Sakralnya Tari Cupak di Bali, Ada Adegan Makan Babi Hingga Kerauhan

Gak banyak seniman di Bali yang mau menarikan ini

Penulis: Community Writer, Ari Budiadnyana

Ada yang pernah mendengar Cupak gak? Ia adalah tokoh dalam cerita rakyat Cupak dan Grantang, digambarkan sebagai sosok besar, memiliki wajah yang kurang baik, rakus, dan berbagai sifat negatif lainnya.

Tokoh Cupak diangkat sebagai salah satu tari sakral di Bali. Lalu mengapa tokoh yang negatif ini diangkat sebagai tarian sakral di Bali? Berikut hasil wawancara Community Writer bersama tokoh Penari Cupak asal Kerobokan, Kabupaten Badung, I Made Agus Adi Santikayasa, Rabu (16/6/2021) lalu, tentang kisah tari Cupak yang sakral di Bali.

Baca Juga: Kisah Jro Dewi di Bali, Pernah Mencoba Bunuh Diri Tanpa Disadari

1. Cupak adalah titisan Dewa Brahma

Sakralnya Tari Cupak di Bali, Ada Adegan Makan Babi Hingga Kerauhantokoh Cupak (dok. Gus Cupak)

Penari Cupak asal Kerobokan, Kabupaten Badung, I Made Agus Adi Santikayasa, mengutarakan kalau pandangan negatif terhadap sosok ini karena kurang lengkapnya masyarakat mendengar tentang cerita tokoh Cupak ini. Cerita Cupak dan Grantang sangat panjang, sehingga tidak secara lengkap bisa disampaikan ke masyarakat.

Pria yang akrab dipanggil Gus Cupak ini melanjutkan, Cupak adalah seorang manusia sakti titisan Dewa Brahma yang disimbolkan dengan api. Sedangkan Grantang adalah titisan Dewa Wisnu yang disimbulkan dengan air. Sehingga walaupun tokoh ini diceritakan sebagai saudara, namun tidak bisa disatukan seperti halnya air dan api.

Baca Juga: Kisah Mantan Pesulap dari Bali yang Kini Menjadi Praktisi Spiritual

2. Cupak adalah sosok yang baik hati

Sakralnya Tari Cupak di Bali, Ada Adegan Makan Babi Hingga KerauhanTokoh penari Cupak, I Made Agus Adi Santikayasa. (Instagram.com/guscupak)

Cupak dikisahkan berasal dari sebuah desa yang bernama Desa Majalangu. Cerita yang beredar kebanyakan tentang kebodohan dan sisi negatifnya selama di Kediri.

"Sebenarnya setelah di Kediri, perjalanan Cupak dilanjutkan untuk mencari jati dirinya, sampai akhirnya sampai di Kerajaan Gobang Wesi," ungkap Gus Cupak ketika ditemui di rumahnya daerah Kerobokan.

Dalam kerajaan tersebut ia berhasil mengalahkan Sang Garuda Emas, sehingga ia diangkat menjadi raja. Saat itu, rakyat Kerajaan Gobang Wesi sedang mengalami krisis pangan. Ia kemudian menyuruh rakyatnya berburu babi ke hutan. Setelah itu ia meminta babi tersebut dihidangkan untuk dirinya.

Keajaiban terjadi ketika Cupak mengerahkan kesaktiannya. Selesai menyantap hidangan babi tersebut, seluruh rakyat kerajaan ikut menjadi kenyang atau wareg perutnya, seperti yang dirasakan oleh Cupak.

Filosofi yang bisa diambil dari rangkaian perjalanan Cupak ini adalah setiap orang harus mampu mengalahkan kesombongan dalam dirinya dan selalu berbuat baik terhadap sesama.

3. Tari Cupak menjadi sakral karena terdapat tiga kekuatan suci dalam tarian tersebut

Sakralnya Tari Cupak di Bali, Ada Adegan Makan Babi Hingga KerauhanIlustrasi unsur api. (pixabay.com/chitradeep)

Cupak mendapatkan tiga kekuatan suci dari tiga bhagawan sakti. Kekuatan itu ia dapatkan pada saat Cupak akan ke surga. Tiga Bhagawan tersebut adalah Bhagawan Agni (unsur api), Bhagawan Isa (unsur air), dan Bhagawan Hare (unsur angin).

Menurut Gus Cupak, karena tiga kekuatan itulah yang menjadikan Tari Cupak sebagai salah satu tarian sakral. Kekuatan suci ini yang akan memberikan taksu bagi penarinya.

