Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi ibu dan anak. (unsplash.com/Kelly Sikkema)
Ilustrasi ibu dan anak. (unsplash.com/Kelly Sikkema)

Bali tak hanya dikenal memiliki beragam tempat wisata menarik. Ada beberapa kuliner legendaris yang sudah sangat dikenal secara luas. Tapi di balik cita rasa khas dari kuliner legendaris ini, ternyata ada seorang ibu yang berjuang merintis usaha tersebut.

Mereka berjuang tanpa lelah untuk mengembangkan usaha yang dirintisnya menjadi kuliner legendaris seperti saat ini. Siapakah mereka? Berikut adalah ibu tangguh di balik kuliner legendaris di Bali.

1. Lawar Sapi Odah Jaran, pemilik kuliner legendaris lawar sapi di Sanur

Lawar Sapi Odah Jaran. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Bagi penikmat lawar sapi pasti sudah tidak asing dengan nama Lawar Sapi Odah Jaran di Sanur. Warung legendaris ini telah berjualan sejak tahun 70-an di Sanur. Pemilik warung ini adalah seorang nenek bernama Odah Rimen atau akrab disapa dengan nama Odah Jaran. Usianya kini sudah 90 tahun.

Odah Jaran awalnya berjualan di Pantai Segara, Sanur, atau sebelahnya lokasi Warung Men Weti. Sempat pindah ke Jalan Wira, atau sebelah perumahan Hotel The Grand Bali Beach. Pada 2019, Warung lawar Odah Jaran kembali berpindah ke Jalan Tukad Nyali Nomor 15, atau di sebelah Lapangan Letda Made Pica sampai sekarang.

Warungnya tidak pernah sepi pembeli. Buka mulai pukul 10.00 Wita, namun pukul 13.00 Wita sudah habis. Odah Jaran kini telah pensiun, namun masih sering terlihat datang ke warung miliknya tersebut. Kini, anak, keponakan, dan menantunya yang memasak dan berjualan di Lawar Sapi Odah Jaran.

2. Made Weti, pemilik Warung Men Weti

Nasi campur Men Weti. (Instagram.com/alfredbaldwin)

Tak hanya Lawar Sapi Odah Jaran, Sanur memiliki kuliner legendaris lainnya yang sangat terkenal, yaitu Warung Made Weti atau Warung Men Weti. Warung Men Weti berjualan sejak tahun 70-an. Ciri khas kulinernya adalah nasi campur yang berisi lauk ayam dengan cita rasa unik. Tak hanya masyarakat lokal, Warung Men Meti sangat digemari kalangan wisatawan hingga selebritas.

Made Weti mulai berjualan di Pantai Segara dengan nama Nasi Campur Ayam Kampung Men Weti. Cita rasanya tidak berubah dan menu yang ditawarkan tidak jauh berbeda. Made Weti sebagai pemilik selalu hadir di warung miliknya tersebut. Namun, pada 3 April 2017, Made Weti meninggal dunia karena sakit yang dideritanya. Kini, Warung Men Weti telah dikelola oleh generasi keduanya yaitu I Nyoman Sukadana, anak tiri dari Made Weti.

3. Men Lotri, pemilik kuliner legendaris di Kesiman

Warung nasi Men Lotri. (Instagram.com/ajenganringbali)

Kelurahan Kesiman di Kota Denpasar memiliki kuliner legendaris yaitu Warung Nasi Men Lotri. Warungnya termasuk kuliner malam yang terkenal di Denpasar. Satu porsi nasi campur berisi lauk mi goreng, ayam suwir, daging sapi, daging babi, tempe manis, gorengan, dan sambal khasnya yang pedas manis.

Pemilik warung ini, Wayan Lotri atau Men Lotri, mulai berjualan pada 1970-an. Namun, awalnya ia menjual kue atau jaja khas Bali. Men Lotri beralih menjual nasi jinggo sejak pukul 04.00 Wita yang dititipkan ke beberapa tempat. Beberapa pembeli yang merasakan nasi jinggo tersebut datang ke rumahnya untuk memesan langsung. Men Lotri menambahkan beberapa lauk sesuai pesanan pembelinya. Hingga kemudian, ia tidak lagi menjual nasi jinggo yang diubah menjadi nasi campur.

Sejak saat itu, Men Lotri mulai berjualan nasi campur di rumahnya, Jalan Noja I. Untuk menikmati seporsi nasi campur di warung ini, pengunjung harus rela mengantre. Warung Men Lotri kini telah berkembang dan memiliki dua lokasi lainnya di Denpasar. Yaitu Jalan Letda Winda Nomor 9, dan Jalan Sulatri Nomor 966.

4. Men Tempeh, kuliner ayam betutu legendaris di ujung Barat Pulau Bali

Warung ayam betutu Men Tempeh. (Instagram.com/ayambetutu_mentempeh)

Saat tiba di Bali melalui Pelabuhan Gilimanuk, Kabupaten Jembrana, banyak wisatawan yang akan mampir ke tempat kuliner khas Bali, Warung Ayam Betutu Men Tempeh. Ciri khas kuliner ini adalah ayam betutu bumbu bali dengan rasa yang pedas.

Kuliner legendaris ini sudah buka sejak 1978. Pemiliknya adalah Ni Wayan Rarud yang akrab disapa Tempeh. Ia adalah perantau asal Kabupaten Gianyar, yang merantau ke Gilimanuk bersama suaminya, I Nyoman Suratna, asal Kabupaten Bangli. Berawal dari berjualan buah, mereka kemudian membuka usaha warung ayam betutu yang telah mengubah jalan hidupnya.

Warung Ayam Betutu Men Tempeh tidak pernah sepi pembeli. Rasa pedas yang menjadi ciri khas masakan di tempat ini menjadi daya tarik tersendiri.

5. Made Masih, pemilik Made’s Warung yang menjadi ikon di Kuta

Nasi campur khas Made's Warung. (Madeswarung.com)

Nama Made’s Warung sudah sangat terkenal hingga mancanegara. Tempat kuliner ini seolah-olah sudah menjadi ikon kuliner di Kuta. Made’s Warung memiliki sajian khas Bali yaitu nasi campur, serta sate ayam dan mi goreng. Selain itu, mereka juga menjual sajian ala western seperti spageti, burger, serta beberapa varian sandwich.

Nama Made Masih adalah sosok di balik kesuksesan Made’s Warung. Pada 1960-an, saat Kuta masih belum setenar sekarang, keluarga Made Masih membuka warung sederhana yang menjual sajian kopi dan beberapa camilan khas Bali. Warungnya selalu menjadi tempat berkumpul para turis yang datang ke Bali untuk berselancar.

Pada era 1970-an, saat gelombang pariwisata mulai berdatangan ke Bali, khususnya ke Kuta, Made Masih mulai mengembangkan warung tersebut. Ia menambahkan beberapa sajian sesuai cita rasa para wisatawan tanpa kehilangan ciri khas dari warung ini. Hingga saat ini, Made’s Warung telah memiliki beberapa cabang seperti di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Berawa, Seminyak, Jakarta, hingga di Amsterdam.

Para ibu tangguh di atas sudah sepatutnya menjadi contoh dan teladan bagi kita semua. Mereka mampu berjuang dengan sepenuh hati untuk menggapai mimpi-mimpinya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team