Biografi Pandji Tisna, Pelopor Pariwisata di Lovina Buleleng
Inilah tokoh penulis Sukreni Gadis Bali
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Anak Agung (AA) Pandji Tisna adalah Raja Buleleng XI yang dikenal luas sebagai seorang novelis. Sejumlah karyanya antara lain Sukreni Gadis Bali, Ni Rawit Ceti Penjual Orang, dan I Swasta Setahun di Bedahulu. Namun tak banyak yang tahu, bahwa AA Pandji Tisna juga adalah pelopor perkembangan pariwisata di Lovina, Kabupaten Buleleng.
Buleleng, IDN Times - AA Pandji Tisna lahir 11 Februari 1908 di Puri Gde Singaraja, Kabupaten Buleleng. Putra ketiga dari lima bersaudara pasangan Anak Agung Putu Djlantik dan Jro Mekel Rangga. Kalau dilihat dari garis keturunan dinasti Raja Buleleng pertama, yakni Ki Barak Pandji Sakti, maka AA Pandji Tisna adalah generasi XI.
Pada tahun 1922, AA Pandji Tisna berkesempatan menyelesaikan pendidikan di Hollandsche Inlanders School (HIS), sekolahnya para priyayi. Setelah tamat dari HIS, ia kemudian belajar ke Batavia (Sekarang Jakarta) dan studi di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Ketika usianya menginjak 17 tahun, AA Pandji Tisna menikahi kemenakan jauhnya, Anak Agung Biyang Manik, dan dikaruniai dua orang anak.
Pada buku Biografi Anak Agung Pandji Tisna, Raja Buleleng, Budayawan, Pendidik dan Pelopor Pariwisata (2006), yang ditulis I Gusti Ngurah Gorda, diceritakan bahwa meskipun tidak tamat dan hanya dua tahun belajar di MULO, namun di sana AA Pandji Tisna bergaul dengan berbagai kalangan remaja priyayi dan menekuni Bahasa Belanda, Inggris, Jerman, dan Prancis.
Baca Juga: Ini Dia Gubernur Bali Pertama, Sutedja yang Hilang Jadi Korban Politik
1. Berhenti menjadi pegawai pemerintahan penjajahan Belanda
AA Pandji Tisna pernah mendapat tawaran dari ayahnya untuk menjadi pegawai pemerintah penjajahan Belanda, tepatnya sebagai sekretaris ayahnya. Namun sesungguhnya ia tidak tertarik. Sehingga menerima tawaran tersebut dengan sangat terpaksa. Ia bekerja setengah hati, tidak bisa memberikan sumbangan kinerja yang maksimal dan sesuai harapan. Akhirnya berhenti, dan memulai kehidupannya sebagai seorang pebisnis.
Ia usaha perdagangan antar pulau dan ekspor hasil-hasil bumi seperti kopra serta hewan. AA Pandji Tisna juga membuka usaha transportasi ke Pulau Lombok. Berwirausaha dan dekat dengan rakyat kecil, bagi Pandji Tisna adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Hal tersebut tercermin pula dalam karya novelnya, Sukreni Gadis Bali. Di sana dituliskan bagian tentang para pekerja sedang memetik kelapa dan membuat kopra. Bagian itu diyakini adalah pengalaman penulis dalam mengelola bisnis perdagangan kopra. Pada tahun 1940, Pandji Tisna membeli tanah 12 hektare di Tukad Cebol Selatan (Sekarang Kaliasem), dan mengembangkan perkembunan jeruk bernama Seraya Nadhi.
Tidak berhenti di sana, Pandji Tisna yang dikenal berjiwa seni mendirikan bioskop bernama Maya. Bioskop yang didirikannya tidak semata hanya untuk mendapatkan keuntungan. Ia hanya menginginkan seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan fasilitas bioskop tersebut. Harga tiket yang dipatok pun disebut sesuai dengan daya beli rakyat kecil.
Baca Juga: Kisah Ketut Tantri, Perempuan Viking yang Jatuh Cinta Pada Bali