Baca Juga: Tak Sama Seperti Ilmu Leak, Ini Jenis-jenis Cetik di Bali

4. Tiga kekuatan suci memiliki perilaku yang berbeda-beda bagi penarinya

Sakralnya Tari Cupak di Bali, Ada Adegan Makan Babi Hingga KerauhanProsesi menggunakan api selama pertunjukan Tari Cupak. (dok. Gus Cupak)

Kekuatan suci dari Tiga Bhagawan Sakti tersebut memiliki unsur yang berbeda-beda. Sehingga dapat memengaruhi perilaku si penari selama menarikan Tari Cupak. Ketika kekuatan suci dari Bhagawan Isha dengan unsur airnya turun, si penari akan merasakan haus yang tiada henti.

"Saya pernah menari di suatu daerah, saya minum air dan bir dalam jumlah banyak saat pementasan," terang pria yang juga sebagai Ketua Paguyuban Seni Majalangu Kerobokan.

Begitu pula ketika kekuatan Bhagawan Agni turun akan menyebabkan si penari kebal terhadap api. Biasanya saat kekuatan ini turun, si penari akan menari di atas api atau memakan dupa yang masih menyala.

Sedangkan kekuatan Bhagawan Hare turun dengan unsur anginnya, menyebabkan perut penari akan kembung. Sehingga ia akan sering mengeluarkan kentut dengan suara yang sangat besar.

"Saat saya akan menarikan tarian ini, di mana pun saya berada akan selalu mengeluarkan kentut dengan suara yang besar. Sehingga membuat orang yang berada di sekitar saya tertawa," ujar seniman sekaligus penekun spiritual ini sambil tertawa.

5. Prosesi sakral dan penuh tantangan akan terjadi ketika menyantap babi guling

Sakralnya Tari Cupak di Bali, Ada Adegan Makan Babi Hingga KerauhanTokoh Cupak melakukan prosesi makan babi guling. (dok. Gus Cupak)

Ada satu hal unik yang ditunggu-tunggu selama pementasan Tari Cupak. Yaitu prosesi makan babi guling. Sesuai cerita Cupak saat di Kerajaan Gobang Wesi, penarinya akan disuguhi babi guling untuk disantap.

Kata Gus Cupak, tidak seluruh babi guling akan disantap. Melainkan hanya bagian kepalanya saja yang dimakan sampai habis.

"Di kepala babi inilah terdapat kekuatan-kekuatan buruk pada manusia yang perlu diruwat atau dilebur di kawah Candra Dimuka, yang disimbulkan oleh perut Cupak. Kekuatan buruk ini dilebur atau diruwat, maka kekuatan tersebut akan menjadi kekuatan positif," jelas Gus Cupak yang merupakan adik dari penekun spiritual, Jro Dasaran Dewi, ini.

Biasanya setelah makan babi guling, prosesi dilanjutkan dengan memberi wejangan-wejangan yang bermanfaat dalam menjalani kehidupan.

Selama prosesi makan babi guling itu kerap diselimuti suasana yang magis. Banyak masyarakat yang menonton akan kesurupan atau kerauhan.

Baca Juga: 7 Mantra Penangkal Leak, Bisa Digunakan Sehari-hari

6. Tidak semua seniman berani menarikan Tari Cupak

Sakralnya Tari Cupak di Bali, Ada Adegan Makan Babi Hingga KerauhanProsesi dalam Tari Cupak. (dok. Gus Cupak)

Sangat sedikit seniman atau pregina atau bisa dikatakan jarang mau menarikan Tari Cupak. Penyebabnya karena karakter Cupak digambarkan sebagai sosok yang negatif, sehingga membuat penarinya menjadi malu.

Selain itu, dalam menarikan tarian ini, terdapat banyak godaan-godaan atau tantangan-tantangan secara spiritual maupun nonspiritual, yang bisa mendatangkan bahaya bagi penarinya. Satu di antaranya selama prosesi makan babi guling.

Menurut Gus Cupak, ia berkali-kali mengalami gangguan secara gaib seperti babi guling yang tiba-tiba menjadi basi, babi guling yang berisi ulat belatung, dan bahkan pernah ada babi guling yang berisi tujuk gigi dan bulu di bambu atau sering disebut dengan nama medang bambu.

"Saya hanya berserah dengan tiga kekuatan suci Bhagawan Sakti saja, yang saya percaya akan melindungi saya saat menarikan tarian sakral ini. Saat mengetahui ada hal-hal tersebut, saya tetap memakannya. Syukurnya tidak terjadi sesuatu yang buruk bagi diri saya," kenang Ketua Listibya Kecamatan Kuta Utara ini.

Gus Cupak berharap ada lebih banyak lagi anak muda seperti dirinya yang menarikan tarian sakral ini sehingga tidak sampai punah.

"Tidak perlu takut atau malu. Saya sebagai pregina Tari Cupak selalu siap untuk membimbing siapa saja, terutama dari kalangan anak muda yang mau belajar tari sakral ini demi melestarikan seni dan budaya Bali," ungkap Gus Cupak dengan penuh harap.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya