Sejarah Tari Baris Katekok Jago, Tidak Dipentaskan Setiap Hari di Bali

Seni tari ini sangat langka, gak seperti Tari Kecak

Penulis: Community Writer, Ari Budiadnyana

Kesenian di Bali tidak terlepas dari aktivitas ritual umat Hindu. Beberapa keseniannya bahkan sering dipentaskan juga dalam upacara keagamaan, seperti seni tari. Ada dua jenis seni tari di Bali. Yaitu seni tari wali (Untuk ritual upacara keagamaan), dan seni tari balih-balihan (Untuk pertunjukan atau hiburan).

Kamu pernah melihat kesenian Tari Baris gak? Kesenian ini ada juga yang tergolong sakral lho. Satu di antaranya Tari Baris Katekok Jago. Berikut ini sejarahnya.

Baca Juga: Ciri-ciri Pekarangan Rumah Aura Positif Versi Bali

1. Sejarah Tari Baris di Bali

Sejarah Tari Baris Katekok Jago, Tidak Dipentaskan Setiap Hari di BaliTari Baris Katekok Jago saat pelebon Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung. (Dok. Pribadi/Ari Budiadnyana)

Dalam Lontar Usana Bali, bermula saat Raksasa Mayadanawa berhasil dikalahkan. Kemudian diputuskan untuk mendirikan empat buah kahyangan yang berdiri megah di Kedisan, Tihingan, Manukraya, dan Kaduhuran.

Saat itulah ditarikan tarian baris oleh widyadara, tari rejang oleh widyadari, dan para gandarwa sebagai penabuhnya. Seperti diketahui, legenda Mayadanawa terjadi pada saat Bali diperintah oleh Raja Sri Candrabhaya Singha Warmadewa.

Sumber lain yakni Kidung Sunda yang ditulis tahun 1550 menyebutkan ada tujuh macam bebarisan yang dipentaskan oleh Raja Hayam Wuruk, sehubungan dengan upacara pemakaman Raja Sunda yang tewas terbunuh dalam Perang Bubat. Satu di antaranya bebarisan bernama Tari Limping, mirip tari baris tombak yang ada di Bali saat ini.

2. Keberadaan Tari Baris Katekok Jago di Desa Adat Tegal, Darmasaba

Sejarah Tari Baris Katekok Jago, Tidak Dipentaskan Setiap Hari di BaliTari Baris Katekok Jago. (Dok. Pribadi/Ari Budiadnyana)

Sekitar tahun 1927, ada upacara Pitra Yadnya (Upacara untuk orang yang meninggal atau leluhur) di Jeroan Gede Tegal Darmasaba yang mementaskan Tari Baris Katekok Jago dari Tembau, Kesiman, Kota Denpasar. Masyarakat Banjar Tengah, Darmasaba, kepincut akan tari baris tersebut dan ingin mempelajarinya di bawah pimpinan Wayan Ngalis (Almarhum adalah tokoh yang mengkoordinasi masyarakat untuk belajar Tari Baris Katekok Jago).

Tari ini kemudian dipentaskan perdana di halaman Pura Gegelang bertepatan dengan upacara besar Ngenteg Linggih. Saat ini Desa Adat Tegal, Darmasaba, Kota Denpasar terkenal sebagai tempat yang memiliki tari baris langka ini.

Tari Baris Katekok Jago memiliki ciri khas pakaian berwarna hitam dan putih. Sehingga sering disebut juga sebagai Tari Baris Poleng (Hitam putih). Penarinya adalah orang-orang pilihan dan dilarang untuk menolaknya kecuali karena sakit.

Baca Juga: 10 Ciri-ciri Pekarangan Rumah Aura Negatif Versi Bali

3. Tari Baris Katekok Jago memiliki fungsi ganda dalam upacara keagamaan (Yadnya)

Sejarah Tari Baris Katekok Jago, Tidak Dipentaskan Setiap Hari di BaliTari Baris Katekok Jago. (Dok. Pribadi/Ari Budiadnyana)

Tari Baris Katekok Jago hanya dipentaskan pada saat ada upacara keagamaan (Yadnya). Tari Baris ini memiliki fungsi ganda, yaitu untuk upacara Dewa Yadnya (Berkaitan dengan para dewa) dan Pitra Yadnya (Untuk leluhur atau orang yang sudah meninggal) yang tingkat upacaranya tergolong utama.

Tari Baris yang dipentaskan dalam upacara Dewa Yadnya memiliki perlambang pengawalan para dewa saat turun ke Bumi. Para penari menari di areal pura menghadap ke arah pelinggih dengan formasi berbaris.

Sedangkan dalam upacara Pitra Yadnya memiliki perlambang pengawalan roh orang meninggal menuju ke tempat asalnya, atau sering disebut sebagai ngeruwak marga.

4. Tari Baris Katekok Jago saat upacara Pitra Yadnya

Sejarah Tari Baris Katekok Jago, Tidak Dipentaskan Setiap Hari di BaliTari Baris Katekok Jago saat upacara pelebon Ida Cokorda Pemecutan XI. (Dok. Pribadi/Ari Budiadnyana)

Tari Baris yang dipentaskan saat upacara Pitra Yadnya contohnya seperti ngaben atau pelebon, mengawal sang arwah saat perjalanan dari rumah duka ke tempat ngaben atau pelebon. Tari baris sakral ini akan berjalan di depan iring-iringan jenazah. Hal ini bertujuan untuk mengawal sang arwah agar tidak diganggu oleh kekuatan-kekuatan negatif.

Selama di lokasi ngaben, Tari Baris ini akan mengawal jenazah atau layon saat diturunkan dari bade menuju ke tempat pembakaran atau lembu. Kemudian para penari akan menari menghadap jenazah atau lembu sebelum dibakar. Ini sebagai perlambang mengantarkan roh kembali ke asalnya.

Baca Juga: Makna Ngaben di Bali Menurut Lontar Yama Purwana Tattwa

5. Bentuk pementasan Tari Baris Katekok Jago

Sejarah Tari Baris Katekok Jago, Tidak Dipentaskan Setiap Hari di BaliTari Baris Katekok Jago. (Dok. Pribadi/Ari Budiadnyana)

Tari Baris akan dipentaskan terlebih dahulu sebelum prosesi pembakaran jenazah. Gerakan tariannya sangat sederhana. Setiap perpindahan gending, para penari akan berteriak “Kuuuk.“

Selain itu ada gerakan seperti sedang terbang (Ngindang), yang dilakukan oleh pemimpin barisan. Kedua tangannya memegang kain seperti sedang terbang dan mendekati para penari lainnya dengan gerakan yang sama, namun dilakukan seperti jongkok. Lalu di akhir pementasan ditutup dengan gerakan perang, yang dilambangkan sebagai perang antara kebaikan dan kejahatan. Tentu saja perang ini akan dimenangkan oleh kebaikan.

Untuk menyaksikan tarian sakral ini tidaklah mudah. Sebab memang hanya dipentaskan saat upacara-upacara dengan tingkatan utama seperti pelebon Ida Cokorda Pemecutan XI, dan Ida Pedanda Nabe Gede Dwija Ngenjung dari Griya Gede Keniten, Sanur yang dilaksanakan baru-baru ini.

Baca Juga: Profil Ida Cokorda Pemecutan XI, Raja Pemecutan Denpasar yang Wafat

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya