TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Petani Nira Desa Belimbing Tabanan Pilih Olah Gula Merah Daripada Arak

Kalau dijadikan arak Bali sangat berpotensi sih, tetapi...

Ilustrasi proses menipar nira bahan baku gula aren. (IDN Times/Elias)

Tabanan, IDN Times - Desa Belimbing di Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan, memiliki banyak pohon nira. Namun bukan untuk arak Bali, pohon nira justru lebih banyak diolah sebagai bahan baku gula merah dan tuak manis. Meskipun potensinya besar untuk minuman keras (Miras) jenis arak, tetapi mereka mengaku pembuatannya terbentur modal dan pemasaran.

Baca Juga: Desa Belimbing di Tabanan Bersiap Jadi Pemasok Bahan Baku Arak Bali

1. Ada dua kelompok pengolahan nira di Desa Belimbing

IDN Times/Irma Yudistirani

Perbekel Desa Belimbing, Nyoman Surianto, menyebutkan ada dua kelompok tani di desa Belimbing yang fokus kepada pengolahan gula merah dan tuak manis. Satu kelompok masing-masing beranggotakan 17 orang.

"Namun pemasarannya masih menyasar pasar lokal dan tradisional," ujar Surianto.

2. Permintaan tuak manis Desa Belimbing turun 50 persen

Foto hanya ilustrasi. (Instagram.com/bartsilalahi)

Wayan Sunama adalah seorang petani nira di Desa Belimbing. Ia menjadi Ketua Kelompok Tani Gula Aren Harmoni Desa Belimbing selama enam tahun. Kelompoknya memproduksi gula merah dan tuak manis dari bahan nira.

"Kalau saya sendiri terjun ke pengolahan tuak manis sejak tujuh tahun lalu," ujarnya.

Ia memiliki 15 pohon nira. Namun hanya tujuh pohon saja yang masih produktif. Sekali panen menghasilkan 40 liter dalam waktu satu hari.

"Air nira ini kebanyakan saya buat menjadi gula merah. Kalau tuak manis tergantung permintaan," katanya.

Untuk 40 liter air nira biasanya menghasilkan tujuh kilogram gula merah, yang saat ini harganya Rp20 ribu per kilogram. Sunama mengaku produknya selalu laku terjual.

Sekarang ini hanya permintaan gula merah saja yang masih stabil selama pandemik. Sementara tuak manis mengalami penurunan 50 persen.

"Biasanya kami kumpulkan produk gula merah dan tuak dan dijual ke koperasi ada juga yang ke pengepul. Kalau permintaan gula merah masih stabil  dan selalu habis terjual meski harganya naik-turun. Kalau tuak manis ini yang permintaannya turun 50 persen. Jadi kami produksi jika ada permintaan saja."

Baca Juga: Resah RUU Minol, Perajin Arak Bali: Ini Mata Pencaharian Kami

3. Sempat uji coba pembuatan arak, namun terbentur modal dan pemasaran

(Ilustrasi Arak Bali) IDN Times/Imam Rosidin

Sunama bersama kelompoknya pernah membuat arak Bali dari air nira. Ia menilai rasanya tak kalah dari arak Karangsem. Kadar alkoholnya sekitar 49 persen.

"Uji coba sekitar 10 liter hanya untuk mengetahui kualitas rasa nira Desa Belimbing dijadikan arak," ungkapnya.

Namun uji coba ini tidak berlanjut karena terbentur modal dan pemasaran.

"Apalagi masa pandemik ini, kami masih belum menemukan celah pemasarannya. Kalau modal saat uji coba kami pinjam alat penyulingnya. Tapi kalau beli, untuk takaran 20 liter harga alatnya Rp3,5 juta."

Sekadar diketahui, Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah mencabut lampiran mengenai aturan pembukaan bidang usaha miras (Legalisasi investasi miras) dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Secara investasi, Sunama setuju saja apabila lampiran tersebut tidak dicabut. Sebab menurutnya, investor dapat mengembangkan arak Bali dari Desa Belimbing. Namun ia juga sepakat apabila konsumsi miras juga diatur agar tidak disalahgunakan.

"Kalau ada investor yang mau mengembangkan arak Bali di Desa Belimbing tentu kami setuju.

Arak itu baik buat kesehatan asal tidak berlebihan konsumsinya. Ini yang diharapkan diatur agar tidak disalahgunakan."

Berita Terkini Lainnya