Asal Usul Tradisi Gamelan Anyar Bungbang di Kota Denpasar  

Seni Bungbang, musik para milennials Sesetan Kota Denpasar

Penulis: Amirah Ufiya

Tahukah kamu bahwa kota Denpasar yang identik dengan masyarakat urban dan bergaya hidup modern, ternyata kaya akan kesenian lokal? Tradisi yang cukup populer, termasuk di kalangan remaja adalah seni gamelan anyar Bungbang di Banjar Tengah, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar.

Walaupun dengan perkembangan zaman yang membuat kultur budaya lokal cenderung terpinggirkan bahkan menghilang, namun kesenian Bungbang tetap lestari dan menjadi seni primadona bagi warga Sesetan.

Berikut 5 hal yang perlu kamu ketahui tentang seni Bungbang berdasarkan arsip pusaka budaya Dinas Kebudayaan Kota Denpasar tentang Bungbang: Tradisi Gamelan Anyar di Banjar Tengah, Sesetan, Kota Denpasar (2019):

Baca Juga: Asal Usul Nama Denpasar, Ada Campur Tangan Belanda

1. Asal mula tradisi gamelan anyar Bungbang Sesetan, Denpasar

Asal Usul Tradisi Gamelan Anyar Bungbang di Kota Denpasar  (disbud.baliprov.go.id)

Awal mulanya, musik Bungbang bernama Timbung. Namun, mengalami perubahan nama pada tanggal 15 Juni 1987 berdasarkan Kakawin Bharatayudha. Menurut I Nyoman Rembang, pencipta seni gamelan Bungbang, disebut anyar (baru) lantaran menurutnya seni gamelan tersebut baru ada pasca abad ke XIX dan merupakan penggabungan instrumen gamelan yang sebelumnya sudah ada seperti jegog, tektekan, gong kebyar, dan instrumen musik lainnya yang selaras.

Tanggal 16 November 1988, gamelan Bumbang Anyar untuk pertama kalinya dipentaskan pada pembukaan lomba di Desa Adat Sesetan, Denpasar. Seni musik tersebut menjadi unik dan monumental karena satu-satunya karya di Banjar Tengah, Sesetan.

Woroworuntu adalah sosok awal yang menginisiasi Rembang untuk menciptakan musik gamelan anyar Bungbang dari bambu. Karena kekhawatirannya, musik gamelan semakin tersisihkan. Worowuruntu lalu mendekati Rembang untuk membentuk sekaa yang fokus pada permainan musik gamelan.

2. Seni Bungbang diciptakan oleh Maestro Karawitan Bali, I Nyoman Rembang

Asal Usul Tradisi Gamelan Anyar Bungbang di Kota Denpasar  (Culture.denpasarkota.go.id)

I Nyoman Rembang adalah tokoh gamelan (karawitan) sekaligus pencetus musik Bungbang. Ia lahir pada 15 Desember 1930 di Banjar Tengah, Sesetan, Kota Denpasar. Rembang menuruni bakat seni dari orang tuanya. Ayahnya, I Wayan Pineh, merupakan penabuh gamelan. Ibunya, Ni Nyoman Kusni adalah penari arja dan gambuh.

Menjadi sosok Maestro tak menyurutkan Rembang untuk mengasah kemampuan bermusiknya. Tahun 1940, I Nyoman Rembang belajar gamelan gambuh dengan guru I Wayan Sianta dan I Gusti Made Ceteng. Sekitar tahun 1945, I Nyoman Rembang kembali berguru kepada I Nyoman Kaler di Banjar Pagan untuk belajar gamelan Angklung Klentang, setelah itu berguru kepada I Made Regog untuk belajar gamelan Gong Gede di Banjar Belaluan, dan di Kesiman berguru kepada I Ketut Glebig tentang gamelan Gong
Kebyar. Tahun 1983, ia belajar gamelan Selonding dan pada tahun 1985 belajar gamelan Gong Luwang di Desa Singapadu Gianyar.

Hasil kerja kerasnya dalam menempa ilmu seni telah menghantarkan Rembang sebagai misiator kesenian tak hanya di tingkat nasional namun juga sampai pada taraf internasional. Pada tahun 1948 ia tampil di Surabaya, pada tahun 1950 tampil di Istana Kepresidenan Jakarta, dan tahun 1951 mengawali pentasnya sebagai misiator kesenian ke Srilangka, Colombo, Singapura, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika.

Tak hanya berkecimpung pada praktik musik, Rembang juga memperdalam ilmunya lewat riset dan hasil penelitiannya telah diterbitkan pada tahun 1984. Dimulai pada tahun 1970-an, Rembang telah meneliti beberapa jenis gamelan seperti gamelan selonding (1971), gamelan gambuh (1975), meneliti musik Lombok (1976), dan meneliti cara-cara pembuatan gamelan Bali (1984/1985).

3 . Bentuk dan instrumentasi gamelan Bungbang

Asal Usul Tradisi Gamelan Anyar Bungbang di Kota Denpasar  (Culture.denpasarkota.go.id)

Bambu adalah alat pokok dari musik Bungbang. Layaknya kulkul atau kentongan, bambu untuk musik bumbang juga memiliki lubang pada bagian tengah. Setiap batang bambu memiliki variasi ukuran tersendiri, dari 90 cm hingga 10 cm. Melodi khas dari seni Bungbang adalah kantilan, Bungbang pemade, dan kekotekan.

Bambu petung untuk membuat bungbang panggede (jegogan) yang menghasilkan nada-nada rendah, sedangkan bungbang
maa (pemade) dan alit (kantil) yang menghasilkan suara tinggi melengking biasanya menggunakan bambu jajang.

Adapun berdasarkan jenis dan ukurannya, alat pokok musik Bungbang dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu bungbang pangede (jegogan), bungbang madya
(pemade), bungbang alit (kantil).

4. Makna pertujukan seni Bungbang bagi warga Sesetan

https://www.youtube.com/embed/ZzZY0LR3SWI

Seni Bungbang tidak hanya menjadi media hiburan bagi warga Sesetan, namun juga sebagai estetika identitas lokal. Sekaa Gong Wirama Duta menjadikan musik Bungbang sebagai simbol kebanggaan daerahnya. Para muda-mudi yang tergabung dalam sekaa Gong mengembangkan kreativitas musik Bungbang dengan tujuan mempertahankan budaya asli Banjar Tengah, Sesetan, Denpasar.

Musik Bungbang juga menginternalisasi nilai-nilai demokratis bagi para pemainnya. Tanpa kekompakan peran dari setiap pemain, nada yang dihasilkan dari musik Bungbang tak akan indah. Melalui hal inilah tercipta perkumpulan dan komunikasi yang baik antar warga.

Dalam rangka menciptakan nada-nada indah dari alat gamelan anyar Bungbang, maka perlu latihan keterampilan bermusik dengan waktu yang cukup lama. Selama proses tersebut, akan ditemukan interaksi dan pergaulan sosial yang solid.

5. Sekaa Gong Wirama Duta Sesetan, organisasi kesenian yang tetap berupaya melestarikan seni Bungbang

https://www.youtube.com/embed/wUGicnOftS0

Sekaa adalah organisasi tradisional di Bali yang menjadi tempat tumbuh kembangnya seni tiap-tiap individu. Organisasi ini menjadi pion penting pelestarian cagar budaya warga. Tanpa sekaa, tradisi lokal di Bali kemungkinan akan menghilang terkikis arus modernisasi.

Sekaa Gong Wirama Duta merupakan kolektif warga Banjar Tengah Sesetan yang fokus pada permainan musik gamelan. Tak hanya orang tua, atau masyarakat yang sudah menikah, Sekaa gong juga terdiri dari para pemuda dan remaja desa.

Salah satu upaya mempertahankan gamelan Bungbang anyar adalah dengan menjadikan seni musik tersebut sebagai iringan bunyi dalam setiap upacara, aktivitas keagamaan, dan tari-tarian di Banjar Tengah, Sesetan.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya