Permainan Tradisional di Klungkung Nyaris Punah

Kapan terakhir kali adikmu main tradisional?

Klungkung, IDN Times - Pesatnya perkembangan teknologi membawa dampak yang signifikan terhadap pergeseran tingkah laku dan budaya masyarakat, tak terkecuali pada anak-anak. Harga smartphone yang semakin terjangkau membuat hampir setiap anak-anak memilikinya.

Pergeseran itu semakin menjadi-jadi semenjak menghadirkan berbagai permainan seperti Mobile Legend, PUBG, dan Free Fire yang semakin digandrungi. Kehadiran teknologi membuat permainan tradisional kian ditinggalkan.

Berikut ini ulasan berbagai permainan tradisional di Kabupaten Klungkung yang kian hari semakin jarang atau bahkan tidak pernah lagi dimainkan oleh anak-anak zaman sekarang:

Baca Juga: Jadi Warisan, Mengenal Permainan Megoak-goakan Ciptaan Raja Buleleng

1. Permainan metembing hingga megala-gala nyaris punah di Klungkung

Permainan Tradisional di Klungkung Nyaris PunahDok.IDN Times/Pemkab Klungkung

Seorang warga Desa Sampalan, Wayan Gatra (45), mencoba mengingat-ingat kembali bagaimana segelincir kisah masa kecilnya. Kala itu tentu teknologi belum berkembang seperti sekarang. Ia menceritakan, pada masa itu anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu bermain di luar rumah.

"Berbeda sekali tentu dulu dan sekarang. Sekarang semua anak-anak main handphone (HP), generasi nunduk (Menunduk) semua. Saat main HP sekarang kan semua nunduk?" ungkapnya, Jumat (4/6/2021).

Menurut Gatra, ada beberapa permainan tradisional yang dahulu anak-anak sangat gemar untuk memainkannya. Permainan metembing, misalnya.

Permainan olahraga ini yaitu memasukkan koin ke dalam lubang tanah. Para pemain harus mengundi dulu dengan cara melemparkan koin ke lubang tersebut dalam jarak tertentu. Pemain yang berhasil memasukkan atau setidaknya mendekati lubang tersebut, maka dia bermain lebih dulu. Pemain pertama harus melemparkan beberapa koin ke dalam lubang. Apabila tidak berhasil masuk, pemain lain menunjuk satu koin tersebut dan pemain pertama harus melempar koinnya hingga mengenai koin yang ditunjuk. Kalau tidak terkena, maka harus bergantian dengan pemain lain lalu melakukan cara serupa. Permainan ini dinilainya dapat melatih ketangkasan dan akurasi lemparan para pemain.

"Sekarang hampir tidak ada lagi anak-anak yang bermain tembing di lingkungan saya," ujarnya.

Warga lain, Putu Yasa (36), juga mengungkapkan hal serupa. Dulunya ada permainan tradisional yang kerap dimainkan oleh anak-anak. Yaitu megala-gala. Megala-gala merupakan permainan tradisional yang dilakukan beberapa orang untuk melewati rintangan. Kalau di Jawa, permainan ini disebut gobak sodor.

"Dulu setiap pulang sekolah, pasti bermain megala-gala. Sekarang sudah jarang, bahkan hampir punah," ungkapnya.

Tak hanya megala-gala saja, kata Yasa mulai jarang dimainkan. Meong-meongan, kelereng, dan bola bekel yang kerap menjadi permainan anak-anak era 90an saja sudah jarang dimainkan.

"Permainan kelereng, bola bekel yang sering dimainkan anak-anak era 90an saja sudah jarang dimainkan. Apalagi yang era sebelumnya, seperti megala-gala. Zaman terus berubah, dan kita harus sadari permainan masa kita dulu, sangat berbeda dengan masa saat ini."

2. Anak-anak mulai meninggalkan permainan tradisional yang menyehatkan

Permainan Tradisional di Klungkung Nyaris PunahDok.IDN Times/Pemkab Klungkung

Sebagai lulusan Ilmu Kajian Budaya di Universitas Udayana (Unud), menurut Yasa pergeseran aktivitas anak-anak yang mulai meninggalkan permainan tradisional harus menjadi perhatian serius. Meninggalkan permainan tradisional sama halnya dengan meninggalkan permainan yang menyehatkan.

"Permainan anak-anak dulu kebanyakan olah fisik, yang tentu menyenangkan dan menyehatkan," katanya.

Hal ini berbeda dari anak-anak zaman sekarang yang hanya gemar bermain di smartphone. Selain minim olah fisik, mata menjadi rentan lelah dan mengalami gangguan apabila keseringan melihat layar smartphone.

"Meskipun ada e-sport, tapi memang main smartphone minim olah fisik. Walau tidak semua, tapi kebanyakan sekarang anak-anak berjam-jam bermain game online. Ini tidak bagus juga. Harus seimbanglah dengan olah fisik," jelasnya.

Fenomena masyarakat yang seperti itu akan sulit diubah. Maka jalan satu-satunya adalah lembaga pendidikan dituntut aktif untuk menghadirkan permainan tradisional di sekolah. Kalau masuk ke dalam kurikulum, permainan tradisional tersebut akan selalu lestari. Anak-anak juga semakin mengetahui dan pernah merasakan permainan masa lalu, meskipun digempur oleh berbagai permainan modern. Serta yang paling penting, permainan tradisional ini menyehatkan.

"Kalau di rumah sulit diarahkan, maka sekolahlah yang dalam kurikulumnya wajib kembali menghadirkan permainan tradisional. Ini bisa diselipkan dalam muatan lokal," sarannya.

3. Pelestarian permainan tradisional menjadi tantangan pemerintah

Permainan Tradisional di Klungkung Nyaris PunahDok.IDN Times/Pemkab Klungkung

Kepala Dinas Kebudayaan Klungkung, Ida Bagus Jumpung, mengungkapkan pihaknya sudah berusaha untuk mengembalikan gairah dan memperkenalkan permainan tradisional kepada anak-anak di Kabupaten Klungkung. Misalnya, permainan tradisional megala-gala dan egrang (Enggrang) yang wajib dilombakan pada saat peringatan Hari Puputan Klungkung atau HUT Kemerdekaan RI.

"Setiap menjelang hari kemerdekaan, pasti selalu digelar lomba permainan tradisional. Seperti megala-gala dan enggrang," ungkapnya.

Ia juga tidak memungkiri pelestarian permainan tradisional menjadi tantangan bagi pemerintah, di tengah gempuran produk dan teknologi.

"Ke depan kami akan genjot terus permainan tradisional ke anak-anak. Selain agar tidak punah, ini juga menjadi dasar untuk pendidikan karakter siswa," terangnya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya