Langka, 4 Fakta Unik Perayaan Kuningan & Siwa Ratri yang Berbarengan

Kamu akan menemukan perayaan ini setengah abad lagi

Umat Hindu di Bali melaksanakan hari Raya Kuningan hari Sabtu (5/1). Hari raya ini jatuh setiap Sabtu Kliwon wuku Kuningan. Tapi ada yang berbeda lho dalam perayaan tahun ini.

Istimewanya karena Hari Raya Kuningan kali ini bertepatan juga dengan pelaksanaan Hari Suci Siwa Ratri dengan perhitungan sasih yang jatuh pada panglong ping 14 atau purwaning tilem kapitu (ke-7).

Siklusnya pertemuan dua hari raya besar ini disebut-sebut cukup langka. Konon baru akan bertemu lagi setelah melewati setengah abad.

1. Berdasarkan perhitungan hari dalam kalender Bali, dua hari raya bertemu kembali pada 23 Januari tahun 2050

Langka, 4 Fakta Unik Perayaan Kuningan & Siwa Ratri yang BerbarenganIDN Times/Irma Yudistirani

Penyusun kalender Caka Bali, Gede Marayana mengungkapkan, pertemuan ini bersifat istimewa. Siklus pertemuannya dipengaruhi penentuan jatuhnya bulan purnama dan tilem dalam kurun waktu 100 tahun.

Sehingga hari raya yang berdasarkan sasih seperti Siwa Ratri pada tilem Sasih Kepitu (7) dan Nyepi pada tilem sasih kesanga (9), inilah yang mendominasi. Sedangkan Hari Raya Kuningan adalah berdasarkan wuku dan wewaran yang sifatnya menyesuaikan. Jadi pertemuan dua hari raya ini, kata dia, didominasi oleh perhitungan sasih.

"Dalam kurun waktu 100 tahun ke depan sampai tahun 2079, cuma akan bertemu lagi sekali yaitu tanggal 23 Januari tahun 2050. Hari raya yang berdasarkan sasih, tilem atau purnama, itu lebih mendominasi. Sedangkan hari raya yang berdasarkan wuku, itu sifatnya mengikuti atau menyesuaikan," ujarnya.

Marayana mengungkapkan, dalam jangka waktu 100 tahun hingga tahun 2079, penanggalan hari raya termasuk pertemuan hari raya besar dalam satu hari bisa ditentukan dan dihitung akan jatuh kapan. Ilmu Kalender Caka Bali yang merupakan kearifan lokal Pulau Dewata ini sangat akurat dan matematis.

Setelah sistem penanggalan mencapai 100 tahun pada tahun 2079, maka akan dilakukan kembali upacara 100 tahun sekali yang disebut Eka Dasa Rudra. Setelah upacara tersebut, maka ilmu perhitungan hari dalam kalender Caka Bali akan berlaku kembali selama 100 tahun, dengan perubahan menggeser sehari jatuhnya bulan purnama dan tilem.

"Dari sekarang kita sudah bisa menentukan kalau Eka Dasa Rudra akan dilaksanakan 3 Maret 2079. Setelah kurun waktu 100 tahun, perubahan bulan purnama dan tilem itu harus digeser satu hari. Kalau tidak demikian, akan rancu. Perubahan itu lantas akan digunakan untuk 100 tahun ke depan. Inilah kecerdasan kearifan lokal Bali," ucapnya.

2. Keduanya dapat dilaksanakan berbarengan

Langka, 4 Fakta Unik Perayaan Kuningan & Siwa Ratri yang BerbarenganIDN Times/Irma Yudistirani

Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana MSi menjelaskan, pertemuan dua hari raya yang jarang terjadi ini sangat baik untuk dimanfaatkan untuk meningkatkan sraddha (Iman) dan bhakti umat Hindu.

Terkait tata cara pelaksanaan kedua upacara ini dapat dilaksanakan berbarengan sebagaimana mestinya. Ada baiknya, kata dia, lebih banyak melakukan nama smaranam atau mengulang-ngulang nama Tuhan. “Sangat baik digunakan untuk umat melalui tapa brata yoga semadhi. Umat harus lebih banyak melihat ke dalam diri,” ujarnya.

Adapun tata cara sembahyang saat Kuningan adalah tidak lewat sampai pukul 12.00 Wita. Karena diyakini saat itu para dewa, bhatara-bhatari, dan leluhur akan turun ke bumi. Sehingga saat tersebut bisa dimanfaatkan oleh umat untuk memuliakan leluhur dan para dewa sampai tengah hari.

Sedangkan tata cara merayakan Siwa Ratri dengan melakukan tiga puasa, yakni upawasa (puasa makan), monobrata (puasa bicara), dan jagra (puasa tidur). Puasa dilakukan selama 36 jam, dengan menyesuaikan sesuai dengan kemampuan.

3. Karena bertepatan Siwa Ratri, maka kegiatan saat Kuningan diawali dengan memulai puasa terlebih dahulu. Kemudian persembahyangan Kuningan dilakukan sebagaimana mestinya

Langka, 4 Fakta Unik Perayaan Kuningan & Siwa Ratri yang BerbarenganIDN Times/Irma Yudistirani

Ngurah Sudiana melanjutkan, tata cara melaksanakan kedua hari raya tersebut dalam satu hari diawali dengan mungkah brata (memulai puasa) pada pukul 06.00 Wita. Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan kegiatan persembahyangan Kuningan sebagaimana mestinya.

Dalam menjalankan brata (Puasa) Siwa Ratri selama 36 jam, umat diharapkan bisa menjalankan puasa sepenuhnya. Ada tiga puasa yang dilakukan saat Siwa Ratri, yakni upawasa (puasa makan), monobrata (puasa bicara), dan jagra (puasa tidur).

Namun brata ini bisa dilakukan sesuai kemampuan. Mulai dari tingkat alit yakni jagra (puasa tidur) saja, tingkat madya yakni jagra (puasa tidur) dan upawasa (puasa makan), sedangkan tingkat utama bisa melakukan ketiganya. Setelah 36 jam, barulah umat membuka puasanya pada Minggu sore.

4. Makna Hari Raya Kuningan dan Siwa Ratri

Langka, 4 Fakta Unik Perayaan Kuningan & Siwa Ratri yang BerbarenganIDN Times/Irma Yudistirani

Melaksanakan sebuah hari raya harus dibarengi dengan memaknai tujuan dari hari raya tersebut. Tidak terkecuali Hari Raya Kuningan dan Siwa Ratri yang tahun ini jatuh di hari yang sama.

Hari Raya Kuningan merupakan rangkaian dari Hari Raya Galungan. Galungan dimaknai sebagai kemenangan Dharma (Kebajikan) melawan Adharma (Kebatilan). Setelah merayakan kemenangan Dharma saat Hari Raya Galungan, maka kebenaran itu dibentengi, yang disimbolkan dengan Hari Raya Kuningan.

Ada yang menyebut kata Kuningan memiliki makna "kauningan" yang artinya tahu atau mengetahui. Ini dimaknai untuk berintrospeksi diri agar diri menjadi terus tahu dan mampu membentengi diri dari kebatilan (Adharma). Begitu juga dalam mempertahankan Dharma.

Sedangkan Hari Raya Siwa Ratri bagi umat Hindu di Bali merupakan hari suci untuk melaksanakan pemujaan kepada Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Siwa. Perayaan Siwa Ratri menurut kepercayaan adalah malam peleburan dosa. Diyakini, dengan melakukan yoga semadi semalam suntuk akan memperoleh penyucian diri.

Namun lebih dari itu, sejatinya malam Siwa Ratri adalah untuk malam perenungan. Karena saat Siwa Ratri adalah malam tergelap dalam setahun, maka saat malam tergelap ini dimaknai sebagai waktu yang tepat untuk merenungi diri lebih dalam, serta merenungi kembali apa yang telah dilakukan selama ini. Dengan harapan umat bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi, dan mengurangi berbuat keburukan.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya