Belajarlah dari Kasus Pasutri di Bali Perkosa Remaja Perempuan

Mau berharap pelakunya berubah? Itu salah besar!

Badung, IDN Times – Pasangan suami istri (Pasutri) di wilayah kabupaten Badung ditetapkan sebagai tersangka pemerkosaan terhadap IA (17) asal Kabupaten Buleleng. Tersangka laki-laki berinisial WD (46) dan istrinya, GALW (45), tinggal di kosan wilayah Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Lokasi di mana korban diduga disetubuhi oleh WD pada pukul 23.30 Wita, Jumat (28/5/2021) pukul 23.30 Wita. Kenapa pelakunya selalu berasal dari orang terdekat? Sebab kasus-kasus semacam ini didasari oleh adanya rasa ketergantungan, rasa sungkan, rasa nyaman hingga intimidasi. Berikut ulasan selengkapnya:

1. WD merupakan paman korban sendiri

Belajarlah dari Kasus Pasutri di Bali Perkosa Remaja PerempuanPixabay.com/Pexels

Menurut keterangan Kasubag Humas Polres Badung, Iptu Ketut Oka Bawa, kedua tersangka merupakan paman dan bibi korban. Awalnya, korban datang ke tempat kos mereka untuk menginap. Sekitar pukul 23.30 wita di hari Jumat (28/5/2021), WD menawarkan diri untuk memijat korban. Ia juga menawarkan korban untuk tidur di sebelahnya.

“WD menyetubuhi korban karena timbul nafsu saat tidur bersama di dalam kamar kos,” kata Oka, Jumat (18/6/2021) lalu.

Persetubuhan itu, lanjut Oka, terjadi atas permintaan GALW kepada suaminya untuk menyetubuhi korban.

“Karena istrinya ini ingin membuktikan kebenaran perbuatan suaminya bisa timbul nafsu terhadap korban,” ungkap Oka.

2. Persetubuhan disaksikan oleh istri tersangka

Belajarlah dari Kasus Pasutri di Bali Perkosa Remaja PerempuanPixabay.com/Pexels

Oka mengungkapkan, perbuatan itu dibantu dan disaksikan oleh istri tersangka.

“Pelaku WD mengajak korban untuk berhubungan badan di dalam kamar korban. Sedangkan istri WD ikut menyuruh korban dan menyaksikan pada saat korban dan suaminya berhubungan badan,” ungkap Oka.

Pada Sabtu (5/6/2021), ayah korban mengetahui bahwa putrinya telah disetubuhi oleh tersangka, dan melaporkan kejadian tersebut ke Polres Badung dengan bukti lapor LP/B/106/VI/2021/SPKT/POLRES BADUNG/POLDA BALI tanggal 5 Juni 2021.

Baca Juga: Merasa Terancam, Korban Pelecehan di Ubud dalam Pendampingan LBH BWCC

3. Kedua tersangka terancam Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak

Belajarlah dari Kasus Pasutri di Bali Perkosa Remaja PerempuanIlustrasi Penjara (IDN Times/Mardya Shakti)

Sebelum diamankan polisi, kedua tersangka sempat berpindah kos. Tersangka WD ditangkap di tempat kerjanya pada pukul 15.00 Wita, Senin (7/6/2021). Sedangkan istri tersangka ditangkap di kos barunya daerah Kerobokan.

Atas tindakan tersebut, kedua tersangka dijerat Pasal 81 Juncto Pasal 76D Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Keduanya terancam hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun.

Beberapa barang bukti yang diamankan di antaranya pakaian milik korban dan tersangka, beserta bukti visum et repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mangusada. Sebanyak enam orang saksi telah dimintai keterangan. Penanganan korban sudah diserahkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Badung untuk pemulihan fisik dan psikisnya.

“Pelaku mengakui perbuatannya,” terang Oka.

Berkaca dari kasus seperti ini, IDN Times pernah mewawancarai Pengacara sekaligus Penasihat Lembaga Bantuan Hukum Bali Woman Crisis Center (LBH Bali WCC), Ni Nengah Budawati (45), yaitu satu dari para perempuan penggiat dan pendamping para korban pelecehan seksual di wilayah Bali. Wawancara tersebut telah dipublikasikan di IDN Times Bali dengan judul 6 Fakta Tentang Pelecehan Seksual Perempuan dan Anak di Bali.

Buda, sapaan akrabnya, menyebutkan kerap menangani kasus pelecehan seksual dengan berbagai macam konteks tidak hanya murni perkosaan saja. Tetapi juga kepercayaan pada orang pintar (Balian) seperti yang terjadi di Kabupaten Bangli.

“Jadi kemasannya macam-macam ada konteksnya kakek dengan cucu. Yang kami tangani ya. Kemudian tetangga kakek-kakek dengan anak di bawah umur di Tabanan. Sampai hamil itu. Kemudian yang di Bangli itu kakeknya dengan cucunya. Kemudian yang di Kintamani itu Balian. Balian dengan anak di bawah umur. Banyak versinya. Tapi pasti orang terdekat,” jelasnya.

Mengapa pelecehan seksual cenderung dilakukan oleh orang-orang terdekat? Berikut di bawah ini penjelasannya.

4. Sangat jarang bagi anak-anak memiliki kemauan untuk mengungkapkan pelecehan seksual yang dialaminya

Belajarlah dari Kasus Pasutri di Bali Perkosa Remaja PerempuanIlustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Arief Rahmat)

Kebanyakan pelaku pemerkosaan di pedesaan Bali adalah orang terdekat dan sangat disegani oleh korban. Sementara orang lain menilai pelaku bukan orang yang melakukan pemerkosaan.

