TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perajin Arak Tradisional Klungkung: Aturan Itu Cuma Untuk Pabrik

Mau ada Perpres maupun Pergub Bali tidak ada pengaruhnya

Perajin arak tradisional di Desa Besan, Kabupaten Klungkung. (IDN Times/Wayan Antara)

Klungkung, IDN Times - Para perajin minuman tradisional arak atau tuak di Kabupaten Klungkung tidak resah atas dicabutnya aturan investasi industri minuman keras yang tercantum dalam lampiran Peraturan Presiden (Perpres) 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Mereka tidak ambil pusing dan lebih memilih tetap memproduksi miras tradisional supaya dapurnya tetap mengepul.

Aturan itu hanya berdampak bagi pengusaha besar, tidak untuk perajin tradisional seperti mereka.

Baca Juga: Jeritan Petani Arak Tradisional di Bali: Arak Fermentasi Membunuh Kami

Baca Juga: Beredar Arak Fermentasi dari Gula Pasir di Bali Dijual Lebih Murah

1. Aturan itu hanya berpihak kepada pelaku industri besar, bukan perajin tradisional seperti Puspawati

Perajin arak tradisional di Desa Besan, Kabupaten Klungkung. (IDN Times/Wayan Antara)

Ni Nyoman Puspawati adalah seorang perajin arak tradisional dari Desa Besan, Kabupaten Klungkung. Ia mengaku tidak resah terhadap lampiran aturan yang dicabut oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo tersebut. Menurutnya itu sebatas aturan yang hanya berdampak pada pelaku industri besar. Tidak berpengaruh terhadap Puspawati dan para perajin arak lain di Desa Besan, yang hanya perajin tradisional.

Mereka selama ini memproduksi arak dalam jumlah terbatas, sesuai bahan baku nira yang disadapnya.

"Aturan itu cuma untuk yang pabrik, kami yang kecil seperti ini tidak ada dampak apa," katanya, Kamis (4/3/2021).

Demikian pula dengan aturan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali, yang dinilainya juga tidak berdampak secara signifikan kepada kesejahteraan para perajin arak tradisional.

"Malah saat ini harga arak bisa anjlok, karena semakin banyak orang yang memasarkan arak. Sampai ada arak gula, yang sekarang menghancurkan harga pasaran arak hasil sulingan nira."

Baca Juga: Resah RUU Minol, Perajin Arak Bali: Ini Mata Pencaharian Kami

2. Pemerintah sebaiknya melindungi produk para perajin arak tradisional

Perajin arak tradisional di Desa Besan, Kabupaten Klungkung. (IDN Times/Wayan Antara)

Puspawati memproduksi 15 botol atau sekitar 9 liter arak setiap tiga hari sekali, dengan harga Rp200 ribu. Nominal itu hanya cukup untuk hidup sehari-hari. Itupun ketika harganya masih bagus.

Tetapi sekarang harganya anjlok semenjak banyak masyarakat yang memasarkan arak. Belum lagi ada arak dari fermentasi gula, yang bisa dijual setengah harga lebih murah dari arak yang terbuat dari hasil sulingan nira kelapa.

"Pengepul yang biasa memasarkan arak kami juga sangat mengeluh dengan adanya arak gula. Arak itu bisa dijual sangat murah. Padahal kualitasnya tidak sebagus arak dari sulingan nira kelapa. Karena murah, arak gula itu laku di pasaran," keluhnya.

Ia hanya berharap pemerintah ada kebijakan yang dapat melindungi produk arak tradisional, meskipun sudah ada Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020.

"Kondisi seperti saat inilah, seharusnya aturan itu bisa melindungi produk kami," harapnya.

Berita Terkini Lainnya