Proyek Rumah Subsidi Buleleng Tetap Lanjut Meski Ada Kasus Korupsi

Denpasar, IDN Times - Tersangka kasus korupsi perizinan rumah subsidi di Kabupaten Buleleng akan menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar. Meskipun proyek rumah subsidi ini tersandung kasus korupsi, namun transaksi cicilan dan pembangunan sejumlah unit rumah subsidi tetap dilanjutkan. Kasi Penkum Kejati Bali, I Putu Agus Eka Sabana, menyampaikan informasi tersebut secara langsung di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Kota Denpasar.
“Rumah subsidi itu tetap lanjut, yang sudah ada itu tetap lanjut dan ini dua tersangka konteksnya berbeda,” ujar Eka Sabana kepada IDN Times, pada Selasa (17/6/2025).
Bagaimana informasinya lebih lanjut? Baca selengkapnya di bawah ini.
1. Pihak pengembang juga diperiksa dalam kasus korupsi perizinan dan lainnya

Eka Sabana menyampaikan, penyidik telah memeriksa developer dalam kasus korupsi perizinan dengan tersangka IMK dan NADK. Selain kasus tersebut, penyidik juga memeriksa pihak pengembang rumah subsidi di Buleleng pada kasus yang berbeda.
“Kalau pemeriksaan kemarin itu dalam kasus berbeda, memang ada. Bagaimana rumah bersubsidi (dan) apa hasilnya, itu penyidik belum sampaikan. Takutnya memengaruhi penyidikan,” kata dia.
Sementara, tersangka IMK dan NADK memeras para pengembang dengan meminta sejumlah uang syarat dokumen pembangunan rumah subsidi. Meskipun dalam pusaran kasus korupsi, Eka mengatakan pengadaan rumah subsidi di Buleleng tetap berlanjut. Masyarakat yang telah membeli hingga mencicil rumah subsidi tersebut tetap melanjutkan prosesnya. Mereka juga telah memiliki dokumen sah kepemilikan rumah subsidi tersebut.
2. Kasus lainnya berfokus pada dugaan kepemilikan rumah subsidi yang tidak tepat sasaran

Eka belum dapat memastikan potensi bertambahnya jumlah tersangka. Penyidik masih fokus pada kasus pemerasan pengembang yang dilakukan IMK dan NADK, Selasa pagi tadi. Sementara, kasus lainnya berkaitan dengan dugaan mekanisme kepemilikan rumah subsidi di Buleleng yang tidak tepat sasaran.
“Kalau satu lagi. proses rumah bersubsidi karena ditemukan ada pemohon antara yang membeli dengan yang pemohon itu berbeda,” ucap Eka Sabana.
Ia menjabarkan, dugaan rumah subsidi di Buleleng tidak tepat sasaran karena ada temuan perbedaan identitas antara pemilik rumah dengan pelaporan kondisi ekonomi. Masyarakat yang boleh membeli rumah subsidi semestinya dalam kondisi tidak mampu. Namun temuan di Buleleng, bahwa ada pengajuan pembelian rumah subsidi dengan meminjam identitas orang tidak mampu. Eka menyebutkan, dugaan pencatutan identitas ini menguntungkan orang mampu untuk mendapatkan rumah subsidi.
“Jadi kayak pinjam KTP, yang diajukan itu adalah orang tidak mampu. Tapi sebenarnya orang yang beli itu orang mampu karena dia pinjam nama atau beli KTP, yang mencicil itu orang yang mampu,” jelasnya.
3. Pemalsuan identitas rumah subsidi dapat diperkarakan PBH

Menurut Eka, perbuatan meminjam identitas orang lain untuk mendapatkan rumah subsidi, termasuk dalam perkara perbuatan melawan hukum (PBH). Eka memaparkan, perbuatan melawan hukum yang dimaksud yakni tidak tersampaikannya tujuan dari manfaat rumah bersubsidi.
“Ada unsur mencantumkan keterangan tidak benar dalam proses perizinan, karena itu adalah subsidi,” kata Eka Sabana.
Ia mencontohkan, jika suatu rumah harga aslinya Rp500 juta dan mendapatkan subsidi dari pemerintah sebesar Rp100 juta, maka harga rumah yang dibayarkan masyarakat seharusnya Rp400 juta. Namun, modus tersebut menjadikan rumah subsidi tidak tepat sasaran, karena masyarakat dengan kategori mampu justru mendapatkan potongan harga.
“Tapi ini (rumah subsidi) dijual kepada orang yang mampu, kan tidak kena tujuannya,” ujarnya.