka ingin berubah dan membutuhkan bantuan, tentu akan lebih baik jika kita mau terlibat.

2. Kebiasaan nge-judge atau tidak menghargai perbedaan

ilustrasi sifat menghakimi (pexels.com/rodnae productions)

Seperti yang telah dibahas sebelumya, ada beberapa hal yang kurang tepat namun sering dinormalisasi oleh society. Yaitu kebiasaan nge-judge atau tidak menghargai perbedaan. Hal ini sering terjadi karena mereka sering menggunakan frame diri sendiri untuk melihat orang lain, yang tidak sesuai dengan hal-hal seperti biasanya.

Misalnya gaya berpakaian nyentrik yang sering dipandang aneh, atau seseorang bergaya tomboi yang mendapat diskriminasi, dan sebagainya. Padahal seperti yang telah disebut sebelumnya, setiap orang memiliki versi masing-masing dalam menjalani hidup mereka. Asalkan tidak menyalahi batas dan aturan, perbedaan sebenarnya wajar. Terlebih, setiap orang terlepas dari latar belakangnya, memiliki hak yang sama untuk dihormati dan dihargai.

Sebaliknya ketika kita tidak bisa menghargai perbedaan tersebut, ini bisa merapuhkan jiwa orang lain atau bahkan menimbulkan kemarahan. Solusinya, selain hanya fokus pada sesuatu yang negatif, ada baiknya jika kita melihat pada hal yang positif juga. Toh, kenyataannya diri sendiri juga memiliki banyak kekurangan yang perlu dikoreksi, kan?

3. Anggapan bahwa merendahkan orang lain yang keadaannya kurang beruntung adalah hal wajar

ilustrasi wanita berbisik (unsplash.com/vitolda klein)

Perilaku buruk namun sering dinormalisasi oleh masyarakat selanjutnya yaitu merendahkan keadaan seseorang yang kurang beruntung. Ini bisa berkaitan dengan kesuksesan, single shaming, atau bahkan ekspektasi mengenai standar kecantikan. Hal ini kemudian memicu pemahaman bahwa seseorang yang tidak memenuhi standar, berhak untuk direndahkan.

Meskipun tampaknya sepele, merendahkan orang lain dalam bentuk apa pun termasuk tindakan perundungan yang berpengaruh pada fisik dan mental. Bahayanya, hal tersebut mendorong mereka mencari sesuatu yang tidak mereka inginkan, hanya demi menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial. Pada akhirnya, hal tersebut menghilangkan rasa nyaman dan kepercayaan diri.

Padahal standar kesuksesan misalnya, tidak selalu sama antara satu individu dengan yang lainnya. Maksudnya, setiap orang memiliki versi tersendiri tentang sukses. Entah mungkin ketika ia nyaman melakukan hal yang disukai, hidup tenang, dan hal-hal lainnya. Maka dari itu, akan lebih baik jika kita saling menghargai, tanpa harus membandingkan dan merendahkan satu sama lain.

4. Menanyakan sesuatu yang terlalu personal atau privasi

ilustrasi pria pasrah (unsplash.com/shane)

Seperti kita diketahui, privasi merupakan hak yang dimiliki oleh setiap orang. Adanya privasi nantinya akan membantu seseorang menetapkan batasan akan tempat, akses tubuh, komunikasi, informasi, atau hal-hal terkait lainnya. Secara tidak langsung, privasi memberikan ruang bagi kita untuk menjadi diri sendiri tanpa penilaian, atau menjadi kendali akan siapa yang tahu tentang diri kita.

Sayangnya di masyarakat, masih banyak hal-hal buruk yang berkaitan dengan privasi yang sering dinormalisasi. Terutama menanyakan hal-hal yang terlalu personal. Semisal, menanyakan sesuatu seperti "kapan menikah", "kapan punya anak", atau hal-hal terkait dengan pekerjaan, dan sebagainya. Meskipun sering diwajarkan, pertanyaan tersebut sebenarnya kurang etis, kecuali jika seseorang tersebut memang ingin bercerita.

Selain tidak etis, pertanyaan tentang status atau hal-hal yang terlalu personal akan menyinggung perasaan orang lain. Kesannya memang basa basi, tetapi tanpa disadari pertanyaan tersebut sangat sensitif. Jadi kalau kamu yang mengalami hal tersebut, solusinya tetap sabar dan respons dengan cara yang bijak saja. Seperti dengan memberikan senyuman, atau menanyakan alasan mengapa ia bertanya.

Verified Writer

Aprilia Nurul Aini

Let's share positive energy

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya