Millenial Bisa Jadi Kunci Suksesnya Ekowisata di Bali, Bener Gak Ya? 

Penelitian Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra Surabaya

Denpasar, IDN Times – Bali termasuk salah satu dari lima daerah di Indonesia yang menjadi objek penelitian ekowisata millenial yang dilakukan oleh tim dari Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra Surabaya. Penelitian dilakukan sejak tahun 2019 di tiga lokasi di Bali di antaranya di Taman Nasional Bali Barat sampai area Pemuteran, di Kemetug, Kabupaten Tabanan dan Turtle Conservation and Education Center (TCEC) Serangan, Denpasar.

1. Penelitian mengambil wilayah lima pulau di Indonesia

Millenial Bisa Jadi Kunci Suksesnya Ekowisata di Bali, Bener Gak Ya? Pantai Berawa (IDN Times/Ayu Afria)

Dosen Fakultas Pariwisata Universitas Ciputra Surabaya, Dewa Gde Satrya menyampaikan bahwa pihaknya melakukan penelitian ekowisata millenial ini bersama dua peneliti lainnya. Tahun 2020 ini menjadi fase uji coba atas temuan model penelitian yang sudah ia rumuskan hasil penelitiannya pada tahun sebelumnya.

“Jadi penelitian kami ini mengambil wilayah lima pulau di Indonesia. Jawa, Bali, NTB, Sumatera, dan Sulawesi. Dan di masing-masing pulau kami melakukan pendalaman ke destinasi yang terkait dengan ekowisata dan kami juga menemui kelompok yang menjadi target sasaran kami yakni kelompok millenial gitu,” jelasnya.

Baca Juga: Serunya Sunset Hangouts di Sailing Catamaran Bali, Hanya Rp300 Ribu 

2. Pentingnya millenial untuk ekowisata

Millenial Bisa Jadi Kunci Suksesnya Ekowisata di Bali, Bener Gak Ya? Destinasi Wisata Catamaran mulai dilirik saat pandemik (IDN Times/Ayu Afria)

Dewa Gde Satrya mengungkapkan ada dua urat nadi penting dalam konsep ekowisata yakni aspek edukasi dan aspek konservasi. Ia menggunakan model penelitian yang diyakini tim-nya akan bisa merubah wajah ekowisata di Indonesia. Model tersebut dinamainya dengan The Hepta-helix of Millennials Ecotourism.

“Kami meyakini bahwa melalui model ini, wajah atau paras ekowisata Indonesia ini akan bisa berubah gitu,” jelasnya.

Model tersebut memadukan keseimbangan peran antara kelompok perguruan tinggi, Non Governmental Organization (NGO), media, pemerintah, komunitas setempat, perusahaan, dan kelompok konsumen millenial.

“Untuk menjadikan ekowisata berdaya guna dan berdampak baik bagi Indonesia. Ini sudah clear, jelas bahwa millenial ini yang jadi harapan ya. Harapan terhadap ekowisata saat ini maupun masa mendatang,” ucapnya.

Mengapa demikian? Timnya mengaku mendapatkan sinyal positif di tengah wabah COVID-19. Wabah ini tidak hanya memberikan efek negatif namun rupanya ada aspek lain yang ternyata membuka kesadaran yakni kebenaran terkait prinsip ekowisata yang bakal menjadi prinsip baru dan gaya hidup baru dunia wisata. Kelompok millenial ini dinilai berperan sangat penting untuk mengembalikan keadaan usai pandemik.

“Melihat bahwa millenial ini lebih kepada keinginannya mengeksplorasi alam begitu,” ungkapnya.

Baca Juga: 5 Bulan Tutup karena Corona, Pariwisata Bali Resmi Dibuka Kembali 

3. Bali sempat disorot menjadi tempat pembantaian penyu

Millenial Bisa Jadi Kunci Suksesnya Ekowisata di Bali, Bener Gak Ya? penyu hijau yang akan dilepasliarkan (Dok.IDN Times/Istimewa)

Sementara itu mewakili TCEC Serangan, I Wayan Dedi menyampaikan bahwa TCEC memang dari awal bersinergi dengan alam yakni mengombinasikan antara edukasi dan konservasi. Berangkat dari kejadian tahun 1998, Bali sempat menjadi sorotan dunia sebagai tempat pembantaian penyu. Sementara penyu saat itu juga didatangkan dari luar Bali. Terlebih Bali sendiri juga memiliki budaya upacara yang harus menggunakan penyu (korban suci) sebagai sarana upacaranya.

“Jadi budaya itu yang dijadikan kedok perburuan penyu semakin banyak. Sehingga menyebabkan di beberapa tempat tidak hanya di Bali terjadi penurunan populasi penyu yang sangat drastis. Dengan inisiasi itulah TCEC didirikan untuk menekan angka eksploitasi perburuan penyu,” jelasnya.

Tidak hanya sebatas itu, TCEC pun memberikan edukasi terkait dengan illegal trading, pencemaran lingkungan terutama plastic bag dan tumpahan oli dari kapal. Termasuk rescue bycacth yang sering terjadi.

Yunus Kaja, mahasiswa Fakultas Perikanan dari Universitas  Artha Wacana Kupang menyampaikan bahwa tahun 2019 lalu ia sempat mengikuti kegiatan di TCEC Serangan. Ia mengaku dapat belajar banyak jenis-jenis penyu serta tahapan konservasinya hingga pelepasliaran kembali.

“Menurut saya itu kalau berwisata ke TCEC sangat bagus. Itu dapat belajar banyak jenis penyu sehingga yang pergi ke situ dapat belajar,” ungkapnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya