TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Sebab di Balik Seseorang Merasa Paling Menderita

Seolah tak ada yang lebih sedih daripada cerita hidupnya

ilustrasi merasa paling menderita (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Masalah dalam hidup tentu akan selalu datang. Setiap orang juga memiliki respons yang berbeda terhadap persoalan hidupnya. Ada yang menanggapinya dengan santai, fokus dengan solusi, atau yang lebih ekstrem adalah merasa paling menderita akan hal tersebut.

Terbiasa merasa yang paling merana akan sebuah masalah sebenarnya hanya mendatangkan dampak buruk. Satu di antaranya jadi sulit bahagia. Sehingga mereka cenderung mengumbar masalahnya atau bahkan membandingkan dengan orang lain tanpa memikirkan jalan keluar. Berikut beberapa alasan di balik sikap tersebut.

Baca Juga: 7 Gangguan Sering Muncul saat Berusaha Menjadi Diri Sendiri

Baca Juga: 5 Cara Komunikasi dengan Orang Baru biar Peka

1. Ingin mendapat perhatian lebih dari orang lain

ilustrasi merasa iba (pexels.com/Liza Summer)

Seseorang yang merasa seolah menjadi manusia paling sedih di dunia ketika ditimpa masalah termasuk sosok yang haus perhatian. Ia memperoleh sebuah penerimaan ketika ada yang mengasihaninya. Sehingga seolah tak ada yang lebih sedih daripada cerita hidupnya.

Padahal sejatinya, tak ada orang yang betul-betul peduli dengan persoalan hidup orang lain, lantaran setiap orang punya hambatannya sendiri. Sehingga jika ditimpa masalah, berhenti mengharap perhatian dengan merasa paling tersakiti. Berhenti menjadi sosok egois lantaran dunia ini gak melulu tentang satu orang.

2. Ingin mendapatkan validasi atas persoalan hidupnya

ilustrasi memegang rambut teman (pexels.com/Liza Summer)

Alasan kedua mengapa seseorang cenderung merasa paling menderita yakni lantaran butuh validasi orang lain terhadap persoalannya. Validasi berupa kesamaan pandang bahwa apa yang ia alami memang persoalan yang berat. Harapannya ia akan mendapat respect lantaran menjadi sosok yang terkesan tangguh dan kuat.

Padahal orang yang betul-betul kuat yakni ia yang mampu menyelesaikan persoalannya sendiri. Dengan cara yang elegan ia mampu menutupi persoalan itu seolah tak terjadi apa-apa. Jadi, berhentilah merasa paling tersakiti oleh hidup ini lantaran hal itu hanya menyakiti diri sendiri.

3. Senang berlarut-larut dalam kesedihan

ilustrasi terpuruk (pexels.com/cottonbro studio)

Merasa paling menderita ketika ditimpa masalah juga disebabkan kecenderungan seseorang yang senang berlama-lama dalam kesedihan. Ia yang berlaku demikian biasanya sulit lepas dari bayang masa lalu. Atau, kerap kita sebut dengan istilah susah move on dari beragam peristiwa yang telah terjadi dalam hidup.

Imbasnya, ia mendramatisasi hidupnya dengan penuh kesedihan. Hal itu yang akan membuatnya sulit untuk maju. Bahkan bisa saja terjebak pada masalah itu dalam jangka waktu yang lama.

4. Tidak memikirkan kehidupan jangka panjang

ilustrasi perempuan galau (pexels.com/Thnh Phng)

Orang yang menganggap hidupnya seakan paling menderita saat menghadapi masalah sejatinya tidak melihat kondisi itu untuk jangka waktu yang panjang. Ia cenderung fokus pada persoalannya, bukan pada jalan keluar. Ia fokus pada kesedihannya, bahkan betah berlama-lama.

Padahal sejatinya ada hal yang lebih penting dari itu, bahwa hidup bukan hanya tentang masalah. Padahal masalah yang cepat usai membuatnya bisa berpindah untuk menyelesaikan yang lain. Padahal ada masa depan yang perlu diperjuangkan selain memikirkan masalah yang ada. 

Verified Writer

Izah Cahya

Menulis untuk menghidupkan -do the best- ig : @izahcahya_

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya