Sejarah Genggong Pegok Khas Bali, Alat Musik yang Hampir Punah

Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan melestarikannya

Penulis: Community Writer, Ari Budiadnyana

Genggong adalah alat musik khas Bali yang terbuat dari bambu, suaranya sangat khas dan unik. Selain di Bali, alat musik sejenis juga ditemukan di daerah lain dengan sebutan seperti karinding (Jawa Barat), kuriding (Kalimantan Selatan), drumbla (Slowakia), dan di beberapa negara barat sering juga disebut sebagai mouth harp.

Kalau di Bali sendiri, alat musik Genggong dapat dijumpai di beberapa daerah seperti Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng, Batuan di Kabupaten Gianyar, dan Kota Denpasar.

Berikut ini sejarah alat musik Genggong khas Bali. 

Baca Juga: Batu Rambut Sedana Banyak Diburu Pebisnis Untuk Lancar Rejeki

1. Sejarah alat musik Genggong di Banjar Pegok, Sesetan, Kota Denpasar

Sejarah Genggong Pegok Khas Bali, Alat Musik yang Hampir PunahSuasana Banjar Pegok, Sesetan, Kota Denpasar. (Instagram.com/ciaaattt)

Menurut penuturan seniman genggong dari Banjar Pegok, I Made Wardana, alat musik di Banjar Pegok mulai dikenal sekitar tahun 1930-an. Kala itu seorang pemuda Sesetan bernama I Ketut Regen atau Kak Danjur, membentuk sebuah komunitas yang memainkan genggong. Tujuannya untuk menghibur diri, bersosialisasi, hingga menjalin tali kasih.

Namun karena kesenian lain lebih berkembang, lambat laun Genggong mulai ditinggalkan dan tidak terdengar lagi.

"Pada tahun 1988, Genggong Pegok mulai terdengar lagi di mana saat itu ada suatu perlombaan Sekaha Teruna Teruni Tingkat Provinsi Bali. Banjar Pegok saat itu menampilkan Genggong. Namun setelah tahun 1988, Genggong Pegok mulai tenggelam lagi," ujar I Made Wardana atau yang lebih dikenal dengan nama Bli Ciaaattt ketika ditemui di rumahnya daerah Banjar Pegok, Sesetan, Kota Denpasar.

Bli Ciaaattt yang pernah tinggal di Belgia ini memutuskan untuk kembali ke Bali. Ia mendapat kepercayaan untuk menampilkan Genggong Pegok di pentas Pesta Kesenian Bali ke-41 pada tahun 2019 lalu, sebagai duta Kota Denpasar. Setelah penampilan di PKB tersebut, Genggong Pegok kembali dikenal oleh masyarakat sampai sekarang.

2. Pembuatan alat Genggong Pegok

Sejarah Genggong Pegok Khas Bali, Alat Musik yang Hampir PunahGenggong. (Dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Alat musik Genggong Pegok terbuat dari bambu berukuran panjang sekitar 18 centimeter hingga 20 centimeter, dan lebar 1,5 centimeter hingga 2 centimeter. Satu-satunya pembuat Genggong Pegok yang masih ada sampai sekarang adalah I Ketut Ragia, yaitu anak dari Kak Danjur.

Bli Ciaaattt menuturkan, bambu dipilih karena bahan ini memiliki suara yang lebih keras daripada menggunakan batang pohon enau. Waktu yang diperlukan dalam pembuatan satu buah genggong sekitar 1 hingga 2 minggu.

Baca Juga: 5 Pura di Bali yang Dipercaya Untuk Membersihkan Ilmu Hitam

3. Cara memainkan genggong tidaklah sulit

Sejarah Genggong Pegok Khas Bali, Alat Musik yang Hampir PunahCara memainkan Genggong tidak sulit kok. (Dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Cara memainkan genggong ini cukup mudah, tidak memerlukan waktu lama untuk mempelajarinya. Genggong ini memiliki bagian bilah dari bambu, dan tali yang digunakan untuk menarik.

Untuk mendapatkan bunyi, Genggong ditempelkan di bibir lalu digetarkan melalui tarikan tali, atau di Bali sering disebut dengan istilah ngedet. Suara nadanya bisa keluar dengan menggunakan metode resonansi tenggorokan atau rongga mulut. Terdapat dua jenis Genggong, yaitu genggong lanang untuk suara tinggi dan genggong wadon untuk suara rendah.

4. Untuk melestarikan Genggong Pegok, alat seni musik ini sudah mulai diturunkan kepada generasi muda

Sejarah Genggong Pegok Khas Bali, Alat Musik yang Hampir PunahBli Ciaaattt mengajarkan anaknya bermain genggong. (Dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Bli Ciaaattt bersama keluarga besar Kak Danjur membentuk Sanggar Qak Danjur untuk melestarikan kesenian unik ini.

"Melalui sanggar ini, saya dan teman-teman yang tergabung di dalamnya mulai mengajarkan kepada generasi muda, baik untuk generasi muda Banjar Pegok atau banjar lainnya," ujar seniman yang juga menciptakan seni musik gamelan mulut (Gamut) ini.

Menurut seniman muda Banjar Pegok, Agus Widi Nyoman Wardana, karena cara memainkan Genggong sangat mudah, ia dan teman-temannya di Banjar Pegok hanya memerlukan waktu tidak sampai satu bulan untuk menguasainya.

"Asal ada kemauan, pasti bisa dengan mudah menguasainya. Kalau bukan kami muda-mudi Banjar Pegok, siapa lagi yang akan melestarikan Genggong Pegok ini," ungkap remaja yang lahir di Belgia ini.

5. Genggong Pegok ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Sejarah Genggong Pegok Khas Bali, Alat Musik yang Hampir PunahBli Ciaaattt bermain genggong bersama anaknya. (Dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Pada tahun 2020, Genggong Pegok bersama Genggong Karangasem yang kemudian disatukan sebagai Genggong Bali, ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Sebagai bagian dari seniman Genggong Pegok, Bli Ciaaattt sangat bersyukur atas status tersebut. Ia berharap dengan penetapan status WBTB ini, Genggong Pegok mendapat perhatian yang lebih serius lagi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar.

Pemkot bisa lebih memerhatikan pembuat alat genggong ini, agar kemampuannya bisa diturunkan ke generasi selanjutnya. Dukungan dana juga sangat diperlukan. Karena memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk melakukan sosialisasi dan pengadaan alat Genggongnya.

Bli Ciaaattt berencana akan melakukan sosialisasi ke beberapa tempat. Terutama jika pandemik ini berangsur membaik, ia akan masuk ke sekolah-sekolah untuk memperkenalkan alat musik Genggong. Hal ini bertujuan agar membangkitkan ketertarikan generasi muda untuk memainkan alat musik Genggong, sehingga nantinya Genggong Pegok ini akan tetap lestari.

Baca Juga: Potret 10 Boneka Arwah dari Bali, Ada si Centil Sasha

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya