Seorang perempuan menggunakan kain tenun rangrang. (youtube.com/Kampanye Tenun Rangrang)
Pada umumnya, masyarakat Bali mengenal kain tenun gringsing, tenun songket, maupun tenun endek. Namun tidak banyak yang mengetahui kalau Nusa Penida, tepatnya Desa Pejukutan, memiliki jenis kain tenun yang diberi nama kain tenun rangrang.
Pembuatan kain tenun ini menggunakan alat tradisional yang bernama alat tenun cagcag. Keberadaan tenun rangrang ini diperkirakan sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit, dengan nama cerik bolong, yang kemudian berkembang menjadi nyrangyang. Dari nyarangyang kemudian berubah menjadi rangrang.
Keberadaan kain tenun ini hampir punah, hingga akhirnya kembali diproduksi pada tahun 2011. Bahan yang digunakan adalah benang metris dan rayon, pewarna alami menggunakan daun tarum, daun jati, kulit kayu (jamblang, mangga, kepundung/menteng, mengkudu), dan kayu secang. Penguat warna alami menggunakan tunjung (mimusops elengi), kapur tohor (calcium carbonate), dan tawas (potasium alum sulfide).
Adapun untuk pewarna kimia, digunakan pewarna direk dan nandrin serta metanol. Motif yang digunakan pada kain ini yaitu motif pinggiran berupa gunung. Sedangkan untuk motif utama menggunakan motif wajik, iled, bianglala, jalur, porosan, skoci, gablak, silang, taji, dan sirang.