Sejarah Kabupaten Jembrana, Dulu Disebut Tempat Jin Buang Anak

Almarhum Gus Dur yang pernah mengatakan hal itu

Bali bagian barat dikenal sebagai daerah penghubung antara Pulau Dewata dengan Pulau Jawa. Pelabuhan Gilimanuk di Kabupaten Jembrana menjadi pintu masuk bagi penduduk Indonesia maupun wisatawan asing (Wisman) yang melakukan perjalanan darat ke Bali melalui Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Sebagai daerah penghubung, maka penduduk Jembrana pun beragam.

Pada buku Ragam Budaya Jembrana (2019), IBK Dharma Santika Putra menuliskan tentang penyair dan budayawan Umbu Wulang Landu Paranggi yang pernah menyebut Jembrana sebagai Indonesia Kecil.

Di Jembrana, Umbu menemukan bentuk karya budaya yang sangat beragam, tak ubahnya miniatur budaya Indonesia. Selain itu, masyarakat Jembrana juga memiliki akar Bahasa Melayu yang kuat. Ada pula yang menyebut Jembrana sebagai Bali yang Lain.

Sementara itu, dalam bukunya berjudul Revolusi di Nusa Damai, penulis Amerika yang pernah diangkat sebagai anak oleh Raja Klungkung, Ketut Tantri, menuturkan menangkap aura yang sama ketika pertama kali menginjakkan kakinya di kawasan Bali Barat.

Menurutnya, ia tidak menangkap aura Bali di Gilimanuk. Ketut Tantri hanya menulis dirinya terdampar di sebuah pantai. Hanya ada monyet hitam (Lutung) dan tak ada orang-orang yang menghaturkan sesajen di sepanjang jalan.

Berbeda dengan Umbu maupun I Ketut, Presiden Republik Indonesia (RI) ke-4, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), pernah menyebut Jembrana sebagai Tempat Jin Buang Anak. Hal itu disampaikan dalam pidato di Lapangan Umum Negara. Jembrana dulu menjadi daerah buangan bagi para pembangkang di pusat-pusat kekuasaan di Bali, termasuk Kerajaan Mengwi, Badung. Namun mantan Bupati Jembrana, IB Indugosa SH, menyebut tanah kelahirannya sebagai Taman Sari Bhinneka Tunggal Ika.

Seperti apa sejarah Kabupaten Jembrana? Simak yuk ulasannya di bawah ini:

Baca Juga: Sejarah Kabupaten Badung, Pernah Menjadi Pusat Perdagangan Budak

1. Diprediksi bahwa komunitas di Jembrana sudah ada sejak 6.000 tahun lalu

Sejarah Kabupaten Jembrana, Dulu Disebut Tempat Jin Buang AnakBunut Bolong, Jembrana, 1928. (KITLV via SejarahJembrana)

Pada buku Ragam Budaya Jembrana terbitan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Jembrana itu juga dijelaskan, bahwa nama Jembrana muncul terkait dengan kawasan hutan belantara (Jimbar-Wana) yang dihuni oleh raja ular (Naga-Raja). Dari bukti-bukti arkeologis, diprediksi bahwa komunitas di Jembrana sudah ada sejak 6.000 tahun silam. Sementara apabila dikaji dari perspektif semiotik, asal usul nama tempat atau kawasan di Jembrana mengacu pada nama-nama fauna dan flora.

Raja I yang memerintah di Puri Gede Agung Jembrana adalah I Gusti Ngurah Jembrana. Kala itu keraton menjadi pusat pemerintahan. Lengkap pula dengan adanya rakyat pengikut (Wadwa), busana kerajaan, dan barang-barang pusaka. Guna memperbesar kewibawaan, kerajaan memiliki sebuah keris yang diberi nama Ki Tatas.

Namun pada awal abad XIX, dibangun keraton baru yang diberi nama Puri Agung Negeri. Selanjutnya dikenal dengan sebutan Puri Agung Negara dan menjadi pusat pemerintahan birokrasi. Ketika itu kerajaan dipimpin oleh Raja Jembrana, I Gusti Gede Seloka Keraton. Birokrasi pemerintahan kerajaan tradisional berakhir tahun 1855.

Raja Jembrana V (Sri Padoeka Ratoe), I Goesti Poetoe Ngoerah Djembrana (1839-1855), memimpin Kerajaan Jembrana yang otonom. Pada 30 Juni 1849, ditandatangani piagam perjanjian persahabatan bilateral antara pihak pemerintah kerajaan dengan pihak pemerintah Kolonial Hindia Belanda (Gubernemen).

Birokrasi pemerintahan kerajaan tradisional kemudian berubah menjadi birokrasi modern. Pemerintahan daerah dikepalai oleh seorang kepala pribumi (Regent) dan status ini berlangsung selama 26 tahun (1856-1882). Pejabat ini masuk dalam struktur birokrasi Kolonial Modern Gubernemen yang berpusat di Batavia.

Baca Juga: Sejarah Kabupaten Gianyar, Jepang Pernah Terapkan Sistem Kerja Paksa

2. Dulu Jembrana masuk dalam Keresidenan Bali dan Lombok

Sejarah Kabupaten Jembrana, Dulu Disebut Tempat Jin Buang AnakMeriam Bugis Loloan di Puri Agung Negara. (Eka Sabara via SejarahJembrana)

Tim Penulis Yayasan Bali Kauh juga menyebutkan bahwa terjadi dua peralihan status pada masa kepemimpinan Raja Jembrana VI, I Gusti Ngurah Made Pasekan. Pada tahun 1855-1862, sebagai Raja Jembrana. Namun pada tahun 1862-1866, berganti status menjadi regent (Bupati) dan raja berkedudukan di Puri Pacekan Jembrana.

Reorganisasi pemerintahan daerah dilakukan berdasarkan Staatsblad Nomor 123 Tahun 1882. Akhirnya wilayah administratif Bali dan Lombok memiliki status keresidenan tersendiri. Keresidenan Bali dan Lombok dibagi menjadi dua daerah (afdelingen) yakni Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana. Ibu kota untuk kedua daerah itu adalah Singaraja. Gubernemen ingin mengakhiri kebiasaan menyebut nama Ibu kota Afdeling Buleleng dan Jembrana di Keresidenan Bali dan Lombok dengan lebih dari satu nama.

Ada tiga distrik untuk Afdeling Jembrana, di antaranya Distrik Negara, Jembrana, dan Mendoyo yang masing-masing dipimpin oleh seorang punggawa. Khusus untuk Komunitas Islam dan Komunitas Timur Asing dikepalai oleh seorang Perbekel, karena dipandang sebagai daerah yang unik dari sudut interaksi dan integrasi antar etnik dan antar umat beragama.

Selanjutnya, ditetapkanlah Singaraja dan Negara sebagai ibukota dari masing-masing afdeling. Keputusan itu berdasarkan Staatsblad Van Nederlandsch - Indie Nomor 175 Tahun 1895. Sejak saat itu, nama Negara untuk daerah bagian Afdeling Jembrana.

3. Anak Agoeng Bagoes Negara paling lama memimpin Jembrana

Sejarah Kabupaten Jembrana, Dulu Disebut Tempat Jin Buang AnakMobil polisi dan iring-iringan kendaraan yang membawa jenasah Uskup Denpasar ke Palasari Jembrana, tahun 1982. (geheugenvannederland.nl via instagram.com/SejarahJembrana)

Tepat pada tanggal 1 Juli 1938, daerah (afdeling, regentschap) Jembrana dan area lainnya di Bali ditetapkan sebagai daerah swapraja (zelfbestuurlandschapen). Masing-masing daerah dipimpin oleh Zelfbestuurder (Raja). Sebelumnya, Raja di Swapraja Jembrana yakni Anak Agoeng Bagoes Negara, dan raja-raja di swapraja lainnya di seluruh Bali sudah menyatakan kesetiaannya terhadap pemerintah gubernemen. Bahkan Anak Agoeng Bagoes Negara memimpin selama 29 tahun, paling lama dibandingkan dengan pejabat lainnya.

Nama Jembrana beserta dengan Ibu Kotanya Negara, pada masa kepemimpinan Anak Agoeng Bagoes Negara tercatat dengan sangat baik dalam sejarah. Baik pada saat periode Pendudukan Jepang, Kemerdekaan Republik Indonesia, masa ditetapkannya Negara Indonesia Timur, hingga ke periode terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Baca Juga: 11 Gedung Bioskop Legendaris di Bali, Hanya Satu Saja yang Masih Eksis

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani
  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya