Unik, Penduduk Desa di Bali ini Jadi Pelukis Klasik Kamasan

Anak-anaknya saja bisa melukis. Coba, tebak di mana?

Desa Kamasan selama ini dikenal sebagai sentra kesenian di Kabupaten Klungkung. Berbagai karya seni khas Klungkung, lahir dari masyarakat di desa ini. Satu di antaranya seni lukisan wayang yang telah menjadi jati diri masyarakat di Desa Kamasan.

Bahkan seni lukis klasik Kamasan Bali ini telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia tahun 2015, yang diusulkan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Provinsi Bali. 

Seperti apa keunikan lukisan ini?

1. Berkembang pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong

Unik, Penduduk Desa di Bali ini Jadi Pelukis Klasik KamasanIDN Times/Wayan Antara

Baca Juga: Ada Sejak Zaman Kerajaan, 5 Kampung Islam di Bali ini Hidup Harmonis

Desa Kamasan sudah menjadi pusat kesenian sejak masa Kerajaan Klungkung. Berdasarkan catatan sejarah, mulai dari pemerintahan hingga hasil kebudayaan, termasuk karya seni di Klungkung, mencapai kejayaannya saat Kerajaan Gelgel dipimpin oleh Dalem Waturenggong.

Pada masa itu, muncul nama-nama legenda lukisan wayan Kamasan seperti Mahodara. Namanya sangat termasyur di kalangan maestro lukis wayang Kamasan. Ia adalah sosok legenda yang disebut-sebut pertama kali mempopulerkan seni lukis wayang Kamasan.

Regenerasi terus berlangsung selama berabad-abad. Pada era transisi abad ke-18 hingga ke-19, muncul nama seniman lukisan Kamasan termuka, seperti I Rambug (1850-1925) dan anaknya Nyoman Dogol (1875-1963).

Keduanya menjadi pemimpin pemolesan lukisan wayang Kamasan di langit-langit/plavon bangunan Kerta Gosa pada tahun 1918 sampai 1933.

2. Anak-anak di Desa Kamasan sejak kecil diajarkan cara melukis wayang

Unik, Penduduk Desa di Bali ini Jadi Pelukis Klasik KamasanIDN Times/Wayan Antara

Pada era modern, sosok seniman seni lukis wayang Kamasan yang terkenal adalah I Nyoman Mandra (1945-2018). Ia sangat terobsesi dengan pamannya, Nyoman Dogol.

Mulai menginjak dewasa, Nyoman Mandra dalam setiap karyanya mampu memberikan kesan yang khas dibandingkan para pendahulunya (Rembug dan Dogol). Namun tetap tidak lepas dari pakem seni lukis Kamasan.

Namun almarhum I Nyoman Mandra, dikenal sebagai sosok yang mengabdikan hidupnya untuk melestarikan seni wayang klasik Kamasan. Hampir seluruh pelukis wayang Kamasan di Desa Kamasan generasi saat ini, merupakan didikan dari Nyoman Mandra.

Hingga di penghujung hidupnya, Nyoman Mandra aktif mengajar anak-anak di Desa Kamasan untuk melukis seni wayang Kamasan secara gratis di sanggarnya. Bagi masyarakat di Desa Kamasan, seni lukis wayang tidak bisa lepas dari kehidupan mereka.

Karena sejak kecil anak-anak di Desa Kamasan sudah menekuni seni lukis wayang Kamasan.

3. Diwarnai dengan batu gamping

Unik, Penduduk Desa di Bali ini Jadi Pelukis Klasik KamasanIDN Times/Wayan Antara

Banyak hal yang menarik dari lukisan Kamasan ini, khususnya dari teknik pewarnaannya. Sejak dahulu hingga sekarang, lukisan ini masih mempertahankan teknik pewarnaannya secara alami.

Kanvas pada seni lukis wayang Kamasan menggunakan kain blacu. Pensilnya masih menggunakan lidi pohon aren, dan untuk perwarnanya masih memakai batu pere (Gamping).

Batu gamping yang akan digunakan sebagai pewarna, harus dicelupkan terlebih dulu ke dalam air. Selanjutnya, batu dikikis sampai menghasilkan serpihan berupa bubuk, yang dapat difungsikan sebagai tinta berwarna khas kuning kecokelatan, yang menjadi warna dasar khas dari lukisan Kamasan.

4. Mengisahkan cerita Epos pewayangan hingga karma phala

Unik, Penduduk Desa di Bali ini Jadi Pelukis Klasik KamasanInstagram.com/wayangkamasan_

Baca Juga: Mengunjungi Pura Lebaoh Nusa Ceningan, Cocok Untuk Yoga & Meditasi

Kisah yang tertuang dalam seni lukisan Kamasan, biasanya memiliki nilai filosofis bagi kehidupan masyarakat di Bali. Umumnya menceritakan epos cerita Ramayana, Mahabharata, kisah tentang men brayut, pelelintangan hingga tentang Karma Phala.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya