Sejarah Kabupaten Gianyar, Jepang Pernah Terapkan Sistem Kerja Paksa

Jalan-jalan ke Ubud sambil pelajari sejarahnya ya

Kabupaten Gianyar dikenal sangat lekat dengan kesenian. Banyak seniman asing pernah melalui proses kreatifnya di kabupaten yang terletak di bagian tengah Pulau Bali ini. Area Sukawati, Ubud, Tegallalang menjadi destinasi favorit para wisatawan domestik (Wisdom) maupan mancanegara (Wisman).

Keberadaan Gianyar masa kini tentu tidak bisa lepas dari sejarah, termasuk ketika masa penjajahan Belanda dan Jepang. Para turis yang menikmati keindahan Ubud mungkin tidak menyadari, bagaimana perjuangan rakyat Bali di masa lampau berjuang meraih kemerdekaan dan lepas dari cengkraman penjajah.

Selama ini mungkin kamu sudah sering bepergian ke Kabupaten Gianyar. Tetapi apakah kamu tahu bagaimana sejarah daerah tersebut? Biar lebih jelas, kamu bisa simak di bawah ini yuk sejarah Kabupaten Gianyar:

Baca Juga: Asal Usul Nama Denpasar, Pertama Kali Disebut oleh Orang Belanda

1. Berdirinya Kota Gianyar berada di bawah kekuasaan Raja pertama Gianyar, Ida I Dewa Manggis Shakti

Sejarah Kabupaten Gianyar, Jepang Pernah Terapkan Sistem Kerja PaksaPeta kuno Pulau Bali, tahun 1849. (Atlas Van Stolk via instagram.com/Sejarah Bali)

Berdasarkan buku yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan Kabupaten Gianyar bekerja sama dengan Pusat Kebudayaan Bali Universitas Udayana tahun 2015, disebutkan bahwa pada tahun 1770, I Dewa Manggis Shakti mulai membangun puri sebagai pusat kerajaan.  Dahulunya, tempat tersebut adalah sebuah geria (Griya). Akhirnya, setelah bangunan puri baru selesai dibangun, namanya berubah menjadi Geria-Anyar (Rumah Baru).

Dari sanalah cikal bakal munculnya nama Kota Gianyar, yakni dari Geria-Anyar. Upacara Melaspas dan Memungkah Agung puri dilakukan pada tanggal 19 April 1771. Akhirnya tanggal 19 April 1771 ditetapkan sebagai hari berdirinya Kota Gianyar di bawah kekuasaan Raja pertama Gianyar, Ida I Dewa Manggis Shakti. Hari Ulang Tahun Kota Gianyar pun selanjutnya dirayakan setiap tanggal 19 April. 

Pada buku berjudul Branding Kabupaten Gianyar, Representasi Identitas Kabupaten Seni dan Kabupaten Pusaka di Tengah Komunikasi Lokal, Nasional, dan Internasional itu, terungkap pula bahwa sesungguhnya awal mula berdirinya Kerajaan Gianyar terkait dengan tokoh kesatria I Dewa Manggis Kuning yang bermukim di Alas Bengkel (Kini Desa Beng di sebelah utara kota Gianyar). Di area tersebut, I Dewa Manggis Kuning membangun pusat pemukiman.

Baca Juga: Sejarah Berdirinya Karangasem Bali, Pusat Perkantorannya Pernah Hanyut

2. Hubungan Gianyar dengan Badung, Mengwi, Bangli, dan Klungkung pernah tidak harmonis

Sejarah Kabupaten Gianyar, Jepang Pernah Terapkan Sistem Kerja PaksaUpacara Selamatan Kedatangan Presiden Soekarno di Tampaksiring, Gianyar tahun 1951. (Arsip dan Perpustakaan Provinsi Bali via instagram.com/Sejarah Bali)

Tim penyusun buku tersebut yakni I Wayan Pastika, I Ketut Ardhana, I Wayan Dibia, I Wayan Geriya, Anak Agung Gd. Raka, dan I Dewa Ngurah Anom menuliskan pada masa kekuasaan Raja Gianyar VI, Ida I Dewa Gede Raka (1896-1912), hubungan dengan
Badung, Mengwi, Bangli, dan Klungkung kembali tidak harmonis. Akhirnya Ida I Dewa Gede Raka meminta perlindungan kepada pemerintah Hindia Belanda.

Menanggapi permintaan itu, Gubernur Jenderal Hindia Belanda kemudian mengangkat Ida I Dewa Gede Raka sebagai stedehourder (Wakil) Pemerintah Hindia Belanda, tepatnya dilantik dengan upacara kenegaraan pada tanggal 2 Januari 1901. Sementara pelantikan berdasarkan adat dan agama (Abisekaratu) dilakukan pada tanggal 15 Juni 1903 dengan gelar Ida I Dewa Manggis VIII. Seorang kontrolir bernama JHBF Schwartz lalu untuk sementara waktu ditempatkan oleh pemerintah Hindia Belanda di Gianyar.

