Pengusaha Hotel di Bali Digencet Kenaikan Listrik, Lama untuk Normal
Berharap ada bantuan insentif dari pemerintah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Badung, IDN Times – Para pelaku bisnis perhotelan dari Bali, termasuk para General Manager (GM) hotel mengikuti diskusi terkait tren pasar yang berdampak pada industri perhotelan Indonesia selama pandemik dan di era setelah pembatasan penerbangan internasional dicabut.
Acara yang diselenggarakan oleh SiteMinder di Seminyak, Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, pada Jumat (29/7/2022), pukul 14.30 Wita, tersebut mempertemukan 80 orang pelaku bisnis, yakni GM dan hotelier dari ragam hotel dan luxury villa bintang 5 di Bali.
Beberapa poin yang dibahas dalam acara ini di antaranya di antaranya:
- Bagaimana pelaku bisnis perhotelan di Bali mengadaptasi strategi pasar terhadap wisatawan Indonesia selama pandemik ketika minimnya wisatawan internasional?
- Bagaimana langkah mereka setelah mengubah strategi, kemudian kembali menyambut para wisatawan internasional?
- Apa yang mereka pelajari dari era yang penuh tantangan bagi industri hotel global ini?
Adapun narasumber yang dihadirkan di antaranya General Manager Trans Resort Bali, Alexander Jovanovic, Country Manager for Indonesia Cross Hotels& Resorts, Evan Burns, Chair of Bali Hotels Association, Fransiska Handoko, dan BHA Director of Finance & Business Developments, Joel Barlett. Apa kata mereka tentang kendala yang dihadapi industri perhotelan Bali saat ini?
Baca Juga: 3 Masalah yang Mencoret Citra Pariwisata Bali
1. Hoteliers membutuhkan bantuan untuk bisa kembali pulih
Chair of Bali Hotels Association, Fransiska Handoko, ketika diwawancarai di sela sela diskusi mengatakan bahwa industri perhotelan saat ini dihadapkan banyak tantangan, termasuk kenaikan tarif listrik sejak 1 Juli 2022 sekitar 17 persen. Biaya listrik ini mengambil bagian yang cukup mahal dari operasional industri perhotelan. Menurutnya, angka 17 persen ini bagi industri perhotelan bisa dialokasikan untuk membayar gaji karyawan.
“Kami tetap berharap mereka (pemerintah) akan membantu atau memberikan insentif atau sesuatu yang menguntungkan bagi industri (perhotelan) untuk secepatnya pulih. Karena kita semua tahu dengan adanya G20 kita membutuhkan persiapan dan memelihara properti kami untuk menerima tamu,” ungkapnya.
Ia memperkirakan sejauh ini sekitar 80 persen hotel telah kembali beroperasi. Ia contohkan, dari 100 kamar, perkiraan saat ini sebanyak 80 kamar terjual. Sedangkan 20 kamar lainnya dianggap rusak karena dampak pandemik COVID-19.
“Kami masih membutuhkan banyak bantuan dari pemerintah dan regulasi yang pro kepada tourism,” ungkapnya.