Warga Desa Tenganan Punya Kalender Adat, Berlangsung 3 Tahun Sekali 

Mereka berpatokan pada masa edar matahari

Karangasem, IDN Times – Ada yang unik dari tradisi masyarakat adat Bali, sebagaimana yang diyakini warga Bali Aga di Desa Tenganan Pengringsingan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Masyarakat adat tersebut memiliki budaya yang berbeda dari adat Bali pada umumnya, walaupun mereka juga memeluk agama Hindu.

Warisan budaya Desa Tenganan Pengringsingan, yakni Kain Tenun Gringsing, bahkan telah diakui oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Selain itu, warga Tenganan juga memiliki kalender adat sendiri yang berlangsung setiap tiga tahun sekali. 

Dalam mempertahankan kelestarian budaya di tengah gempuran perkembangan teknologi saat ini, peran masyarakat adat setempat sangatlah penting. Bagaimana masyarakat Desa Tenganan melakukannya? Berikut penjelasan Klian Desa Adat Tenganan Pegringsingan, I Putu Yudiana.

Baca Juga: Mengenal Desa Tenganan, Bali Aga yang Pertahankan Tradisi Leluhur 

1. Tidak ada catatan pasti asal mula kemunculan masyarakat adat Tenganan Pegringsingan

Warga Desa Tenganan Punya Kalender Adat, Berlangsung 3 Tahun Sekali Masyarakat Adat Tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem, Bali. (dok.IDN Times/istimewa)

Putu Yudiana mengungkapkan tidak ada yang mencatat cerita pasti asal mula kemunculan masyarakat Adat Tenganan Pegringsingan. Pada tahun 1841, Desa Adat Tenganan Pegringsingan pernah mengalami kebakaran sehingga semua sumber-sumber tertulis asal mula keberadaan mereka hilang.

Namun ada beberapa prasasti yakni Prasasti Ujung dan Prasasti Tumbu. Sekitar abad ke-9 sampai abad ke-11, diperkirakan orang-orang Tenganan dulu pernah berdiam di Tumbu atau di Taman Ujung.

“Nah yang sekarang kami warisi hanya legenda, karena legendalah yang bisa menceritakan dan diwarisi oleh anak-anak muda kami, supaya lebih gampang mereka menceritakan. Di mana orang-orang Tenganan ini adalah orang-orang prajurit di Kerajaan Bali Kuno itu. Kami adalah orang-orang prajurit dengan menganut sekte Indra atau Dewa Perang sekaligus Dewa Kesuburan,” jelasnya.

Warga Desa Tenganan Punya Kalender Adat, Berlangsung 3 Tahun Sekali Masyarakat Adat Tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem, Bali. (dok.IDN Times/istimewa)

Sekte Indra tersebut kemudian melahirkan upacara terbesar bagi masyarakat adat Tenganan Pegringsingan, yakni Perang Pandan. Upacara-upacara yang digelar sebagian besar terkait dengan keprajuritan atau peperangan.

“Kami itu Bali Aga atau Bali Mula. Kalau yang asli, Banjar Kauh dan Banjar Tengah, kurang lebih 105 KK. Kalau sampai ke Banjar Pande, itu kalau Banjar Pande ada yang pendatang sekitar 223 KK,” ungkapnya.

2. Masyarakat adat Tenganan Pegringsingan berpatokan pada masa edar matahari

Warga Desa Tenganan Punya Kalender Adat, Berlangsung 3 Tahun Sekali Masyarakat Adat Tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem, Bali. (dok.IDN Times/istimewa)

Yudiana mengungkapkan bahwa masyarakat adat setempat memang menganut agama Hindu, sama seperti masyarakat Bali pada umumnya. Namun tradisi, budaya, dan ritual masyarakat adat Tenganan Pegringsingan sedikit berbeda. Terutama terkait dengan kalender. Masyarakat adat Tenganan Pegringsingan memiliki perhitungan tersendiri dengan berpatokan pada masa edar matahari.

Kalender masyarakat adat Tenganan Pegringsingan tidak ada pencatatan khusus. Akan tetapi masyarakat Adat Tenganan Pegringsingan sangat hafal dengan kalendernya. Siklus kalender mereka berlangsung setiap 3 tahun sekali, yakni tahun pertama jumlah bulan dihitung 12 dengan jumlah hari per bulannya dihitung 30 hari.

Lalu untuk tahun kedua, satu tahun tetap dihitung 12 bulan, hanya saja ada beberapa hari di bulan ke-11 dan ke-12 yang jumlahnya hanya 26 hari. Pada tahun ketiga, jumlah bulan dihitung 13 bulan, yakni terjadi bulan ke-4 sebanyak dua kali. Tahun 2022 ini merupakan tahun ketiga bagi masyarakat adat Tenganan Pegringsingan.

“Kalender Bali pada umumnya kalau tidak salah sekarang baru bulan ke-11. Kalau kami di Tenganan adalah bulan keempat. Karena kami kalendernya berdasarkan masa edar matahari. Bukan berdasarkan masa edar bumi atau bulan,” jelasnya.

Masyarakat adat Tenganan Pegringsingan hafal dengan kalendernya sendiri, berikut ritus dan ritual-ritual yang dilakukan setiap bulannya. Ritual lain yang juga berbeda adalah cara penguburan, tata cara pelaksanaan orang kematian, pendewasaan, dan lainnya.

3. Masyarakat adat memegang teguh dan meyakini tradisi dan budaya yang diwarisi

Warga Desa Tenganan Punya Kalender Adat, Berlangsung 3 Tahun Sekali Masyarakat Adat Tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem, Bali. (dok.IDN Times/istimewa)

Mengingat kerasnya gempuran modernisasi, Yudiana mengatakan masyarakat adat Tenganan Pegringsingan tidak mengalami kekhawatiran. Mengapa? Karena masyarakat adat sampai saat ini memegang teguh dan meyakini tradisi dan budaya yang diwarisi. Namun mereka juga tetap terbuka dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini.

“Tetap kami laksanakan dan kami jaga. Kami tetap pegang teguh Awig-awig, dan aturan-aturan adat yang berlaku turun temurun. Bahkan cara berpakaian pun tetap masih kami pegang teguh,” jelasnya.

Upaya pelestarian budaya Tenganan Pegringsingan di kalangan remaja dilaksanakan melalui organisasi remaja. Yudiana mengaku sangat mendukung generasi muda untuk mengenal teknologi. Namun tetap melestarikan adat dan menjalankan aturan yang diwariskan secara turun temurun.

“Mereka dapat pendidikan adat. Kalau yang laki-laki, ada metruna Nyoman. Mereka ada ikut organisasi Truna. Tetap menjalankan tradisi,” jelasnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya