Tradisi Menjemur Mayat di Desa Sepang Buleleng

Bahasa Balinya adalah Tradisi Nginyahang Mayat

Desa Sepang merupakan desa tua yang berada di Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng. Jarak dari Kota Singaraja sekitar 64 kilometer (km). Sebagai desa tua, tentunya Desa Sepang memiliki beragam tradisi kuno yang unik.

Satu di antaranya tradisi menjemur mayat (jenazah) yang disebut dengan Upacara Nginyahang Mayat. Seperti apa tradisi yang masih dilakukan hingga sekarang ini? Berikut ulasannya yang dikutip dari jurnal milik Drs I Made Girinata MAg berjudul Tradisi Upacara Nginyahang Mayat di Desa Sepang Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng.

1. Awal mula Tradisi Nginyahang Mayat

Tradisi Menjemur Mayat di Desa Sepang BulelengKuburan desa adat di Bali. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Desa Sepang pada zaman dahulu tidak memiliki Pura Mrajapati. Pura Mrajapati biasanya terletak berdekatan dengan lokasi kuburan desa adat. Terdapat sebuah batu yang disebut batu penginyahan di Desa Sepang. Sebelum dikubur, jenazah diletakkan di atas batu ini terlebih dahulu.

Jenazah ini dijemur dengan tujuan sebagai pemberitahuan secara spiritual kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa bahwa ada orang yang meninggal. Selain karena belum adanya Pura Mrajapati, pelaksanaan tradisi ini karena kuburan desa adat pada zaman dulu masih berupa semak belukar. Sembari menunggu proses penggalian, jenazah terlebih dahulu dijemur di atas batu penginyahang. Peletakan jenazah di batu penginyahang ini juga sebagai simbolis roh orang yang meninggal melakukan penghormatan (melapor) terakhir kepada Sang Pencipta.

2. Tahapan pelaksanaan Tradisi Nginyahang Mayat

Tradisi Menjemur Mayat di Desa Sepang BulelengIlustrasi prosesi penguburan jenazah di Bali. (YouTube.com/ Asli Bali Channel)

Tradisi Nginyahang Mayat termasuk dalam prosesi Pitra Yadnya saat orang meninggal. Saat ada warga meninggal di Desa Sepang, keluarga akan terlebih dahulu mohon petunjuk hari baik kepada pengurus Desa Adat untuk prosesi penguburan. Setelah mendapatkan hari baik, keluarga akan melakukan rembug untuk pelaksanaan prosesi penguburan tersebut.

Sebelum dikubur, jenazah terlebih dahulu dibersihkan atau dimandikan yang sering disebut dengan prosesi ngeringkes. Setelah prosesi ini selesai, dilanjutkan prosesi mengubur jenazah di kuburan desa adat setempat. Warga bersama keluarga mengantarkan jenazah menuju ke kuburan.

Walaupun Desa Sepang kini telah memiliki Pura Mrajapati, Tradisi Nginyahang Mayat masih tetap dilakukan. Sesampainya di kuburan, keluarga terlebih dulu bersembahyang di Pura Mrajapati. Setelah selesai sembahyang, jenazah beserta alat-alat pendukung diusung ke batu penginyahang.

Jenazah dan sarana upacara diletakkan di atas batu penginyahang. Warga dan keluarga menggali kuburan di lokasi yang telah ditentukan. Sembari menunggu prosesi penggalian selesai, keluarga dan warga menunggu di sekitar batu penginyahang.

Setelah penggalian selesai, sarana upacara pemeblian bangbang (kuburan) dibawa ke lokasi kuburan. Setelah sarana upacara tersebut dihaturkan, dibawa kembali ke batu penginyahang. Sarana upacara tersebut diletakkan di atas batu penjemuran tersebut. Jenazah kemudian dibawa ke lokasi kuburan, sedangkan sarana upacara dibiarkan di atas batu penginyahang. Selanjutnya, dilakukan prosesi penguburan jenazah.

3. Prosesi yang dilakukan setelah mengubur jenazah

Tradisi Menjemur Mayat di Desa Sepang BulelengIlustrasi sarana punjung. (YouTube.com/Balinese Culture and Hindu)

Seperti halnya daerah lainnya di Bali, terdapat rangkaian prosesi upacara yang dilakukan setelah prosesi penguburan jenazah di Desa Sepang. Setelah proses penguburan selesai, dihaturkan sesaji yang disebut punjung sebagai simbol memberikan makanan kepada roh orang yang meninggal. Punjung tersebut terdiri dari arepan dan jota yang menggunakan alas kelapakan pohon pinang yang disebut dengan upih.

Setelah punjung tersebut dihaturkan, keluarga menyantap sarana punjung, yang dikenal dengan istilah nyurud. Sesampai di rumah, setiap orang membasuh kepala dengan tetesan air yang disiratkan ke atas genteng. Hal ini dipercaya untuk membersihkan badan secara jasmani dan rohani dari pengaruh kekuatan negatif yang ada di area kuburan.

Keluarga melakukan upacara nyolasin pada hari kesebelas setelah hari penguburan. Setiap tiga hari, keluarga datang ke kuburan untuk menghaturkan punjung. Biasanya sarana yang dihaturkan adalah makanan atau minuman yang disukai orang yang telah meninggal tersebut.

Setelah hari kesebelas, keluarga melakukan upacara nyolasin. Beberapa sarana yang digunakan adalah air suci atau tirta penglukatan dari sulinggih atau peranda, dan menghaturkan punjung arepan dan jotan. Tirta pengelukatan disiratkan di kuburan, keluarga, dan merajan (pura keluarga yang ada di rumah). Tirta pengelukatan ini bertujuan untuk membersihkan segala bentuk kekotoran atau mala secara sekala maupun niskala.

Tradisi Nginyahang Mayat ini dilaksanakan tidak saja untuk menjaga tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun. Namun, di balik pelaksanaannya terkandung nilai-nilai sakral yang memiliki makna penting bagi warga Desa Sepang.

Ari Budiadnyana Photo Community Writer Ari Budiadnyana

Menyenangi hal-hal baru. Menulis salah satu hobi sejak jaman blog. Menulis apa saja yang ada di hati.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya