Seluk Beluk Penciptaan Alat Musik Mandolin di Desa Pupuan Tabanan

Terinspirasi dari alat musik kecapi milik warga Tiongkok

Tabanan, IDN Times - Budaya Tiongkok hingga saat ini masih melekat pada budaya di sejumlah daerah di Indonesia, tak terkecuali Bali. Baik dari makanan, hiasan, hingga alat musik. Semisal, penciptaan alat musik mandolin di Desa Pupuan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan. Alat musik yang ada sejak zaman penjajahan Jepang ini terinspirasi dari alat musik kecapi milik masyarakat Tiongkok yang saat itu tinggal di Bali.

Baca Juga: Uang Kepeng Khas Tiongkok Jadi Sesari Hingga Tolak Bala di Bali

1. Mandolin pertama kali diciptakan oleh Pan Sekar

Seluk Beluk Penciptaan Alat Musik Mandolin di Desa Pupuan TabananSanggar Seni Bungsil Gading saat tampil memainkan mandolin (Dok.IDN Times/Istimewa)

Ketua Sanggar Seni Bungsil Gading, I Gede Made Wiartawan, pada Kamis (4/2/2021), mengatakan bahwa keberadaan alat musik mandolin di Desa Pupuan tidak lepas dari jasa I Ketut Lastra yang lebih dikenal dengan nama Pan Sekar. "Awal mula mandolin diciptakan ketika tahun 1930an. Pan Sekar berkunjung ke rumah kawannya di Desa Temukus, Buleleng. Kawan Pan Sekar ini adalah warga Tionghoa. Di rumah kawannya ini, Pan Sekar melihat alat musik kecapi. Dari kecapi ini, menginspirasi Pan Sekar membuat alat musik mandolin," tuturnya.

Bahan dasar pembuatan alat musik mandolin saat itu sangatlah sederhana. Senar mandolin dibuat dari tali rem sepeda jengki. "Dulu kan orang Jepang suka menaiki sepeda jengki yang tinggi itu. Nah tali remnya yang tidak dipakai, kemudian dibuat menjadi senar.  Sementara untuk mengatur senarnya ini, memakai baut berulir dan badannya terbuat dari triplek. Sementara tombol nadanya memakai uang logam peser. Sangat sederhana," jelas Wiartawan. 

Mandolin tersebut memiliki empat senar dan 12 tombol penyekat pelog nada. Di tangan Pan Sekar, mandolin akhirnya tercipta sebagai alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik. 

Baca Juga: Uang Kepeng Khas Tiongkok Jadi Sesari Hingga Tolak Bala di Bali

2. Mandolin awalnya dimainkan Pan Sekar untuk melepas lelah setelah bekerja di sawah

Seluk Beluk Penciptaan Alat Musik Mandolin di Desa Pupuan TabananSanggar Seni Bungsil Gading saat tampil memainkan mandolin (Dok.IDN Times/Istimewa)

Mandolin tersebut saat dimainkan ternyata suaranya mirip dengan kecapi dan sangat cocok digunakan untuk membawakan musik-musik mandarin kala itu. Awalnya, Pan Sekar memainkannya untuk melepas lelah setelah bekerja di sawah. Kemungkinan karena terdengar unik dan menarik, para tetangga mulai banyak yang tertarik dengan alat musik ini. "Waktu itu hampir setiap rumah di Desa Pupuan memiliki alat musik ini," ujar Wiartawan.

Pan Sekar kemudian mendirikan sekaa untuk kesenian mandolin pada tahun 1970an. Alat musik mandolin semakin diminati dan alat musik ini dimainkan bersama dengan  instrumen tradisional Bali lainnya seperti genggong, guntang, ceng-ceng ricik, dan suling. Perkembangan mandolin kian meluas dari Desa Pupuan hingga ke seluruh Kecamatan Pupuan, bahkan di luar Kabupaten Tabanan, seperti Karangasem dan Klungkung.

Keberadaan mandolin mulai memudar seiring meninggalnya Pan Sekar pada tahun 1991. Keberadaaan alat musik mandolin ini seperti mati suri dan keberadaannya semakin sulit ditemukan.

Baca Juga: Mengenal Awal Mula Masuknya Dupa di Bali, Budayawan: Pengaruh Tiongkok

3. Mulai berkembang kembali setelah dibentuknya Sanggar Seni Bungsil Gading

Seluk Beluk Penciptaan Alat Musik Mandolin di Desa Pupuan TabananSanggar Seni Bungsil Gading saat tampil memainkan mandolin (Dok.IDN Times/Istimewa)

Wiartawan mengaku dia mulai tertarik terhadap alat musik mandolin saat melakukan penelitian mengenai alat musik ini. "Saya bersama kawan-kawan kemudian membentuk sekaa mandolin pada tahun 2010 yang kemudian berkembang menjadi Sanggar Seni Bungsil Gading pada tahun 2014," paparnya.

Namun alat musik mandolin yang ia gunakan dikembangkan kembali tanpa meninggalkan ciri khasnya. "Tetap memiliki 12 tombol tangga nada serta empat senar. Hanya untuk penyetel senarnya memakai tunner pada gitar, badannya sudah terbuat dari kayu berukir dan tombol nada terbuat dari kayu yang awalnya memakai uang peser dan uang logam Rp5 zaman dulu," jelas Wiartawan.

Lewat Sanggar Seni  Bungsil Gading ini, permainan alat musik mandolin kembali berkembang menjadi dua aliran yaitu yang klasik serta yang modern. "Untuk yang klasik tetap mempertahankan permainan musik mandolin yang asli. Sementara yang modern kita kolaborasikan dengan alat musik modern lewat band yang kami bentuk dengan nama Gita Bhaskara Etnik," paparnya.

4. Nyaris tidak pernah manggung selama pandemik COVID-19

Seluk Beluk Penciptaan Alat Musik Mandolin di Desa Pupuan TabananGita Bhaskara Etnik saat tampil memainkan mandolin (Dok.IDN Times/Istimewa)

Gita Bhaskara Etnik biasanya mendapatkan undangan untuk tampil di berbagai acara, mulai dari pernikahan, hingga acara pertemuan resmi yang digelar pemerintah maupun swasta. Sementara untuk aliran klasik, lebih banyak untuk persembahan acara upacara adat ataupun keagamaan. Adanya pandemik COVID-19 ini, diakui Wiartawan, kegiatan Sanggar Seni Bungsil Gading nyaris tidak ada.

"Pernah sekali mengisi acara berdasarkan protokol kesehatan. Tetapi cuma itu saja. Sisanya ya vakum," paparnya.

Ia mengakui, pandemik COVID-19 menjadi tantangan yang berat bagi para seniman. Saat ini ia dan kawan-kawan satu sanggar tetap bersyukur masih punya pekerjaan lain selain menjadi seniman. "Kami berharap agar situasi ini cepat berlalu," harap Wiartawan.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya