Mengenal Hiburan dan Permainan Masa Lalu di Desa Trunyan
Desa Trunyan terkenal sebagai desa unik di Bali dengan nama Taru Menyan, yakni wangi bak menyan. Kamu perlu menyelami lebih dalam tentang peradaban desa di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli ini.
Selain menilik tentang tata ruang, rumah penduduk, sistem beradat, dan upacara, ada hal menarik lainnya di Desa Trunyan. Seperti cara masyarakat Desa Trunyan tempo dulu menghibur dirinya sendiri setelah menyelesaikan aktivitas pertanian.
Kali ini, pembahasan mengenai hiburan dan permainan masyarakat di Trunyan mengacu pada sumber penelitian antropologi James Dananjaya, dalam sebuah buku setebal 706 halaman berjudul Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali. Penasaran? Yuk baca selengkapnya di bawah ini.
1. Menghibur diri dengan seni tari dan drama
Orang Trunyan menghibur diri dengan pertunjukan seni tari dan drama. Seni drama dan tari di Desa Trunyan tergolong dalam dua sifat, yaitu sekuler dan sakral. Bersifat sekuler artinya kesenian yang khusus untuk hiburan dan tontonan penduduk di Trunyan. Sedangkan sakral artinya tarian yang khusus untuk menghibur para dewa maupun roh orang Trunyan yang telah meninggal.
Tahun 1960-an adalah masa ketika beberapa orang Trunyan telah memiliki radio. Radio ini sebagai sarana hiburan untuk mendengarkan alunan lagu atau opera (drama gong). Namun lagu dan opera tersebut hanya sebatas untuk orang yang berasal dari Bali saja.
Contoh tarian untuk hiburan yang bersifat sekuler yaitu Joged Bumbung dan Joged Gandrung. Sementara pertunjukan teater di Trunyan yang bersifat sekuler yaitu arja.
2. Permainan tradisional terbagi menjadi dua tipe
Permainan tradisional juga diminati orang Trunyan yang terbagi dalam dua jenis. Kategori permainan di Trunyan ada dua, yakni permainan untuk bermain (play) dan permainan untuk bertanding (game).
Perbedaan keduanya adalah bermain yang sifatnya untuk mengisi waktu luang (pastimes) atau hiburan. Sedangkan bertanding memiliki lima unsur khas seperti terorganisir, kompetitif, dimainkan paling sedikit dua pemain, penentuan menang kalah, dan memiliki aturan yang telah disepakati antarpeserta.
Contoh permainan tradisional untuk bermain di Trunyan di antaranya main biduk di danau, layang-layang dengan panjang benang sekitar 4 meter, mebombong (mengadu) anak ayam jantan, maluan (mengadu) jangkrik, main cakra (panah-panahan), dan permainan sambil nyanyi.
Sementara, permainan bertanding di Trunyan yaitu tembing dengan media uang kepeng, macingklak (permainan mirip bola bekel), bola sepak, tajen-tajenan, mapadu keliki (mengadu kekuatan biji tanaman), pinceran (pertandingan gasing), dan lainnya.
3. Perbedaan partisipasi perempuan dan laki-laki dalam pertunjukan serta permainan
Dananjaya juga menuliskan soal partisipasi yang berbeda antara perempuan dan laki-laki dalam permainan. Partisipasi ini berdasarkan jenis kelamin, bahwa para perempuan Trunyan yang telah menikah hanya menjadi penonton dalam teater dan tidak berpartisipasi dalam bentuk pemainan apa pun.
Alasannya, pada masa lalu ada kepercayaan bahwa perempuan yang sebel (datang bulan) akan membawa sial bagi para pemain jika berdekatan. Sehingga perempuan akan cenderung menonton dari jarak jauh. Sedangkan para pria bebas memainkan apa pun terutama tajen.