TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Cara Keliru Memuji Anak, Orangtua Wajib Tahu Dampaknya

Ujung-ujungnya bisa membentuk kepribadian narsistik

foto hanya ilustrasi (pexels.com/Vlada Karpovich)

Sudah menjadi tugas orangtua untuk mencukupi semua kebutuhan dan hak anak, tak hanya kebutuhan jasmani namun juga kebutuhan batin anak. Apresiasi melalui pujian yang diucapkan orangtua adalah kebutuhan batin anak. Anak-anak mungkin senang saat diberi reward sebuah barang yang ia idamkan. Namun apresiasi berupa pujian yang tulus akan lebih bermakna bagi mereka.

Kata-kata positif yang diucapkan orangtua kepada anak dapat menunjukan bahwa mereka berharga, dan hal ini turut mengajarkan anak tentang self-love. Kata-kata pujian yang diucapkan orangtua bisa meningkatkan perilaku yang baik dan menumbuhkan rasa percaya diri anak.

Meskipun tujuannya positif, ada juga pujian yang secara tak sadar sering didengar anak malah memberi dampak negatif. Dampak negatif dari cara memuji anak yang keliru adalah anak menjadi egois, over-confident, dan sulit menerima kegagalan. Jangan sampai para orangtua generasi millennial menerapkan cara memuji anak yang keliru seperti di bawah ini!

Baca Juga: 5 Kesalahan Orangtua Bicara Politik pada Anak

Baca Juga: 6 Alasan Positif Anak Suka Membantah, Gak Selalu Buruk

1. Memuji dengan cara membandingan dengan anak lain

foto hanya ilustrasi (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Memuji anak dengan membandingkannya dengan anak lain atau saudaranya sendiri sering terjadi tanpa disadari. Kalimat tersebut bisa jadi, "Wah, nilaimu lebih tinggi, lho, daripada kakak."

Memuji dengan cara membandingkan dengan saudara kandung sama saja menciptakan sibling rivalry atau persaingan saudara kandung. Hal ini dapat membentuk relasi kakak-adik yang tidak sehat hingga mereka dewasa.

Tak jarang juga rasa bangga yang dirasakan orangtua membuat lupa diri hingga pujian yang diucapkan ke anak diikuti membandingkan dengan temannya. Misalkan saja "Hebat kamu nak, bisa mengalahkan Putri. Padahal kata ibunya dia les pelajaran." Tanpa disadari cara memuji dengan membandingkan dengan orang lain dapat membentuk anak menjadi pribadi yang angkuh, merasa dominan dan bisa jadi meremehkan orang lain.

2. Memuji dengan kalimat yang tidak spesifik

foto hanya ilustrasi (pexels.com/Kamaji Ogino)

Ketika pujian yang diucapkan orangtua selalu sama dan tidak spesifik saat merespon pencapaian anak, lama-kelamaan anak tidak merasa pujian yang diucapkan orangtua tidak bermakna.

Pujian "Good job, nak" memang tidak salah diucapkan. Bahkan kalimat tersebut sangat umum diucapkan ayah atau ibu saat anak berhasil melakukan pencapaian. Saat anak memberitahu kita ia mendapat nilai 9 untuk ulangan Sejarah, akan lebih tepat jika orangtua memberikan pujian secara spesifik. Misalnya "Ibu bangga punya anak yang tekun belajar sejarah, kamu layak dapat nilai 9, nak."

Jangan menekankan pujian pada nilai yang sudah dicapai. Namun memuji usaha yang sudah anak lakukan akan membuat pujian lebih bermakna. Dilansir dari laman Parenting Science, memuji sebuah proses meningkatkan perilaku anak yang bisa membawa mereka menuju kesuksesan.

Kalimat yang diucapkan secara spesifik untuk memuji pencapaian anak memang cukup panjang, bahkan bisa berlanjut menjadi sebuah percakapan dengan anak. Namun justru di situlah anak dapat merasakan pujian yang diucapkan orangtua tulus, bukan template.

3. Terlalu sering memuji anak

foto hanya ilustrasi (pexels.com/Annushka Ahuja

Dilansir dari laman Verywell Family, pujian memiliki manfaat baik bagi perilaku anak. Mereka akan terus berusaha menerapkan perilaku yang baik, asalkan pujian yang diberikan efektif. Ada beberapa bentuk pujian yang justru membentuk anak menjadi orang dewasa yang lembek, satu di antaranya memberikan pujian terlalu sering dan berlebihan. 

Pujian menjadi tidak efektif jika diberikan terlalu sering. Misalnya pujian yang selalu diucapkan orangtua saat anak melakukan hal kecil sehari-hari, seperti membereskan mainan, menggosok gigi, mengerjakan PR atau bangun pagi tanpa menggerutu. Tak apa-apa jika sesekali memuji anak saat melakukan tugas rutin. Namun jika dilakukan terus-menerus, maka tujuan utama memuji anak agar memiliki perilaku yang konsisten justru tak akan tercapai. Anak juga perlu tahu bahwa tugas rutin yang dilakukan bukanlah kegiatan istimewa.

Beri jeda waktu yang cukup panjang untuk menyampaikan pujian kepada anak, amati perubahan dan usaha anak, berikan pujian ketika ia terlihat semakin rajin bangun pagi atau selalu membereskan mainannya sendiri tanpa diingatkan. Pujian untuk pencapaian anak di sekolah juga sebaiknya diberikan pada momen tertentu, misalnya di akhir semester atau saat kenaikan kelas. Dengan begitu, anak dapat merasakan makna pujian yang diberikan orangtua. Sehingga anak akan lebih termotivasi dan dapat memaknai usahanya.

4. Memuji secara berlebihan

foto hanya ilustrasi (pexels.com/Gustavo Fring)

Memuji dan meninggikan anak adalah dua hal yang berbeda. Namun pada kenyataannya, sebagian orangtua terbiasa melebih-lebihkan saat mengungkapkan pujian. Kalimat pujian yang sering kali 'meninggikan' anak seperti "Hebat banget, nak", "Princess ayah selalu yang terbaik," atau "Udah pinter, ganteng, anak mama sempurna!" Memuji secara berlebihan akan membuat anak berpikir bahwa ia selalu unggul dan terbaik di antara anak-anak yang lain.

Pujian yang berlebihan, meskipun disampaikan secara tulus, dapat berdampak buruk pada perilaku anak dan kelak dapat menjadi masalah saat mereka dewasa. Kemungkinan besar anak-anak yang selalu dipuji berlebihan sulit beradaptasi dengan situasi baru yang lebih menantang, karena mereka takut gagal dan takut tidak mendapatkan pujian.

Dilansir dari laman Parenting Science, anak-anak yang dipuji secara berlebihan oleh orangtuanya cenderung mengalami dampak psikologis yang negatif. Bagi anak yang rasa percaya dirinya rendah, ia justru tidak termotivasi sehingga tidak mengalami kemajuan. Namun yang lebih berbahaya lagi jika anak memiliki rasa percaya diri tinggi, dampak negatifnya yaitu menjadikan anak menjadi individu yang narsitik.

Writer

Rina Widowati

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya