Sejarah Kabupaten Badung, Pernah Menjadi Pusat Perdagangan Budak

Pantai Kuta yang indah menyimpan kisah kelam

Kabupaten Badung selama ini terkenal memiliki banyak pantai dengan pemandangan sunset yang selalu berhasil bikin jatuh cinta. Mulai dari Pantai Batu Bolong, Pantai Kuta, Pantai Nyang-nyang, sampai Pantai Green Bowl. Selain itu banyak pula event-event internasional yang digelar di kabupaten bagian selatan Bali ini. 

Para wisatawan yang berlibur ke Bali pasti tidak akan melewatkan momen untuk menyusuri destinasi-destinasi yang lagi hits di Kabupaten Badung. Kalau sudah pernah melihat kondisi Badung, kamu pernah membayangkan gak sih bagaimana potret dan sejarah pembangunannya?

Nah, di balik populernya Badung sebagai pusat tempat wisata di Bali, ternyata daerah ini dulu pernah menjadi pusat perdagangan budak. Biar lebih paham lagi, simak yuk di bawah ini sejarah Kabupaten Badung yang dilansir dari berbagai sumber:

Baca Juga: Asal Usul Nama Denpasar, Pertama Kali Disebut oleh Orang Belanda

1. Popularitas Kuta berawal dari pemakaman seorang pedagang asal Denmark

Sejarah Kabupaten Badung, Pernah Menjadi Pusat Perdagangan BudakDi tengah penataan pasir Pantai Kuta, pengunjung khas pantai ini para surfer (IDN Times/Ayu Afria)

Dalam buku Citra Kabupaten Badung dalam Arsip, yang dipublikasikan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta tahun 2014, disebutkan bahwa Badung mulai dikenal dalam penulisan sejarah sejak abad 17. Nama Badung tercantum dalam surat Gubernur Jenderal JP Coen kepada Dewan ke XVII di Belanda, tepatnya pada Oktober 1619.

Pada surat itu, dituliskan usulan untuk mendirikan sebuah loji (Kantor atau benteng kompeni masa penjajahan Belanda) di Pantai Kuta. Hanya saja usulan itu ditolak karena Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) lebih memusatkan perhatian ke Maluku sebagai penghasil rempah-rempah.

Sejarah Badung juga tak lepas dari peristiwa perang antar kerajaan di Bali, terutama sejak tahun 1650. Konflik tersebut menyebabkan perdagangan budak semakin marak. Kala itu Badung termasuk pusatnya perdagangan budak.

Kuta dikenal sebagai tempat Kapten Cornelis de Houtman dengan beberapa pengikutnya yang dihukum gantung pada tahun 1857. Sekitar 20 ribu pasukan Bali kembali dari perjalanan mempertahankan Blambangan dan Kesultanan Mataram.

Awal pertengahan abad 19, daerah Kuta mulai dikenal oleh dunia luar. Popularitas Kuta berawal dari pemakaman seorang pedagang asal Denmark bernama Mads Johansen Lange, yang meninggal di Kuta tahun 1856. Mads Johansen Lange pada saat itu tinggal di Bali selama kurang lebih 30 tahun.

Selain menjadi pedagang, Mads Johansen Lange juga berperan sebagai mediator antara Pemerintah Belanda dengan raja-raja Bali. Selama proses kerja sama tersebut, para raja selalu mendapatkan bagian yang cukup menarik dari pemerintahan Hindia Belanda. Bahkan di Bali, ada jalan khusus yang diberi nama Jalan Tuan Lange dan dibangun Monumen Tuan Lange.

Baca Juga: Asal Usul Nama Denpasar, Pertama Kali Disebut oleh Orang Belanda

2. Badung awalnya pernah menjadi bagian dari Kerajaan Klungkung

Sejarah Kabupaten Badung, Pernah Menjadi Pusat Perdagangan BudakGeographicus Rare Antique Maps via Instagram.com/sejarahbadung

Pada tahun 1669, Badung yang awalnya bagian dari Kerajaan Klungkung, akhirnya berdiri sendiri. Namun kemudian Badung dikuasai oleh Kerajaan Mengwi dan meluas sejak tahun 1700. Jatuhnya beberapa wilayah Bali kepada Pemerintah Belanda juga berpengaruh terhadap Kerajaan Mengwi yang akhirnya kalah dari Kerajaan Klungkung.

Kerajaan Badung berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Mengwi. Perkembangan baru terjadi menjelang abad 18. Pada tahun 1779, Gusti Gde Kesiman (Gusti Kaleran) dari Badung mengambil alih kekuasaan dari Gusti Jambe Raja Mengwi. Gusti Kaleran bahkan memindahkan puri sebagai pusat pemerintahan untuk seluruh Badung, ke sebuah tempat yang terletak di tengah-tengah Puri Satrya dan Puri Pemecutan, yakni Puri Denpasar.

I Gusti Kaleran akhirnya memerintah seluruh Badung dengan gelar I Gusti Ngurah Sakti Pemecutan. Ia memerintah dan berdaulat penuh kepada seluruh Badung dengan pusat pemerintahan di Puri Denpasar sejak tahun 1779. Kerajaan yang berpusat di Puri Denpasar dengan nama Kerajaan Nambangan berubah nama menjadi Kerajaan Badung.

Setelah I Gusti Kaleran meninggal, kedudukannya digantikan oleh I Gusti Ngurah Made yang memerintah dari tahun 1810 sampai 1829. Dalam buku itu juga disebutkan, bahwa Raja Kesiman menggantikan I Gusti Ngurah Made. Raja Kesiman disebut menjalin hubungan dengan Belanda dan memberikan izin untuk mendirikan loji di Kuta.

Baca Juga: Mengenal Yayasan Kebaktian Proklamasi Bali, Ikon Pahlawan Ngurah Rai 

3. Lambang Badung mencerminkan jiwa ksatria yang erat kaitannya dengan Perang Puputan Badung

Sejarah Kabupaten Badung, Pernah Menjadi Pusat Perdagangan BudakTentara KNIL di depan puri setelah menguasai kerajaan Badung 1906. (KITLV yang diambil dari Buku Puputan Badung tahun 1977 karya AA Alit Konta)

Bali akhirnya resmi sebagai sebuah provinsi yang mandiri setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Badung adalah satu di antara delapan kabupaten dan satu kota di Bali.

Pada awal pendiriannya, Kabupaten Badung beribu kota di Denpasar. Hanya saja pada tahun 2003, ketika Denpasar ditingkatkan menjadi sebuah Kotamadya, Ibu Kota Badung dipindahkan ke Mengwi. Secara geografis, Kabupaten Badung disebut mempunyai bentuk menyerupai sebilah Keris yang kemudian diangkat menjadi lambang daerah, yakni mencerminkan semangat dan jiwa ksatria yang erat kaitannya dengan Perang Puputan Badung.

Tidak hanya sebagai lambang daerah, semangat dan jiwa ksatria itu juga kemudian melandasi motto Kabupaten Badung, yaitu Cura Dharma Raksaka. Artinya, kewajiban pemerintah adalah untuk melindungi kebenaran dan rakyatnya.

Staf pengajar Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana, I Putu Gede Suwitha, dalam Jurnal Kajian Bali Volume 03 Nomor 01 pada April 2013, menuliskan setelah Bali Selatan jatuh ke tangan Belanda dalam Puputan Badung 1906, pemerintah kolonial Belanda mulai menerapkan sistem birokrasi kolonial. Mengwi mulai ditata oleh pemerintah kolonial agar mampu mendukung fungsinya sebagai pusat administrasi pemerintahan distrik di bawah Asisten Residen, yang saat itu berkedudukan di Denpasar.

Penamaan Mangupura juga disebut tepat untuk  Ibu Kota Kabupaten Badung. Berbeda dengan kabupaten lainnya, Badung adalah nama wilayah, tidak ada Kota Badung. Sementara di area lainnya ada Kota Gianyar, Kota Tabanan, Kota Bangli, dan lainnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani
  • Irma Yudistirani
  • Wendy Novianto

Berita Terkini Lainnya