Hasil jepretan foto Rudi Waisnawa tentang kondisi Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang dipasung. (Dok.IDN Times/Rudi Waisnawa)
Mahayasa menyebutkan, ada sekitar 830 pasien ODGJ di Kabupaten Tabanan. Tiga puluh enam di antaranya sering kambuh. Ia menilai, kambuhnya pasien ODGJ terutama dengan Schizophrenia dapat dicegah apabila keluarga dan tenaga kesehatan aware terhadap gejala-gejalanya. Ada gejala-gejala awal yang menandai mereka akan kambuh, seperti berikut ini:
- Perubahan perilaku, dari dulunya rajin menjadi malas
- Mengurung diri, tidak mau keluar
- Sering kesulitan tidur
- Emosinya meningkat.
Setiap perubahan perilaku ini, menurut Mahayasa, harus diperhatikan dan setiap pasien berbeda-beda gejalanya.
"Itulah perlunya koordinasi antara keluarga dan tenaga kesehatan yang berada di ujung tombak, dalam hal ini bidan desa dan puskesmas. Keluarga harus waspada ketika gejala prakambuh ini munculdan melaporkannya pada tenaga kesehatan terdekat. Petugas kesehatan pun harus aware ketika melihat gejala ini," terangnya.
Biasanya pasien yang mengalami gejala prakambuh tidak serta merta dikirim ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ), tetapi bisa menaikkan dosis obatnya.
"Jika tidak punya obat, bisa dimintakan ke puskesmas. Jika tidak ada di puskesmas, bisa dimintakan ke RS tipe C atau B. Pasien dibawa ke RSJ apabila sudah mengamuk dan menyebabkan keributan," lanjut Mahayasa.
Lalu apakah pasien yang sudah keluar dari RSJ dinyatakan sembuh dan tidak perlu minum obat? Menurut Mahayasa, di sinilah letak kekeliruannya. Keluarga merasa pasien yang keluar RSJ dari sudah sembuh dan tidak perlu minum obat. Padahal pasien masih memerlukan kontrol rutin dan minum obat.
"Pasien akan terus minum obat, hanya dosisnya diturunkan. Sampai nanti ketemu dosis terkecil yang menyebabkan pasien merasa aman dan nyaman. Bukan berarti mereka dinyatakan sembuh, obatnya dihentikan," jelas Mahayasa.