Suasana Pasar Seni Ubud selama pandemik. (IDN Times/Ni Ketut Sudiani)
Mata kami justru terbelalak ketika masuk ke dalam Pasar Seni Ubud. Parkirannya super lengang. Hanya terlihat beberapa orang tua yang memajang dagangannya. Gestur dan tatapan matanya mengisyaratkan harapan ingin dihampiri oleh wisatawan.
Lantai dua pasar ini juga tidak ada aktivitas. Kalau kamu mendatangi satu pedagang saja di sana, maka pedagang yang lain juga akan memohon-mohon kepadamu agar membeli dagangannya. Kalimat-kalimat itu sebelumnya memang akrab di telinga. Namun sekarang semakin intens diucapkan berkali-kali oleh para pedagang:
“Beli nak, satu saja. Buat bekal makan.”
Dagangannya beragam, tetapi hanya dikunjungi oleh segelintir calon pembeli. Karena tak tega, satu orang dari tim IDN Times membeli beberapa item dari dagangan mereka. Sedangkan saya pada saat itu hanya membawa uang tunai pas-pasan. Karena sebetulnya hanya ingin membeli sebuah sandal bohemian gypsy.
Di luar dugaan, pukul 15.20 Wita, ternyata kami adalah pelanggan pertama mereka. Padahal mereka buka sedari pagi. Kondisi ini sudah berlangsung selama pandemik.
Mereka menawarkan barang dengan mengambil keuntungan yang tipis, yang penting laku, dan bisa dipakai untuk membeli beras. Ada juga yang banting harga. Seperti pedagang yang biasanya menjual satu set sumpit ukiran seharga Rp250 ribu, ia pasrah menjualnya Rp140 ribu kepada kami.
“Beli dagangan saya mbak. Nggak apa-apa harganya. Mbaknya punya uang berapa? Sisa kembalian berapa? Nggak apa-apa. Saya ikhlas, yang penting terjual,” ucap pedagang itu menawarkan kepada kami.
Dari satu pedagang ke pedagang lain yang kami temui, semuanya sama. Mereka sulit mendapatkan pembeli dan mencari uang untuk kembalian. Bahkan uang kembalian Rp5 ribu saja, mereka harus wara-wiri untuk menukar uang ke sesama pembeli lainnya.
Sementara uang hasil dagangan yang mereka terima dari kami, langsung dikibas-kibaskan ke barang dagangannya sambil bersyukur. Ini adalah tanda khas pedagang yang baru mendapatkan pelanggan pertama.
Kami hanya sebentar menikmati suasana Ubud. Setelah itu, kami kembali ke Kota Denpasar.