Ricky Fajrin (merah) saat berusaha melewati hadangan pemain PSIM Yogyakarta (putih). (Instagram.com/baliunitedfc)
Hingga pekan keenam, lini pertahanan Bali United masih belum ada tanda-tanda perubahan signifikan. Benteng pertahanan Serdadu Tridatu seolah-olah belum tersentuh evaluasi. Bali United memainkan strategi ofensif ala Eropa dengan garis pertahanan yang lebih tinggi atau maju ke depan.
Sayangnya, Bali United tidak punya pemain yang kemampuan larinya dan stopper yang baik. Player marking, Ricky Fajrin dan kawan-kawan, di lini belakang tidak terlihat ketat, bahkan terlihat longgar. Apalagi, dua wing back, Made Andhika Wijaya dan Ricky Fajrin, lebih sering ditarik maju membantu serangan. Beberapa kali gol ke gawang Mike Hauptmeijer melalui skema serangan balik cepat memanfaatkan kelemahan lini belakang Serdadu Tridatu.
Lemahnya lini belakang juga terjadi saat menghadapi PSIM Yogyakarta. Pada menit ke-10, serangan balik PSIM Yogyakarta melalui Haljeta berhasil mengoyak jala Bali United. Walaupun gol ini dianulir wasit setelah melihat rekaman VAR (Video Assistant Referee), namun terlihat barisan pertahanan Bali United tidak siap menghadapi serangan balik.
Tiga gol PSIM juga memperlihatkan bagaimana rapuhnya lini pertahanan Serdadu Tridatu. Gol Raka Cahyana pada menit ke-34 terjadi karena ia tidak mendapatkan pengawalan saat PSIM Yogyakarta melakukan serangan. Raka dengan leluasa melesatkan tendangan ke gawang Bali United.
Giliran Ezequiel Vidal yang membobol gawang Bali United pada injury time babak pertama, memanfaatkan tendangan bebas. Tidak ada sama sekali pemain Bali United yang menjaga dan melihat pergerakan Vidal. Sehingga ia dengan mudah menendang bola ke arah gawang. Gol ketiga PSIM Yogyakarta pada menit ke-79 tidak jauh beda. Anton Fase dengan mudahnya mencetak gol tanpa adanya kawalan berarti dari pemain Bali United.