Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Break The Rush ke Museum ARMA, Menikmati Lukisan Tua

Museum Arma
Lukisan di Museum ARMA (IDN Times/Ayu Afria)

Gianyar, IDN Times - Penat tak hanya kurasakan dalam pikiranku, namun juga kakiku. Bulan-bulan yang penuh kesibukan, pikiranku diperas berbagai permasalahan. Sementara kakiku tak lepas dari sepatu merah yang sudah buluk, dan kutambal dengan lem perekat. Harapan kali ini melepas sepatu dan menggantinya dengan sepasang sandal mahalku merek Havaianas warna peach akan membantu me-refresh beban kepalaku.

Aku ingin merasakan kenyamanan dan menikmati setiap langkah saat beristirahat dari rutinitas sehari-hari. Ku sadari dalam dunia modern yang serba cepat dan penuh kesibukan ini, semakin penting bagi masyarakat untuk berhenti sejenak serta menikmati momen relaksasi. Kali ini, ku langkahkan kaki ke sebuah museum yang belum pernah aku kunjungi selama 8 tahun kepindahanku ke Bali. Yakni Museum ARMA di Jalan Pengosekan Ubud.

1. Energi dan pesona lukisan tua membawa pesan tersendiri

Museum Arma
Lukisan di Museum ARMA (IDN Times/Ayu Afria)

Apakah kalian sama denganku mulai memikirkan keseimbangan hidup dan kesehatan mental? Setidaknya itu yang ku rasakan saat ini. Aku tidak mau lagi menyia-nyiakan waktu dan memenuhi angan-angan kosong. Waktuku terbatas, dan rasanya penting sekali meluangkan waktu dan menemukan ketenangan di tengah rutinitas sehari-hari, Break the Rush. Pesona museum tersebut mengena di hatiku, mulai parkirannya yang asri hingga seni setiap lukisan yang dipamerkannya.

Di pintu masuk museum, ada sejumlah instrumen tradisional yang dipamerkan. Kemudian ruangan tinggi memampang berbagai macam lukisan tua, ada yang dari tahun 1949. Beberapa lukisan yang ku pandangi memberiku pesan tersirat, seberantakan itukah hidupku? Meski begitu, asalkan kita menikmatinya, semua akan terasa baik-baik saja. Jangan mengeluh. Aku juga tidak tahu lukisan mana yang akan menarik di mata kalian. Tapi aku merasakan ada energi yang sama ku tangkap dari lukisan perempuan berambut panjang dengan wajah yang tidak jelas.

"Tuhan sehatkan jiwa dan ragaku, apa pun yang terjadi," gumamku.

2. Semangat pelukis usia senja menginspirasi kesederhanaan hidup

Museum Arma
Pelukis di Museum ARMA (IDN Times/Ayu Afria)

Langkah kakiku terus menghampiri pelukis tua, I Wayan Pendet, yang duduk di kursi tua dan sedang sibuk dengan lukisannya. Tangannya yang keriput melukis di kanvas dengan pelan. Ia hanya memakai topi bucket dan kemeja lengan pendek yang usang, tapi pendengarannya masih bagus. Pemandangan tersebut membungkam mulut dan egoku. Tahukah kalian apa yang terlintas di benakku? Masihkah aku semangat seperti kakek itu di usia senja nanti, ketika kita hanya bisa berteman dengan kesendirian, dan tubuh yang mulai melemah? Mungkin kesan yang sama juga akan kalian rasakan saat menemui pelukis tua tersebut.

Museum ini menyimpan koleksi lukisan tradisional hingga kontemporer. Mulai lukisan Kamasan klasik dari kulit pohon, karya agung seniman Batuan 1930-1940, karya abad ke-19, hingga seniman asing dan lainnya.

3. Eksplore budaya dan seni untuk kesehatan mental

Museum Arma
Lukisan di Museum ARMA (IDN Times/Ayu Afria)

Selanjutnya, keseimbangan hidup aku lakukan dengan berkunjung ke Plataran Ubud. Tempat tersebut katanya cocok untuk istirahat sejenak, relaksasi, dan menemukan ketenangan di tengah keindahan alam Bali. Kemudian bersama Kultara, sebuah social enterprise lokal yang berfokus membawa pengalaman seni dan budaya di Bali, membiarkan saya mengeksplor seni dan Flower Pounding Workshop.

Pukulan palu kayu melumatkan bunga-bunga indah di atas tas kain, dengan harapan warna bunga tersebut akan meresap dan membentuk pola yang indah. Setiap pukulannya ku lakukan sembari melepas emosi. Tidak apa sedikit berisik asalkan beban terlepaskan.

Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us