Pungutan Karcis Masuk Pura Tirta Empul Langgar Perda & Perjanjian

Ternyata ada kontrak perjanjian yang dilanggar

Gianyar, IDN Times - Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Polres Gianyar melakukan penangkapan terhadap dua penjaga tiket di tempat wisata Tirta Empul, Desa Manukaya Let, Gianyar. Dari hasil pemeriksaan, penyidik menemukan dugaan tindak pidana korupsi dalam pungutan tiket tersebut.

1. Pungutan ini melanggar Perda Nomor 8 tahun 2010

Pungutan Karcis Masuk Pura Tirta Empul Langgar Perda & PerjanjianIDN Times/Imam Rosidin

Baca Juga: OTT Pungli di Tirta Empul, Kapolres Gianyar: Ada Laporan Masyarakat

Kapolres Gianyar, AKBP Priyanto Priyo, mengatakan dari hasil pemeriksaan ada indikasi korupsi atau penggelapan pemungutan tiket masuk objek wisata Tirta Empul. Indikasi tersebut berawal dari Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Gianyar Nomor 8 tahun 2010 tentang Retribusi Rekreasi dan Olahraga, dan turunannya yakni Perda retribusi objek wisata.

Dari sana, kemudian dibuatkan kerja sama antar Dinas Pariwisata dengan Bendesa Adat Manukaya Let. Perjanjiannya sendiri sudah dilakukan dua kali, yakni pada awal tahun 2013 dan bulan April 2018.

"Perjanjian pada tanggal 6 April 2018 merupakan perpanjangan tahap kedua," katanya, di Mapolres Gianyar, Senin (12/11).

Ia melanjutkan, dalam perjanjian ini disebutkan adanya pembagian hasil tiket mulai dari pukul 07.00 Wita hingga 18.00 Wita. Yakni Pemerintah Daerah (Pemda) mendapat bagian 60 persen dan Desa Manukaya Let sebesar 40 persen.

Namun sejak tahun 2013, secara sepihak ada yang memerintahkan karyawan dari Bendesa Adat untuk mengambil alih tiket pada pukul 15.00 Wita hingga 18.00 Wita. Hal ini jadi permasalahan karena uang hasil penjualan tiket tidak dibagi sesuai Perda Nomor 8 tahun 2010. Uang itu seluruhnya masuk ke uang kas Desa Adat.

"Nanti calon tersangkanya adalah yang memerintahkan karyawan dari Bendesa Adat untuk mengambil tiket dari jam tiga sore hingga enam sore. Uangnya tidak disetorkan ke Pemda namun masuk ke Desa Adat," katanya.

Ia melanjutkan, selama lima tahun terakhir, Desa Adat juga telah menerima hak 40 persen dari penjualan tiket pukul 07.00-15.00 Wita. Namun dari pukul 15.00-18.00 Wita diambil seluruhnya oleh Desa yang membuat Pemda merasa dirugikan.

"Ini permasalahan hukumnya. Harusnya cuma 40 persen tapi diambil seluruhnya," katanya.

2. Ke manakah larinya uang Rp17,6 miliar ini?

Pungutan Karcis Masuk Pura Tirta Empul Langgar Perda & PerjanjianPexels.com/Pixabay

Baca Juga: Polda Bali Diminta Tak Sentuh Pungutan Desa Pakraman, Asal Ada Syarat

Pendapatan retribusi karcis di Pura Tirta Empul yang ditarik oleh Desa Adat Manukaya Let selama lima tahun, dari tanggal 1 Oktober 2013 hingga 6 November 2018, totalnya mencapai Rp18.116.977.937. Uang itu lalu dimasukkan ke dalam rekening Lembaga Perkreditan Desa (LPD) atas nama Desa Adat Manukaya Let.

Jika pendapatan tersebut dibagi berdasarkan persentase yang telah disepakati, maka Desa seharusnya menerima Rp7.246.791.175. Sedangkan sisanya Rp10.870.186.762 adalah hak dari Pemda.

Tapi setelah mengecek rekening di LPD tersebut per tanggal 9 November 2018, saldo akhirnya hanya Rp458.572.500. Lalu ke mana selisih uang sebesar Rp17.658.405.437 tersebut? Inilah yang sedang didalami oleh pihak kepolisian dan menjadi dasar mengapa ada operasi OTT di Pura Tirta Empul.

"Uangnya dipakai untuk apa nanti akan diinformasikan selanjutnya. Jumlah tersebut merupakan hasil audit yang dilakukan oleh inspektorat. Ini yang menjadi petunjuk dan bukti tindak pidana korupsi. Yakni setiap orang yang melawan hukum dan memperkaya diri sendiri dan merugikan perekonomian Negara, minimal empat tahun," katanya.

Sebelumnya Pemda telah melakukan protes dan mengirimkan surat peringatan kepada Desa Manukaya Let. Isinya, agar Desa menaati perjanjian yang sebelumnya telah disepakati.

3. Pararem tidak boleh menabrak peraturan di atasnya

Pungutan Karcis Masuk Pura Tirta Empul Langgar Perda & Perjanjiantelegrafi.com

Baca Juga: Pasca OTT Pungli Desa Adat, DPRD Bali: Tak Bisa Jalan Sendiri & Ego

Sejauh ini pihak kepolisian telah memanggil 12 orang saksi. Mereka terdiri dari dua orang penjaga tiket, Prajuru Desa, Bendahara Desa, dan Bendesa. Serta tiga orang saksi yang berasal dari Pemda, meliputi Dinas Pariwisata, Inspektorat, dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

"Orang yang ditangkap kemarin masih pemeriksaan dan tidak ditahan," katanya.

Sementara itu, penetapan tersangkanya masih menunggu dari hasil pengungkapan dan keterangan saksi ahli. "Tinggal perannya nanti apa akan diungkapkan di press release berikutnya," katanya.

Disinggung mengenai bolehkah desa adat melakukan pungutan retribusi berdasarkan pararem, ia mengatakan tidak boleh. Alasannya karena harus merujuk Perda Nomor 8 tahun 2010 yang telah dikeluarkan oleh Pemda.

"Tidak boleh Desa Adat menarik lagi tanpa merujuk Perda tersebut," katanya. 

Ia lalu menjelaskan urutan Perundangan tertinggi di Indonesia. Pertama yang paling tinggi adalah UUD 1945, Tap MPR, Undang-undang (UU) seperti Tipikor, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Perda Provinsi dan Perda Kabupaten.

"Jadi tidak boleh peraturan di bawah nabrak Perda di atasnya. Nanti akan terjadi perbuatan melawan hukum. Untuk lebih jelasnya, akan ada saksi ahli di bidang hukum pidana," terangnya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya