Bali Tak Layak Dikunjungi, Ini Bukan Pertama Kali Terjadi

Denpasar, IDN Times - Penerbit buku panduan perjalanan dari Amerika Serikat, Fodor's, mengeluarkan 15 daftar destinasi wisata dunia yang harus dipertimbangkan untuk dikunjungi pada 2025. Satu di antaranya termasuk Bali.
Alasan mereka karena pembangunannya tidak terkendali, dan pariwisata yang berlebihan (overtourism) telah melanggar habitat asli, mengikis warisan budaya dan lingkungan, serta banyak sampah plastik.
Tapi, kamu jangan kaget. Karena ini bukan pertama kalinya Fodor's menyebutkan Bali tak layak dikunjungi. Sebab mereka juga pernah menyebutkan hal yang sama pada 2019. Berikut ini ulasan selengkapnya.
1. Fodor's pernah mengeluarkan hal serupa pada 2019
Berdasarkan pantauan publikasi IDN Times Bali, situs traveling ini pernah menyebutkan Bali sebagai satu dari 13 destinasi yang disarankan untuk tidak dikunjungi pada 2020. Daftar ini dikeluarkan pada tahun 2019. Alasannya juga hampir sama. Yaitu overtourism, masalah sampah, hingga permasalahan lingkungan yang dinilai tidak bisa diselesaikan dengan baik.
Situs ini juga pernah menyinggung persoalan pemerintah yang menarik pajak turis untuk membantu memerangi efek pariwisata massal terhadap lingkungan. Tak hanya itu, situs ini juga mengatakan, bahwa ada pendeklarasian Bali sebagai kawasan darurat sampah pada tahun 2017, karena pantainya terlalu banyak sampah.
Selain itu, mereka menyebutkan Bali mengalami kelangkaan air bersih karena pembangunan vila, pembangunan lapangan golf berdampak pada petani lokal, dan lainnya.
2. Pihak pemerintah menyatakan alasan yang dikeluarkan situs traveling tersebut tidak tepat, tetapi juga sekaligus mengakui ada permasalahan
'Daftar buruk' pada tahun 2019 itu membuat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali kala itu harus mengeluarkan Surat Permohonan Dukungan Nomor 556/4386/II/Dispar kepada para pelaku industri pariwisata di Bali. Surat ini berisi imbauan agar para industri pariwisata meminta tamu atau wisatawannya agar mengunggah foto maupun video di media sosial (Medsos) mengenai citra Bali yang positif. Seperti pantai bersih, lingkungan asri, taman hotel ditata dengan baik, masyarakat Bali yang ramah, hingga kearifan lokal lainnya.
Ketua Persatuan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) Bali kala itu, Ray Suryawijaya, merasa berita ini sangat memprihatinkan bagi kepariwisataan. Menurutnya tidak tepat jika Bali overtourism.
"Ini berita yang memprihatinkan kepada kepariwisataan. Jadi, alasannya tidak tepat Bali over wisatawan yang datang," kata Suryawijaya pada Selasa, 19 November 2019 lalu.
Pemerintah juga menargetkan peningkatan wisatawan minimal 10-20 persen setiap tahun. Hasil ini, menurutnya sebagai pertanda bahwa kondisi di Bali masih bisa dikunjungi oleh wisatawan mancanegara (wisman).
Namun ia mengakui, pariwisata di Bali juga ada permasalahan seperti infrastruktur untuk mengatasi kemacetan, sampah, dan keamanan. Tetapi, katanya, Pemrov Bali sudah proaktif untuk memperbaiki hal itu. Satu di antaranya pembangunan shortcut atau jalan baru batas kota Singaraja-Mengwitani untuk menghubungkan Bali Selatan dan Bali Utara.
Kabar ini juga mengundang reaksi dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) kala itu, Wishnutama Kusubandio. Menurutnya pemberitaan tersebut hanya bisa-bisanya media itu saja karena destinasi wisata di Bali masih sangat layak dikunjungi, dan potensinya banyak. Ia juga menyatakan, pihak pemerintah terus berbenah diri.
"Pasti kita berbenah diri. Tetapi kan yang namanya media (Fodor's) kadang-kadang perlu (Pembaca). Gara-gara bikin berita itu kan kalian pada baca semua, yang tadinya tidak pada baca. Kan itu taktiknya dia untuk dibaca," kata Wishnu pada Jumat, 22 November 2019.
3. Pemerintah daerah harus menghentikan semua rencana untuk membangun
Masih dari dokumen publikasi IDN Times Bali tahun 2019, jurnalis saat itu meminta pendapat seorang turis asing asal Belanda, Allian Bos. Ia mengaku baru pertama kali mendengar Fodor's. Saat itu ia dan teman-temannya akan tetap ke Bali saat musim panas tiba.
Jurnalis lalu menunjukkan isi artikel Fodor's dan membiarkan dia untuk membacanya. Setelah selesai membacanya secara utuh, Allian Bos mengungkapkan ketika dirinya tinggal di Bali, ia mulai memahami bahwa turis Australia, khususnya, sangat tidak menghargai budaya dan alam. Tetapi ia juga berpendapat, penduduk setempat tidak menghormati alam karena mereka juga membuang plastik, dan sampah lainnya di jalan. Mereka tidak membersihkannya.
"Jadi saya pikir pemerintah daerah harus berbuat lebih banyak untuk mengambil sampah dan mendaur ulang, mengemas kembali karena begitu banyak orang tinggal dan mengunjungi pulau itu. Selain itu, saya pikir pemerintah daerah harus menghentikan semua rencana untuk membangun banyak hal untuk wisatawan, seperti apartemen, hotel, toko, tempat yoga, dan semua itu. Untuk memastikan penduduk setempat memiliki banyak air bersih," katanya.
Ia turut pro agar turis berpakaian yang sopan di tempat-tempat keagamaan seperti pura. Sangat menarik ya ulasan Fodor's ini. Tapi menurut pendapatmu sendiri gimana, guys? Share di kolom komentar ya.