TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bisnis Perhotelan di Bali Tahun Ini Paling Terpuruk Sepanjang Sejarah

Lebih parah dari Bom Bali menurut PHRI Badung

Foto hanya ilustrasi. (IDN Times/Ayu Afria)

Badung, IDN Times – Meskipun tidak terlihat wujudnya, namun virus corona atau COVID-19 telah menginfeksi banyak penduduk lokal Bali, Warga Negara Asing (WNA), dan memorak-porandakan perekonomian Bali. Padahal Pulau Seribu Pura ini telah menggantungkan setengah perekonomiannya dari sektor pariwisata.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung, IGA Rai Suryawijaya, saat dihubungi IDN Times pada Kamis (9/4), menyatakan ini pertama kalinya sejarah paling kelam bagi bisnis perhotelan di Bali. Jika biasanya mendapatkan omzet miliaran Rupiah dalam sebulan, kini perhotelan di Bali harus merumahkan banyak karyawan hingga memberlakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Berikut hasil wawancara IDN Times selengkapnya:

Baca Juga: Orang Asing Bakal Dilarang Masuk Indonesia, Bagaimana dengan Bali?

Baca Juga: 8 Cara Mencegah Virus Corona yang Salah Kaprah Menurut Medis

1. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, bisnis perhotelan di Bali tahun ini sangat terpuruk

Ketua PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Bali dan Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD), IGA Rai Suryawijaya. (IDN Times/Ayu Afria)

Kamu pasti sering membayangkan betapa asyiknya liburan di Bali. Bisa mencicipi berbagai jenis makanan dan minuman khas Bali, menginap di hotel yang instagramable, menikmati deburan ombak pantai, dan lainnya. Tapi bayangan itu sirna untuk tahun ini. Wabah COVID-19 telah mengubah banyak Pulau Bali. Kondisinya benar-benar berbeda dari sebelumnya.

Meskipun pariwisata Bali pernah diguncang oleh tragedi Bom Bali beberapa tahun silam, namun kata Rai Suryawijaya, kondisi saat ini jauh lebih parah. Untuk pertama kalinya bisnis perhotelan di sektor pariwisata mengalami masa kelam.

“Kondisi perhotelan dan pariwisata Bali COVID-19 ini sangat terpuruk. Tidak pernah dalam sejarah perhotelan yang ada di Bali sampai tingkat huniannya zero (0 atau nol) okupansi. Jadi okupansinya nol. Ini sangat-sangat berat. Ini yang terjadi,” katanya.

Ketika tragedi Bom Bali, menurut Rai Suryawijaya, sektor perhotelan masih bisa running meskipun dengan single digit. Artinya masih dalam angka 9 persen okupansinya. Okupansinya juga mengalami penurunan selama tiga bulan. Namun masih banyak terbantu dari wisatawan domestik dan pangsa pasar Asia. Sehingga tingkat huniannya masih berkisar 20 persen. Tidak total off operasionalnya seperti sekarang ini.

“Ini kan total off. Tidak ada. Semua negara ban (Melarang)dan kita juga menutup untuk pencegahan dari COVID-19 ini. Kita juga menutup. Jadi tidak ada arrival. Jadi arrival yang hari ini dari internasional flight adalah dari PMI (Pekerja Migran Indonesia) yang berasal dari Bali,” ungkapnya.

Meski demikian, ia mengakui tentu butuh kesolidan dari semua pihak untuk memprioritaskan kesehatan dan keselamatan masyarakat. Terlebih dalam mengatasi pandemik COVID-19 supaya segera berakhir.

2. Puluhan ribu kamar hotel di Bali kosong. Sembilan puluh enam persen hotel di Bali telah menutup kegiatan operasionalnya hingga merumahkan karyawan

Foto hanya ilustrasi. (IDN Times/Reynaldy Wiranata)

Dari catatan yang ia kantongi, total ada 102 ribu kamar hotel tersebar di wilayah Kabupaten Badung. Sementara jumlah total di seluruh Bali sebanyak 146 ribu kamar hotel.

“96 persen ditutup (Hotel). Hampir semuanya ditutup. Bagaimana orang nggak ada tamu,” ujar Rai Suryawijaya.

Sedangkan empat persen sisanya, hotel masih buka dengan pertimbangan siapa tahu ada yang mau karantina mandiri di hotel. Namun jumlah ini tidak banyak.

Rai Suryawijaya melanjutkan, kondisi hotel berbintang di Bali saat ini masih bisa menanggung gaji karyawan sampai tiga bulan saja (Sesuai kekuatan perusahaan normalnya tiga bulan). Sementara hotel-hotel yang tidak berbintang, termasuk vila, mereka memilih melakukan PHK terhadap karyawannya.

Kalau berbicara omzet, kondisinya tentu sangat bervariatif. Ia mengambil contoh sebelum wabah COVID-19. Hotel berbintang yang setiap bulannya bisa mengantongi omzet Rp15 miliar hingga Rp20 miliar, kini setelah ada wabah COVID-19 omzetnya turun drastis hingga Rp0 (Nol Rupiah).

“Variatif. Itu pendapatan kotor namanya omzet. Jadi kita tidak bisa melihat begitu (Ditanyai kerugian). Jadi Bali sudah kehilangan triliunan dengan dampak COVID-19 ini,” ungkap Rai Suryawijaya.

Baca Juga: Tanpa Biaya! Begini Cara Urus Penangguhan Kredit KKB dan KPR di BRI

Berita Terkini Lainnya