Sejarah Ngaben Tanpa Api di Desa Lemukih Buleleng, Unik!

Ternyata gak semua ngaben di Bali pakai api ya

Ngaben adalah upacara untuk orang meninggal dunia dalam Hindu di Bali. Upacara ini sangat identik dengan prosesi pembakaran jenazah yang diupacarai. Umat Hindu percaya, seseorang yang lahir ke dunia akan kembali lagi ke asalnya dengan melakukan prosesi ngaben.

Namun, tidak semua upacara ngaben di Bali menggunakan sarana api. Contohnya Desa Lemukih di Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Desa ini tidak menggunakan api saat melakukan upacara ngaben. Lalu seperti apa prosesi upacaranya?

Baca Juga: Makna Ngaben di Bali Menurut Lontar Yama Purwana Tattwa

1. Sejarah Desa Lemukih

Sejarah Ngaben Tanpa Api di Desa Lemukih Buleleng, Unik!Salah satu obyek wisata di Desa Lemukih. (instagram.com/gedewiraartakusuma)

Mengutip dari situs Sawan.bulelengkab.go.id, Desa Lemukih termasuk desa tertua di Kabupaten Buleleng. Lokasi desa awalnya berada di Temacak Kangin. Namun karena ada kejadian aneh, di mana warga banyak meninggal dunia setelah menyantap hewan pengganggu bernama bejulit atau bejagul. Warga lalu pindah ke daerah Temacak Kauh. Tetapi di tempat itu, warga kembali mendapat gangguan semut api yang membuat mereka harus berpindah ke lokasi Desa Lemukih.

Asal-usul nama Desa Lemukih memiliki banyak versi, satu di antaranya menyebutkan nama Lemukih berasal dari kata "lembu" dan "akeh". Lembu di sini adalah sapi yang sebagian bulunya berwarna putih, dan akeh artinya banyak.

Baca Juga: Fungsi Kompor Jenazah Ngaben di Bali, Praktis dan Cepat

2. Tradisi ngaben di Desa Lemukih tidak menggunakan api

Sejarah Ngaben Tanpa Api di Desa Lemukih Buleleng, Unik!Prosesi ngaben di Desa Lemukih. (youtube.com/Kupit Bali)

Satu hal yang unik dari Desa Lemukih adalah desa ini melaksanakan upacara ngaben tanpa menggunakan api untuk membakar jenazah. Menurut situs Sawan.bulelengkab.go.id, tradisi ini berdasarkan kepercayaan warga setempat yang telah dilaksanakan secara turun temurun.

Walaupun tidak ada buku atau sumber lainnya, kepercayaan atau mitos ini hingga sekarang terus berlangsung. Tidak ada warga yang berani mengubah kebiasaan tersebut. Karena warga Desa Lemukih sudah menganggap mitos ini menjadi suatu kebenaran yang pasti dan tidak dapat diganggu gugat.

3. Tradisi ngaben tanpa api disebut Bila Tanem atau Mratiwi

Sejarah Ngaben Tanpa Api di Desa Lemukih Buleleng, Unik!Prosesi ngaben di Desa Lemukih. (YouTube.com/Kupit Bali)

Masyarakat Desa Lemukih menyebut tradisi ngaben tanpa api ini dengan istilah Bila Tanem atau Mratiwi. Makna atau filosofinya adalah agar raga sarira atau badan kasar yang berasal dari unsur Pertiwi dapat menghormati Pertiwi dahulu.

Hal ini disimbolkan seperti seseorang yang meninggal sebelum kembali ke asalnya harus mencium Pertiwi terlebih dahulu. Ngaben ini juga sebagai simbol penghormatan terhadap Ibu Pertiwi.

4. Asal usul ngaben Bila Tanem

Sejarah Ngaben Tanpa Api di Desa Lemukih Buleleng, Unik!Pura Cemara Geseng, Desa Lemukih. (YouTube.com/JAYA PANGUS)

Selain sebagai penghormatan kepada Ibu Pertiwi, ngaben Bila Tanem berawal dari adanya pura yang dikeramatkan oleh warga Desa Lemukih. Pura ini bernama Pura Bukit Cemara Geseng, yang memiliki lokasi strategis di sebelah kanan Desa Lemukih dan berada di puncak bukit.

Awalnya, Desa Lemukih mengadakan upacara ngaben yang disebut dengan istilah pemuunan atau pembakaran. Suatu hari, warga Desa Lemukih mengadakan upacara ngaben. Namun pada saat prosesinya sedang berlangsung, muncul peristiwa aneh. Api yang digunakan untuk membakar jenazah selalu padam dan tidak dapat dinyalakan.

Selain itu, jenazah yang berada di dalam peti seperti berkeringat mengeluarkan air. Peristiwa aneh tidak berhenti sampai di situ. Warga yang hadir tiba-tiba mengalami kerauhan (kesurupan) massal.

Selama kerauhan, warga tidak diperkenankan untuk melaksanakan upacara ngaben karena asap dari pembakaran jenazah akan mengotori Pura Bukit Cemara Geseng sehingga pura menjadi cemer danleteh (kotor).

5. Prosesi ngaben dilakukan dengan mencabut tanaman di sekitar setra (kuburan)

Sejarah Ngaben Tanpa Api di Desa Lemukih Buleleng, Unik!Prosesi ngaben di Desa Lemukih. (YouTube.com/Kupit Bali)

Setelah peristiwa itu, prosesi ngaben yang disertai dengan pembakaran jenazah tidak dilaksanakan lagi. Sebagai gantinya, warga mencabut tanaman yang ada di sekitar setra atau pusara orang yang akan diaben.

Setelah dicabut, tanaman tersebut dibawa oleh anak perempuan yang masih kecil atau suci, dengan terlebih dahulu dibungkus menggunakan kain putih kuning. Hingga kini, tradisi ini masih dilangsungkan dan warga tidak ada yang berani melanggar kepercayaan tersebut. Warga Desa Lemukih takut akan mengalami gerubug (malapetaka) seperti orang meninggal tanpa sebab.

Bali terdapat banyak kepercayaan yang hingga kini masih dilaksanakan oleh warganya. Walaupun terkadang hal tersebut tidak masuk akal, namun sudah sepatutnya menghormati kepercayaan yang diwariskan oleh leluhur terdahulu.

Ari Budiadnyana Photo Community Writer Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya