Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

10 Bahasa Bali Tentang Layang-Layang, Penghobi Wajib Tahu

Bagian tapel layangan yang sangat indah. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Kamu akan melihat banyak penghobi layang-layang atau rare angon menaikkan layangannya pada Juli. Layang-layang ini menghiasi langit di Bali sepanjang hari. Artikel ini akan mengajak kamu untuk belajar Bahasa Bali tentang layang-layang. Kata-katanya mudah dihafal, lho.

1. Mekorot

Seseorang sedang mengadu layangan (makorot). (YouTube.com/TRADISI RAKYAT BALI)

Mekorot memiliki arti aktivitas beradu tali layangan. Masing-masing pelayang berusaha memutus tali layangan pelayang lainnya dengan berbagai teknik. Saat mekorot, pelayang biasanya menggunakan tali khusus yang sering disebut dengan tali gelasan. Mekorot juga sering disebut dengan mebandung.

2. Ulung

Layangan janggan buntut berbenturan di udara, kemudian jatuh di pepohonan. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Ulung memiliki arti jatuh dalam Bahasa Bali. Layangan jatuh karena berbagai hal seperti angin yang kurang, teknik yang salah saat menaikkan layangan, layangan kurang bagus, dan lainnya. Selain ulung, dikenal juga Bahasa Bali lainnya yaitu ngacok. Ngacok itu, saat layangan jatuh dengan bagian kepala yang terlebih dahulu menyentuh tanah.

3. Nunjuk layangan

Proses nunjuk layang-layang. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Nunjuk layangan memiliki arti menaikkan layangan. Untuk layangan dengan ukuran besar, nunjuk dilakukan lebih dari satu orang. Hal ini agar layangan bisa naik dengan sempurna saat ditarik.

4. Ngedeng

Sekeha layangan sedang menaikkan layangan. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Ngedeng artinya menarik layangan. Saat nunjuk layangan, layangan harus ditarik (ngedeng layangan) agar mendapatkan angin dan bisa mengudara. Ngedeng lawan katanya ngulur. Ngulur berarti melepaskan tali layangan agar layangan bisa terbang lebih tinggi.

5. Tiing

Ilustrasi pohon bambu. (unsplash.com/CHUTTERSNAP)

Tiing memiliki arti bambu dalam Bahasa Bali. Bambu merupakan bahan utama untuk membuat layangan. Pemilihan bambu yang tepat akan membuat kualitas hasil layangan menjadi lebih baik.

6. Nukub

Proses pembuatan layang-layang bebean di Bali. (Instagram.com/sadevkiteteam)

Nukub dalam Bahasa Bali berarti membungkus rangka layangan dengan bahan kain atau plastik. Supaya bisa naik, layangan harus dibungkus untuk menangkap angin. Saat nukub layangan, bisa menggunakan lem atau obat nyamuk jika menggunakan bahan plastik. Sedangkan untuk bahan kain biasanya akan dijahit.

7. Ngerot

Ngerot atau meraut bambu. (YouTube.com/Bli Gede Sugi)

Ngerot memiliki makna meraut bambu untuk dijadikan sebagai rangka layangan. Setelah bambu dibilah, maka dilakukan proses ngerot untuk memperhalus bambu. Setiap undagi wajib memiliki keahlian ngerot bambu agar layangan memiliki rangka sempurna, terutama di bagian-bagian yang melengkung.

8. Angin baret

Ilustrasi angin. (Pixabay.com/pixabay)

Angin baret artinya angin bertiup kencang. Lawan kata angin baret adalah anginne nduk atau anginnya bertiup lemah. Angin menjadi faktor penting saat menaikkan layangan. Seorang pelayang wajib mengetahui kondisi angin untuk mengatur layang-layang mereka.

9. Lung

Insiden layangan janggan patah. (YouTube.com/Sandi bali channel)

Lung artinya patah dalam Bahasa Bali. Rangka layangan bisa lung atau patah karena layangan jatuh atau angin bertiup terlalu kencang saat layangan di udara. Selain itu, bambu dengan kualitas buruk atau bambu yang sudah lapuk bisa menjadi penyebab lainnya.

10. Tamplig

Gleber atau ekor layangan janggan. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Tamplig memiliki arti terkena empasan suatu benda (terhempas). Dalam dunia layang-layang, ekor layangan janggan bisa mengempas orang di sekitarnya. Semakin besar layangan janggan, maka kekuatan empasan ekornya wajib diwaspadai. Jika kamu sedang menonton layangan janggan, hindari berada di area sekitar ekor.

Kamu akan sering mendengar bahasa-bahasa di atas saat bermain layang-layang di Bali. Kamu bisa menghafalkannya, dan mencoba untuk menggunakannya sebagai percakapan sehari-hari.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Mayang Ulfah Narimanda
Irma Yudistirani
Mayang Ulfah Narimanda
EditorMayang Ulfah Narimanda
Follow Us