Tak sampai tuntas masa jabatannya, Ida I Dewa Gede Raka mengundurkan diri. Putranya, Ida I Dewa Ngurah Agung (1913-1943), menjadi pengganti. Dengan adanya perubahan sistem pemerintahan di Bali kala itu, Ida I Dewa Ngurah Agung kemudian menjadi Regent. Dari delapan Regent yang ada di Bali, gelarnya berbeda-beda. Khusus untuk Gianyar, dipakai gelar Anak Agung.

Pada 1 Juli 1938, daerah-daerah di Bali akhirnya ditetapkan sebagai daerah Swapraja dipimpin oleh raja. Dengan begitu, setiap daerah mendapat hak otonomi yang lebih luas. Yaitu selain urusan adat dan agama, diatur juga urusan lainnya seperti kepolisian, pekerjaan umum, pajak penghasilan, kesehatan, dan pendidikan. Ida Anak Agung Ngurah Agung sebagai raja daerah Swapraja Gianyar.

3. Pejuang dari Gianyar ikut melawan Belanda di bawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai

Sejarah Kabupaten Gianyar, Jepang Pernah Terapkan Sistem Kerja PaksaIlustrasi I Gusti Ngurah Rai. IDN Times/Arief Rahmat

Perkembangan kondisi dunia juga sangat memengaruhi situasi di Bali. Jepang tiba di Gianyar pada tanggal 23 Februari 1942. Pemerintahan daerah Swaparaja itu masih diakui, hanya saja dengan nama Syutjo. Ketika pendudukan tentara Jepang di Gianyar, mereka menerapkan sistem kerja paksa (Romusha) untuk dipekerjakan di Bali dan luar Bali. Bahkan pada masa itu Jepang disebut pernah menugaskan Bung Karno untuk menanamkan semangat di kalangan masyarakat pribumi untuk antisekutu.

Tentara Gajah Merah yang bergabung dalam pemerintahan sipil Hindia Belanda di bawah komando Letkol Inf FH Ter Meulen lalu mendarat di Bali, tepatnya 2 Maret 1946. Tentara Gajah Merah menduduki kota-kota di Bali termasuk Kota Gianyar. Supaya bisa melawan tentara Gajah Merah, seluruh organisasi pemuda bersatu di bawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai dengan pasukan Ciung Wanara, dan bermarkas besar di tiap-tiap kerajaan di Bali. Di Kerajaan Gianyar, ada tokoh Markas Besar yaitu Anak Agung Anom Asta dan I Ketut Suetha.

Pertemuan melawan Belanda pada tanggal 20 November 1946, membuat 88 personel Ciung Wanara gugur dalam Puputan Margarana. Termasuk di dalamnya, ada 10 personel pejuang dari daerah Kerajaan Gianyar.

Pejuang Gianyar yang gugur di antaranya Kapten I Nyoman Sueta dari Ubud, Lettu IB Manik dari Sukawati, Kopral I Limbuk dari Ketewel, Kopral I Rudeg dari Batuyang, Kopral I Sara dari Pejeng, Peratu I Rambug dari Sasih, dan Perak I Roja dari Samu. Markas cabang Legiun Veteran, Gianyar pun telah menerbitkan sebuah buku berjudul Patah Tumbuh, Hilang Berganti, yang memuat nama-nama pejuang yang gugur melawan Belanda.

4. Dulu sistem pemerintahan terdiri dari dewan raja-raja dan Paruman Agung

Sejarah Kabupaten Gianyar, Jepang Pernah Terapkan Sistem Kerja PaksaPemandangan alam di timur Gianyar-Bali, sekitar tahun 1910. (pinterest.com/Potolawas)

Ketika masih menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur (NIT), daerah Bali merupakan gabungan dari kerajaan yang ada di Bali. Yaitu Badung, Bangli, Buleleng, Jembrana, Gianyar, Karangasem, Klungkung, dan Tabanan. Sistem pemerintahan terdiri dari dewan raja-raja dan Paruman Agung yang berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada saat itu Anak Agung Gede Oka menjabat sebagai Raja Gianyar dan pernah menjadi Ketua Dewan Raja-raja pada tahun 1947.

Kemudian terjadi perubahan dalam sebuah sistem pemerintahan pada tahun1950-an yang dimulai dari pusat. Negara-negara digabungkan menjadi bagian ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada tanggal 8 Juni 1950, Paruman Agung bersidang. Hasil dari pertemuan tersebut, mereka sepakat untuk membentuk Badan Pelaksana Pemerintahan Daerah Sementara. Belakangan, Paruman Agung diubah namanya menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali. DPRD resmi dilantik 25 September 1950 di Kota Denpasar.

Sesuai dengan UU Nomor 69 Tentang Pembentukan Pemerintah Daerah Swatantra tingkat-II, akhirnya Ida Anak Agung Gede Oka dipilih sebagai Kepala Daerah Swatantra tingkat-II masa bakti 1958-1960.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani
  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya