Cerita Orangtua Menangis di Sekolah, Tak Sanggup Beli Smartphone
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Klungkung, IDN Times - Lebih dari setahun lamanya para guru di Kabupaten Klungkung menerapkan sistem pembelajaran daring (Online). Begitu pula yang dilakukan oleh Luh Putu Suartini dan guru lainnya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Dawan Kaler.
Banyak suka duka yang dialaminya selama mengajar siswa melalui daring lebih dari setahun belakangan. Mulai dari sulitnya memandu siswa dalam mengajar karena tidak ada tatap muka, sampai anak-anak yang tidak memiliki smartphone untuk belajar daring.
Baca Juga: Pendaftaran CPNS di Klungkung Dibuka Akhir Mei, Siapkan Dokumennya
1. Orangtua siswa mendorong pembelajaran tatap muka segera diberlakukan di Klungkung
Suartini tidak menampik jika dirinya agak mengalami kesulitan dalam pelaksanaan pembelajaran daring lebih dari setahun terakhir. Apalagi ia mengajar di sekolah daerah pedesaan desa, yang belum semua masyarakat mampu memberikan fasilitas smartphone untuk anaknya belajar. Apalagi masalah jaringan internet yang tidak menjangkau sebagian besar wilayah di desa tersebut.
"Yang pertama kesulitannya memang memandu siswa dalam belajar, karena ternyata tidak banyak orangtua siswa mampu memandu anaknya dalam belajar," ungkap Suartini, Rabu (27/5/2021).
Menurutnya, orangtua siswa rata-rata tidak memiliki banyak waktu untuk mendampingi anaknya belajar daring di rumah. Sehingga para guru sulit membagikan materi pembelajaran ke siswa secara daring.
"Pada prinsipnya para orangtua siswa di sini mendorong agar bisa kembali dilaksanakan pembelajaran tatap muka," katanya.
Baca Juga: 11 Desa Adat di Klungkung Bali Belum Terlayani WiFi Gratis
2. Orangtua datang ke sekolah sambil menangis karena belum bisa membelikan anaknya smartphone
Suartini mengungkapkan ada kejadian yang memilukan di awal-awal mulainya pembelajaran daring. Orangtua siswa datang ke sekolah sambil menangis karena tidak dapat membelikan smartphone untuk anaknya belajar daring.
Inilah yang menjadi pertimbangan para guru untuk tidak menerapkan sistem pembelajaran daring secara kaku. Misalnya, ketika guru memberikan tugas secara daring. Apabila ada siswa yang tidak memiliki kuota atau smartphone, bisa bertanya tugas tersebut ke temannya. Sementara pengumpulan tugasnya terkadang meminta orangtua supaya datang ke sekolah.
"Tidak semua orangtua siswa mampu membeli kuota dan smartphone untuk anak-anaknya. Sehingga orangtua kadang kami minta ke sekolah untuk kumpul tugas anak-anaknya," cerita Suartini.
3. Kirim tugas apabila sudah memiliki kuota
Hal serupa dialami oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Sekolah SDN 1 Dawan Kelod, Nyoman Hartawan. Selama daring ia menemukan kendala, bahwa tidak semua orangtua siswa memiliki kemampuan untuk mendampingi anaknya belajar. Seringkali orangtua tidak ada waktu sama sekali untuk mendampingi anaknya belajar.
Di satu sisi, para guru juga kesulitan memandu siswa belajar secara daring. Apalagi tidak semua siswa mendapatkan jaringan internet yang bagus.
"Seringkali kami menerima keluhan jika siswa tidak punya kuota, itu tidak kami pungkiri. Apalagi kami mengajar di desa yang keadaan ekonomi masyarakatnya belum merata," jelasnya.
Pihaknya pun memilih untuk tidak ketat dalam menerapkan pembelajaran daring.
Kami berikan tugas, lalu ada kebijaksanaan. Bisa dikirim jika telah ada kuota. Karena kami menyadari tidak semua orangtua itu mampu secara ekonomi menganggu anaknya kuota."
Meskipun demikian, ia berharap sekolah tatap muka segera dilaksanakan. Sehingga proses belajar mengajar bisa kembali normal seperti sebelumnya.