Asal Mula Nama Pura Tap Sai di Karangasem

Pura ini biasa dipakai untuk memohon rejeki hingga keturunan

Karangasem, IDN Times - Pura Pajinengan Gunung Tap Sai berada di Dusun Puragae, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem. Jaraknya sekitar 25 menit dari Pura Besakih. Sesampainya di sana, disambut oleh pemandangan indah yang menyejukkan.

Pura Paninengan Tap Sai dikelilingi tebing dari tiga bukit. Yaitu Bukit Lebeg, Bukit Jineng, dan Bukit Tapis. Pura ini biasanya didatangi orang-orang untuk memohon rejeki dan keturunan. Bagi yang hendak sembahyang ke Pura Tap Sai, berikut alur dan perlengkapan sembahyang yang harus dibawa.

1. Nama Tap Sai berasal dari metapa sai sai

Asal Mula Nama Pura Tap Sai di KarangasemPura Tap Sai Karangasem, Bali (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Seorang pemangku Pura Tap Sai, Mangku Kebut, mengatakan Pura Tap Sai sebenarnya bernama Pura Pajinengan. Disebut demikian karena berada di lereng Gunung Agung. Nama Jineng itu menurutnya diambil dari nama Bukit Jineng yang ada di sana. Lalu kenapa bisa menjadi Pura Tap Sai? Menurut Mangku Kebut, sebutan ini lebih awam digunakan oleh masyarakat di luar desa.

"Tap Sai itu berawal dari kata matapa sesai atau sai-sai (setiap hari bertapa atau bersemedi-red). Oleh karena semakin sering diucapkan, malah menjadi Tap Sai," ujarnya, Sabtu (31/8/2024).

Suasana Pura Tap Sai memang sangat tenang dan sejuk. Suara air mengalir jelas terdengar, karena pura ini dikelilingi tebing. Lokasinya memang sangat pas buat yang ingin melakukan meditasi atau bersemedi.

2. Alur sembahyang yang harus ditaati ketika sembahyang ke Pura Tap Sai

Asal Mula Nama Pura Tap Sai di KarangasemPura Tap Sai, Karangasem, Bali (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Sembahyang ke Pura Tap Sai ada alur yang harus diikuti. Alur ini sudah tertera di papan pengumuman. Sehingga tinggal diikuti saja oleh pamedek (sebutan umat Hindu yang bersembahyang).

Menurut Mangku Kebut, pamedek tidak bisa langsung datang ke bagian Mandala Utama tempat tiga dewi berstana yakni Dewi Saraswati, Dewi Sri, dan Dewi Laksmi atau disebut Bhatara Rambut Sedana atau juga disebut dengan nama Tri Upa Sedana. Tetapi harus minta izin dulu dari bawah, kemudian melakukan pengelukatan sebelum diperbolehkan masuk ke Mandala Utama.

Alur persembahyangan yang harus dilakukan di Pura Tap Sai yaitu dimulai dari paling bawah di Pelinggih Ratu Penyarikan Pengadang-adang. Lalu dilanjutkan sembahyang di Pelinggih Ratu Gede Mekele Lingsir. Setelahnya ada Pelinggih Widyadara-Widyadari. Kemudian berlanjut pangayengan Dalem Ped (Pura Dalem Ped di Nusa Penida).

Setelah dari sana, lanjut naik lagi menuju ke beji. Selama di beji, pamedek melukat dengan tirta yang bernama tirta bang. Setelah melukat di beji ini, baru diperkenankan masuk ke area madya mandala. Di sana terdapat sebuah Pelinggih Ganesha, atau oleh pamangku setempat disebut Sanghyang Gana. Setelah nangkil di sana, dilanjutkan ke utama mandala yang merupakan komplek Pelinggih Ida Bhatari Tri Upa Sedana. Pelinggih Lingga Yoni juga ada di sini. Setelah itu, dilanjutkan sembahyang di Pelinggih Ida Betari Ratu Niang Bungkut.

3. Meminta rejeki dan keturunan

Asal Mula Nama Pura Tap Sai di KarangasemPura Tap Sai Karangasem Bali (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Menurut Mangku Kebut, rata-rata orang yang datang bersembahyang ke Pura Tap Sai ini bertujuan untuk meminta rejeki dan keturunan.

"Sebenarnya memohon apa pun bisa di sini. Tetapi kebanyakan meminta rejeki dan keturunan," ujarnya.

Perlengkapan sembahyang yang harus dibawa oleh pamedek adalah pejati setidaknya empat atau enam buah, canang, tempat untuk nunas tirta, serta bungkak untuk melukat.

"Untuk melukat satu bungkak itu untuk satu orang," kata Mangku Kebut.

3. Sembahyang ke Pura Tap Sai sekaligus membeli madu asli

Asal Mula Nama Pura Tap Sai di KarangasemPura Tap Sai, Karangasem, Bali (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Selain bersembahyang, para pamedek yang datang ke Pura Tap Sai juga bisa berburu madu asli. Sebab warga di sekitarnya merupakan peternak lebah madu. Sehingga tidak heran, banyak botol-botol madu berbagai ukuran dipajang di sana, baik itu madu biasa maupun madu kela-kela. Harganya pun lumayan murah untuk ukuran madu asli, yaitu di kisaran Rp50 ribu hingga Rp240 ribu. Menurut Ketut Mangku Tirta, ia termasuk peternak lebah madu.

"Iya, masuk dalam kelompok lebah madu. Ada 100 orang dalam satu kelompok," jelasnya.

Rumah lebah madu para peternak ada yang di dalam hutan, dan ada juga di rumahnya masing-masing. Waktu panennya hanya dua bulan dalam satu tahun, yaitu Agustus dan September.

"Meski panennya sekali setahun selama dua bulan, tetapi madu tetap ada untuk dijual karena rata-rata peternak punya stok," kata Mangku Tirta.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya