TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Beredar Arak Fermentasi dari Gula Pasir di Bali Dijual Lebih Murah

Harga arak tradisional nira aren di Karangasem jadi anjlok

Ilustrasi perajin arak Bali. (IDN Times/Wayan Antara)

Karangasem, IDN Times - Para perajin arak tradisional seharusnya mendapatkan angin  segar setelah terbitnya Peraturan Presiden Perpres Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Dengan Perpres tersebut, minuman beralkohol (Mikol) di Bali sah untuk diproduksi dan dikembangkan.

Hanya saja sekarang ini harga arak tradisional justru anjlok, karena maraknya arak dari fermentasi gula pasir yang dijual lebih murah.

1. Perajin arak tradisional mengeluh beredarnya arak fermentasi dari bahan gula pasir

Pixabay.com/Peter Stanic

Penjualan minuman tradisional beralkohol di Bali tidak berkembang seperti yang diharapkan. Seperti yang dialami oleh seorang perajin arak tradisional asal Desa Tri Eka Bhuana, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, I Nyoman Windra, Kamis (25/2/2021).

Menurutnya, penjualan arak yang dibuat secara tradisional melalui sulingan nira aren atau kelapa, anjlok. Hal ini karena beredarnya arak yang difermentasi dengan gula. Arak itu bisa dijual lebih murah daripada arak hasil sulingan nira aren atau kelapa.

"Perajin arak sekarang pusing, karena beredar arak fermentasi gula. Arak yang dibuat secara tradisional sejak dulu kalah saing karena harga," ungkapnya.

Harga arak gula pasir bisa dijual antara Rp10 ribu sampai Rp15 ribu per botol 600 ml. Sedangkan arak hasil sulingan sadapan nira aren atau kelapa harganya berkisar Rp25 ribu sampai Rp30 ribu per botol 600 ml.

"Harganya arak jadi jeblok, perajin arak di sini malah pusing," keluhnya.

Baca Juga: Resah RUU Minol, Perajin Arak Bali: Ini Mata Pencaharian Kami

3. Beberapa perajin arak bahkan berhenti menyadap nira aren maupun kelapa, dan ikut membuat arak dari gula pasir

IDN Times/Wayan Antara

Kondisi seperti itu merusak pangsa pasar minuman tradisional beralkohol di Bali. Beberapa daerah di Kecamatan Sidemen terkenal sebagai sentranya produksi arak Bali. Perajin yang biasanya menyadap nira aren maupun kelapa, mulai beralih ikut membuat arak dari gula pasir. Alasannya, selain karena perajin tidak perlu memanjat pohon kelapa atau aren, produksi arak fermentasi gula pasti juga lebih murah.

"Kondisi ini diakibatkan karena pangsa pasar. Arak gula laku karena harganya murah, perajin arak ramai-ramai beralih. Konsekuensinya tentu kualitas," ujar Windra, yang telah puluhan tahun memproduksi arak Bali.

Ia menilai, arak yang terbuat dari fermentasi gula pasir, kualitas dan rasanya jauh lebih tidak bagus dibandingkan arak dari sulingan nira aren atau kelapa.

"Kalau yang benar-benar penikmat arak pasti tahu. Tidak sedikit juga yang mengeluh sakit tenggorokan pascaminum arak dari fermentasi gula. Tapi memang harganya yang bikin pangsa pasar arak ini cukup tinggi."

Jika hal ini dibiarkan terus, ia khawatir arak yang berasal dari Kecamatan Sidemen tidak lagi dikenal sebagai produsen arak berkualitas bagus. Para konsumen cenderung mencari arak ke daerah lain.

Baca Juga: Cerita 2 Remaja OTG di Bali, Sembuh Karena Terapi Arak Bali dan Madu

Berita Terkini Lainnya