Kejadian ini biasanya terungkap bermula dari kehamilan korban atau dari orang yang mengetahui. Sangat jarang bagi anak-anak memiliki kemauan untuk mengungkapkan pelecehan seksual yang dialaminya. Apakah karena sengaja memilih menutupi, atau juga karena tidak ada pemahaman kalau kejadian itu termasuk dalam kategori kekerasan.

“Karena merasa tingkat kenyamanan, ketakutan, rasa malu, dan rasa kasihan lebih banyak juga dari korban. 'Kalau kakek saya di penjara gitu. Sedih.' Dia (Korban) ada rasa itu kalau gak sampai hamil. Intinya ada bukti. Kalau tidak, jarang mau mengungkapkan. Pasti dipendam itu,” kata Buda.

Sejauh kasus yang Buda tangani, para korban pemerkosaan harus mendapat dukungan agar tidak memiliki rasa malu dan minder kepada teman-temannya. Pun dalam konteks pemulihan mentalnya, jarang ditemui korban yang sampai depresi berat. Buda menekankan, bahwa pendampingan korban pelecehan seksual ini juga tidak mudah.

Berbeda halnya di perkotaan. Kasus perkosaan di perkotaan wilayah Bali, menurut Buda, justru dilakukan oleh orang-orang tak dikenal, yang kini sering disebutnya sebagai predator anak. Bahkan kasus semacam ini pernah membuat gempar Bali, dengan pelaku bernama Mochammad Davis Suharto alias Codet yang memperkosa 12 anak-anak Sekolah Dasar (SD) di Bali dan Batam. Kasus ini terungkap tahun 2010 lalu. Tujuh orang anak SD di Batam menjadi korban rentang April–September 2009. Lalu lima orang anak di Bali menjadi korban rentang Februari–April 2010.

5. Masyarakat di Bali sendiri merasa, bahwa mereka tidak memiliki ranah-ranah di wilayah publik orang lain

Belajarlah dari Kasus Pasutri di Bali Perkosa Remaja PerempuanIlustrasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Bertahun-tahun menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, Buda menyampaikan bahwa di zaman sekarang yang notabene kaum millennial, justru mengabaikan pengetahuan tentang adanya hukum perlindungan hukum untuk perempuan dan anak. Para millennial justru tahu tentang hukum-hukum yang secara universal saja.

Dengan kondisi yang sekarang serba digital ini, para millennial mengabaikan hukum-hukum yang bisa melindungi dirinya dari kekerasan. Buruknya lagi, perlindungan oleh masyarakat di Bali pun tidak ada. Masyarakat di Bali sendiri merasa, bahwa mereka tidak memiliki ranah-ranah di wilayah publik orang lain, untuk turut ikut campur.

“Tidak bakalan di Bali orang nyelonong langsung laporan. Gak bakalan. Semua kasus yang kami tangani itu telepon dulu, konseling dulu, rahasia, rahasia, rahasia. Lama–lama baru terbuka dan baru ketemu. Karena malu. Sangat rendah pengetahuan hukumnya dan sangat tidak percaya ada perlindungan hukum untuk perempuan dan anak,” tekannya.

Karena itu Buda yang kini juga menjabat sebagai Ketua P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Tabanan ini menggandeng para bidan. Bidan-bidan inilah yang dinilainya menjadi garda utama bagi perempuan dan anak-anak korban kekerasan yang memeriksakan diri.

6. Kalau ada kasus yang masyarakat ketahui namun tidak dilaporkan dan berharap pelaku berubah, itu salah besar

Belajarlah dari Kasus Pasutri di Bali Perkosa Remaja PerempuanIDN Times/Sukma Shakti

Dalam urusannya terkait perlindungan perempuan dan anak, terkadang pengakuan korban melalui bukti petunjuk visum saja sudah cukup. Buda mencontohkan, suami yang memperkosa istri. Sesederhana ini pun sudah masuk dalam kategori kekerasan seksual.

“Pokoknya intinya begini. Kewaspadaan itu penting. Menjaga jarak dengan bentuk persahabatan juga penting. Mencari teman sebenarnya penting dengan lingkungan. Kondisikanlah lingkungan kita jauh dari kecenderungan menjadi korban,” sarannya.

Kasus kekerasan seksual itu penting untuk dilaporkan. Kenapa? Karena pemberian efek jera kepada pelaku itu sangat penting. Sebab kalau ada kasus yang masyarakat ketahui namun tidak dilaporkan dan berharap pelaku berubah, itu salah besar.

“Gak mungkin dia hanya tahu salahnya. Itu pun kita ber-gambling. Belum tentu juga dia sadar. Tapi setidaknya memberi efek jeranya, dan masyarakat tahu dia. Kemudian dihukum gitu. Itu sebenarnya hal yang penting."

7. Nomor kontak darurat Perlindungan Perempuan dan Anak di Bali. Silakan disimpan!

Belajarlah dari Kasus Pasutri di Bali Perkosa Remaja PerempuanIDN Times/Sukma Shakti
Belajarlah dari Kasus Pasutri di Bali Perkosa Remaja PerempuanIDN Times/Sukma Shakti
Belajarlah dari Kasus Pasutri di Bali Perkosa Remaja PerempuanIDN Times/Sukma Shakti

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya