Kak Seto Dorong Bali Bentuk Seksi Perlindungan Anak di Setiap Banjar

Selama ini masih marak terjadi kasus kejahatan terhadap anak

Denpasar, IDN Times – Belum lama ini, publik dikejutkan dengan banyaknya kasus kejahatan seksual di Kabupaten Buleleng yang dilakukan oleh orang terdekat korban. Polres Buleleng pada Maret dan April 2022 ini, merilis 2 kasus kejahatan seksual.

Pertama, kasus bapak kandung di Buleleng yang berinisial DPB (45) memperkosa anak kandungnya sendiri yang berumur 15 tahun. Kedua, pelaku Made Arbawa alias Molo (48), warga Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, memanggil korban menggunakan kode lampu senter dan mengiming-imingi korban dengan kertas diduga uang mainan Rp5.000. Uang tersebut diikat dengan benang untuk menarik korban agar datang mendekat. 

Belajar dari dua kasus tersebut, anak-anak sangat rentan menjadi sasaran kejahatan seksual. Lalu bagaimana Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) menanggapi kasus tersebut? 

Baca Juga: Laki-laki di Buleleng Tega Perkosa Anak Kandung Sendiri

1. Kejahatan terhadap anak meningkat tajam

Kak Seto Dorong Bali Bentuk Seksi Perlindungan Anak di Setiap BanjarIlustrasi kekerasan anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Prof Seto Mulyadi, belum lama ini mengakui bahwa selama pandemik terjadi peningkatan angka kejahatan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual.

Mengapa disebut kejahatan anak? Karena kejahatan tersebut juga dilakukan dengan bujuk rayu, iming-iming, dan sebagainya.

“Jadi kejahatan seksual ini meningkat dan justru dari orang-orang terdekat. Kami selalu kampanyekan bahwa kita jangan hanya jadi pemadam kebakaran. Hanya sibuk setelah terjadi peristiwa. Tetapi juga harus preventifnya. Bahkan promotifnya,” jelasnya.

2. Perlu seksi perlindungan anak di setiap RT

Kak Seto Dorong Bali Bentuk Seksi Perlindungan Anak di Setiap BanjarIlustrasi Kekerasan pada Anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Dalam mendukung upaya promotif tersebut, LPAI mencanangkan dibentuknya seksi perlindungan anak di setiap Rukun Tetangga (RT). Ia menjelaskan pengurus RT tersusun dari Ketua RT, sekretaris, seksi kebersihan, seksi acara, seksi keamanan, dan perlu ditambah satu seksi lagi, yakni seksi perlindungan anak.

Kak Seto, demikian panggilan akrabnya, mencontohkan, orangtua di Tangerang Selatan sudah peduli dengan perlindungan anak. Mereka sering mengadakan pertemuan dengan mengundang para pakar kesehatan. Tujuannya untuk meyakinkan betapa pentingnya perlindungan anak sehingga anak tidak dirusak dari awal.

Selain itu, dilakukan juga pengenalan akan Undang-Undang Perlindungan Anak. Menurutnya ada satu pasal yang sering dilupakan oleh masyarakat. Ia menegaskan, dalam aturan itu, siapapun yang mengetahui ada kekerasan terhadap anak dan diam saja, tidak berusaha menolong atau minimal melapor, sanksi pidananya 5 tahun penjara.

“Kami lihat yang sudah pertama kali di Tangerang Selatan, bahkan pernah dapat Rekor Muri sebagai kota pertama di Indonesia yang seluruh RT-nya sudah dilengkapi dengan seksi perlindungan anak. Kedua adalah Kabupaten Banyuwangi. Ketiga adalah Kabupaten Bengkulu Utara, keempat adalah Kabupaten Bekasi. Dan kelima adalah kabupaten yang ada di Sulawesi Utara,” jelasnya.

3. Kota Denpasar dan Provinsi Bali disebut belum punya seksi perlindungan anak

Kak Seto Dorong Bali Bentuk Seksi Perlindungan Anak di Setiap BanjarIlustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mia Amalia)

Dari 5 daerah tersebut, Seto tidak menyebut Denpasar maupun Bali, mengapa? Seto tidak menjelaskan secara pasti alasannya. Namun ia mengajak warga Denpasar bersuara dalam hal perlindungan anak. LPAI kemudian akan mendorong dari bawah agar masyarakat mencintai anak-anaknya. Begitu pula dengan para pimpinan daerah untuk mengambil kebijakan-kebijakan atau aturan yang berpihak pada aturan perlindungan anak.

“Mudah-mudahan keenam adalah Kota Denpasar dan Bali. Bahkan kalau perlu Bali bisa dinyatakan provinsi pertama yang seluruh RT-nya sudah dilengkapi dengan seksi perlindungan anak,” jelasnya.

Apabila disesuaikan dengan aturan di Bali, maka diharapkan setiap banjar di Bali dibentuk seksi perlindungan anak. 

Lalu bagaimana dampak psikologis anak korban kejahatan seksual? Seto menjelaskan bahwa anak-anak adalah peniru yang terbaik. Artinya jika mereka anak laki-laki korban sodomi, maka berpotensi menjadi pelaku pada masa berikutnya. Sedangkan jika mereka anak perempuan dan tidak segera mendapatkan treatment psikologis, juga bisa menderita gangguan kejiwaan sampai dewasa.

“Maka kalau ada kejahatan seksual, jangan lupakan korban. Itu juga ada restitusi dari pelaku untuk juga membiayai korban. Intinya jangan sampai dilupakan ada terapi bagi anak-anak korban kejahatan seksual,” jelasnya.

Ia berpesan agar Bali menjadi daerah tujuan wisata yang betul-betul ramah anak. Peduli pada perlindungan anak dari berbagai gangguan, termasuk juga gangguan asap rokok, kejahatan seksual, kekerasan seksual, dan juga kekerasan-kekerasan yang lain.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya