TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Soal Kenaikan PPN Sembako dan Pendidikan, Ekonom UNUD: Sebaiknya Tunda

Dinilai tidak tepat dalam kondisi pandemik seperti saat ini

Menkeu Sri Mulyani dan Gubernur BI Perry Warjiyo di sela pembahasan postur anggaran RAPBN 2019 (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Badung, IDN Times – Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulayani Indrawati, mengakui bahwa bocornya dokumen RUU Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen sembako, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan ke publik, membuat kondisi menjadi agak kikuk. Hal itu ia sampaikan pada Kamis (10/6/2021) lalu.

Draf rencana pajak itu disebut seharusnya tidak bocor sebelum Presiden Joko “Jokowi” Widodo menyampaikannya ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Draf tersebut juga belum dibahas oleh pihak pemerintah dengan DPR sehingga kebijakannya dianggap belum final. Sementara itu, terkait dengan kenaikan tarif PPN, dipastikan tidak terjadi tahun ini. Hal itu disampaikan saat pertemuannya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI.

Apakah pantas pemerintah menaikkan pajak dalam kondisi pandemik COVID-19 seperti saat ini? Berikut tanggapan ekonom Universitas Udayana dan millennials di Bali.

1. Dalam kondisi pandemik daya beli masyarakat masih lemah

Pexels/RiyaKumari

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Ramantha, saat dihubungi IDN Times, menyampaikan bahwa kebijakan PPN untuk sembako sebaiknya dilakukan terhadap barang yang diimpor saja. Tujuannya agar ke depannya kebijakan ini memenuhi rasa keadilan bagi petani dalam negeri.

“Sebaiknya kebijakan itu ditunda karena saat ini kita masih membutuhkan sembako murah akibat daya beli masyarakat yang masih lemah,” jelasnya pada Selasa (22/6/2021).

2. PPN sembako dinilai tidak pantas dan tidak masuk akal

Ilustrasi warga miskin. Dok. IDN Times

Salah satu millennials di Bali, Ni Kadek Novi (27), mengomentari rencana kebijakan tersebut. Menurutnya, rencana akan dikenakannya PPN untuk bahan sembilan pokok, tidak masuk akal sehingga pemerintah perlu mengkaji lagi rencana tersebut.

Begitu pula dengan jasa pendidikan. Menurut Kadek Novi, bisa jadi sekolah swasta nantinya akan menjadi lebih mahal. Sementara jika diterapkan untuk sekolah negeri, sangat jauh dari visi bangsa yaitu berdikari adil dan makmur.

“Itu gak masuk akal ya. Dampak inflasi yang kena imbasnya tentu orang miskin. Walau bukan kondisi seperti ini sih (COVID-19), gak pantas. Masak mobil mewah ada keringanan, untuk bahan pokok gak ada?” ungkapnya.

Berita Terkini Lainnya