Sejarah Gunung Batur, Letusan Besar Pertama Terjadi 29.300 Tahun Lalu

Apakah kamu sudah pernah mendaki Gunung Batur?

Gunung Batur masuk ke dalam kawasan Kabupaten Bangli dengan pemandangan yang sangat indah. Para pendaki, terutama anak-anak muda, bahkan sering camping di puncak gunung ini.

Perjalanan menuju Gunung Batur dapat diakses melalui Latengaya atau dari Yehmampeh, baik menggunakan kendaraan sepeda motor, mobil, maupun bus kecil. Selama ini pemandangan Gunung Batur memang menjadi destinasi favorit para wisatawan domestik maupun mancanegara.

Meskipun banyak yang telah mendaki Gunung Batur, namun barangkali belum banyak yang paham bagaimana sejarah terbentuknya gunung ini. Dilansir dari situs resmi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, vsi.esdm.go.id, disebutkan bahwa sejarah pembentukan Gunung Batur dan kalderanya dimulai dari pertumbuhan kerucut gunung api purba dengan ketinggian lebih kurang 300 meter di atas muka laut.

Terjadi letusan awan panas sekitar 29.300 tahun yang lalu. Letusan tersebut mengandung batu apung berkomposisi dasit. Setelah letusan tersebut, lalu terjadilah amblasan pada bagian atas kerucut yang membentuk Kaldera Batur I, dengan Gunung Ambang (+2152 meter) merupakan sisa tubuh kerucut purba.

Sama dengan komposisi letusan pertama, letusan besar kedua terjadi sekitar 20.150 tahun yang lalu, diikuti dengan pembentukan beberapa kerucut serta kubah seperti Gunung Payang dan Gunung Bunbulan. Amblasan kedua terjadi dan kemudian membentuk Kaldera Batur II.

Diketahui bahwa kegiatan purba kaldera ditandai dengan pertumbuhan kerucut Gunung Batur hingga kini terbentuk. Kegiatan ini diawali sekitar 5.000 tahun yang lalu, oleh pembentukan kerucut Gunung Batur berkomposisi basal sampai andesit basalan.

Baca Juga: Sejarah Gunung Batukaru, Gunung yang Dikeramatkan di Tabanan Bali

1. Gunung Batur pernah mengeluarkan leleran lava yang menimbun Desa Batur

Sejarah Gunung Batur, Letusan Besar Pertama Terjadi 29.300 Tahun Laluinstagram.com/febbyrastanty

Jurnal karya Junghun (1850) mencatat, ada letusan dan aliran lava pada tahun 1849 yang mengalir ke arah selatan sampai Danau Batur. Pada tahun 1926, letusan Gunung Batur mengeluarkan leleran lava yang menimbun Desa Batur, namun tidak menimbulkan korban jiwa. Pada tahun 1963 dan 1964 kembali terjadi erupsi berupa leleran lava ke arah barat, selatan, dan barat daya.

Empat tahun kemudian, tepatnya tahun 1968, Gunung Batur meletus berupa lontaran bahan vulkanik pijar. Setahun berikutnya, selama dua hari dilaporkan bau belerang di permukaan Danau Batur yang menyebabkan warna airnya berubah dari hijau menjadi putih.

Periode letusan Gunung Batur umumnya berlangsung lama (Bulanan) dengan intesitas relatif kecil atau lemah. Sedangkan tenggang waktu antar kejadian letusan dalam satu periode berlangsung beberapa menit atau detik hingga beberapa jam. Waktu istirahat antar periode letusan tercatat 1 sampai 39 tahun.

2. Penyebaran batuan yang dihasilkan dari Gunung Batur terdiri dari 5 periode

Sejarah Gunung Batur, Letusan Besar Pertama Terjadi 29.300 Tahun LaluInstagram.com/gunungbaturtrekking

Menurut tulisan van Bemmelen (1949), disebutkan bahwa kaldera Gunung Batur tertutup dari segala arah dan merupakan kaldera terbesar serta terindah di dunia. Pematang kaldera tingginya berkisar antara 1.267 meter sampai 2.152 meter. Dalam Kaldera I terbentuk Kaldera II yang berbentuk melingkar dengan garis tengah lebih kurang 7 kilometer.

Sementara dasar Kaldera II terletak antara 120 sampai 300 meter lebih rendah dari Undak Kintamani (Dasar Kaldera I). Terdapat danau di dalam kaldera tersebut yang berbentuk bulan sabit. Danau tersebut diperkirakan terbentuk bersamaan dengan pembentukan Kaldera II.

Adapun penyebaran batuan yang dihasilkan dari Gunung Batur terdiri dari 5 periode yaitu:

  • Periode I Zaman tersier
  • Periode II Zaman Kuarter (Pra Kaldera)
  • Periode III Zaman Pembentukan Kaldera I (29.300 tahun yang lalu)
  • Periode IV Zaman Pembentukan Kaldera II (20.150 tahun yang lalu)
  • Periode V Zaman Purna Kaldera (5.500 tahun yang lalu)
  • Periode I Zaman Tersier.

Batuan tertua yang tersingkap adalah endapan aliran piroklastik Bukit Jangkrik. Batuan ini tersingkap di bagian selatan. Batuan lainnya adalah Lava Cempaga yang berkomposisi basal olivin, batuan ini tersingkap sedikit di bagian selatan.

Batuan mudanya adalah Lava Tejakulak yang tersingkap di bagian utara, tersusun
dari basal olivin porfiritik, abu-abu cerah, fenokris (Sekitar 40 persen). Hal itu dicirikan oleh olivin besar berbentuk euhedral-subhedral dengan plagioklas subhedral (Kurang dari 2 mm).

Baca Juga: Sejarah Kabupaten Bangli, Pernah Diserang Wabah Penyakit  

3. Peta kawasan rawan bencana Gunung Batur dibagi menjadi tiga satuan

Sejarah Gunung Batur, Letusan Besar Pertama Terjadi 29.300 Tahun LaluUnsplash.com/Polina Kuzovkova

Apakah Gunung Batur masuk dalam kawasan rawan bencana? Tentu saja iya. Peta kawasan rawan bencana Gunung Batur dibagi menjadi tiga satuan di antaranya Kawasan Rawan Bencana III, Kawasan Rawan Bencana II, dan Kawasan Rawan Bencana I.

Kawasan Rawan Bencana III Gunung Batur adalah kawasan yang sering terlanda aliran
lava, lontaran batu pijar, hujan abu lebat, dan kemungkinan gas beracun. Kawasan ini
meliputi daerah puncak Gunung Batur dan lereng bagian tenggara, selatan, barat daya, barat dan barat laut. Karena tingginya tingkat kerawanan bencana di kawasan ini, maka tidak diizinkan membangun pemukiman dan usaha jasa pariwisata yang bersifat menetap.

Sementara kawasan rawan bencana II Gunung Batur adalah kawasan yang berpotensi terlanda hujan abu lebat dan kemungkinan perluasan aliran lava serta lontaran batu pijar. Daerah ini meliputi kaki sebelah utara, timur laut, dan timur Gunung Batur, hingga berbatasan dengan dinding kaldera dalam Batur dan Danau Batur.

Bagaimana dengan kawasan rawan bencana I Gunung Batur? Kawasan ini hanya akan terancam oleh hujan abu dan kemungkinan lontaran batu pijar, meliputi kawasan Kaldera Batur dengan radius lebih kurang 6 kilometer dari puncak Gunung Batur. Mengingat tingkat letusan Gunung Batur lemah, maka pada kawasan ini umumnya hanya terjadi hujan abu tipis. Wilayah ini relatif cukup layak untuk pemukiman dan kegiatan usaha.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani
  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya