Perbedaan Sugihan Jawa dan Sugihan Bali, Beserta Maknanya

Umat Hindu di Bali pasti merayakan ini sebelum Galungan

Umat Hindu merayakan Hari Raya Galungan pada Rabu, Kliwon, Wuku Dungulan. Biasanya mereka menyelenggarakan beberapa rangkaian persembahyangan sebelum puncak hari raya. Satu di antaranya hari raya yang disebut Sugihan Jawa dan Sugihan Bali.

Kedua hari raya itu dilaksanakan seminggu sebelum Galungan. Walaupun sama-sama menggunakan nama Sugihan, namun keduanya memiliki makna yang berbeda. Berikut ini perbedaan Sugihan Jawa dan Sugihan Bali, merujuk jurnal penelitian "Agama Vidya Samhita, Upacara dan Makna Filosofis Hari Raya Sugian Jawa dan Sugian Bali", yang ditulis oleh Wayan Musna.

Baca Juga: Referensi Ucapan Hari Raya Galungan dan Kuningan Bahasa Bali

Baca Juga: 5 Sarana Wajib Penjor saat Galungan, Gak Harus Mewah

1. Sugihan Jawa

Perbedaan Sugihan Jawa dan Sugihan Bali, Beserta MaknanyaIlustrasi umat Hindu mempersiapkan sarana upacara. (unsplash.com/Cok Wisnu)

Sugihan memiliki makna pembersihan. Sugihan Jawa jatuh pada hari Kamis, Wage, Wuku Sungsang. Menurut Lontar Sundarigama, Sugihan Jawa memiliki makna menyucikan Bhuana Agung atau alam makrokosmos. Lontar tersebut mengungkapkan, Hari Sugihan Jawa merupakan "Pasucian Dewa Kalinggania Pamrastista Batara Kabeh". Artinya, hari penyucian semua Dewa atau Bhatara sebagai kekuatan suci Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Dalam pelaksanaannya, umat Hindu melakukan upacara untuk membersihkan segala tempat dan peralatan upacara di masing-masing tempat suci. Persembahan atau sarana upacara yang dihaturkan adalah Sesayut Tutwam, yang berguna untuk menarik kebahagiaan. Tentunya, pelaksanaan upacara Sugihan Jawa lebih besar dari Sugihan Bali.

Selain itu secara turun-temurun, pelaksanaan kedua sugihan ini dikaitkan dengan keturunan. Bagi umat yang dahulunya adalah keturunan warga Jawa (Majapahit) merayakan Sugihan Jawa. Sedangkan umat yang memang keturunan asli Bali (Bali Mula), merayakan Sugihan Bali.

2. Sugihan Bali

Perbedaan Sugihan Jawa dan Sugihan Bali, Beserta MaknanyaProsesi Galungan di salah satu desa di Bali. (unsplash.com/Ruben Hutabarat)

Sugihan Bali jatuh sehari setelah Sugihan Jawa, tepatnya pada Jumat, Kliwon, Wuku Sungsang. Jika Sugihan Jawa adalah untuk membersihkan Bhuana Agung (Makrokosmos), maka Sugihan Bali melakukan pembersihan Bhuana Alit atau alam mikrokosmos. Dalam Lontar Sundarigama disebutkan, Sugihan Bali adalah "Kalinggania Amretista Raga Tawulan" atau Sugihan Bali untuk menyucikan badan jasmani masing-masing.

Badan jasmani adalah simbol dari alam mikrokosmos yang perlu dibersihkan atau disucikan. Jadi masing-masing orang melakukan pembersihan melalui persembahyangan di rumah maupun pura. Dalam sloka dari pustaka suci, Manawa Dharma Sastra, disebutkan:

Adbirgaatrani suddhyati,
Manah satyena suddhyati,
Vidya tapobhyam bhutaatma,
Buddhir jnyanena sudhyati.

Artinya:

Badan dibersihkan dengan air,
Pikiran disucikan dengan kebenaran dan kejujuran, Atman disucikan dengan ilmu pengetahuan dan tapa, Budhi disucikan dengan kebijaksanaan.

Hari Sugihan Bali ini juga dapat dijadikan sebagai hari perenungan atau mulat sarira untuk menyambut datangnya Hari Kemenangan Dharma (Galungan). Sarana upacara secara khusus memang tidak ada selama pelaksanaan Hari Sugihan Bali.

3. Bagaimana jika umat Hindu tidak merayakan Sugihan dan Galungan?

Perbedaan Sugihan Jawa dan Sugihan Bali, Beserta MaknanyaIlustrasi umat Hindu saat upacara di Pura. (unsplash.com/Hakan Nural)

Berdasarkan Lontar Purana Bali Dwipa, Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (bulan keempat dalam kalender Bali), Budha, Kliwon, wuku Dungulan, tahun Saka 804 atau tahun 882 Masehi. Pada tiga abad lalu, Hari Raya Galungan dan Sugihan dirayakan secara meriah. Namun ketika Raja Sri Ekajaya berkuasa pada tahun 1103 Saka, perayaan Galungan dihentikan.

Menurut Lontar Sri Jaya Kasuni, pada zaman Pemerintahan Raja Sri Jayakasunu tahun 1126 Saka, Galungan kembali dilaksanakan. Sebab ada banyak musibah, dan umur pejabat kerajaan menjadi relatif lebih pendek pada masa pemerintahan raja-raja sebelumnya. Raja Sri Jayakasunu mendapatkan pawisik (bisikan gaib) dari Dewi Durga di Pura Dalem Puri yang letaknya tidak jauh dari Pura Besakih, untuk kembali melaksanakan Hari Raya Galungan beserta rangkaiannya.

Hingga saat ini, umat Hindu di Bali rutin melaksanakan Hari Raya Galungan beserta rangkaiannya, termasuk Sugihan Jawa dan Sugihan Bali.

Secara filosofis, pelaksanaan Hari Raya Sugihan Jawa dan Sugihan Bali adalah untuk menyucikan diri beserta alam semesta dalam rangka menyambut Hari Raya Galungan dan Kuningan. Sebagai hari Kemenangan Dharma melawan Adharma, sudah sepatutnya setiap umat Hindu merayakan secara sukacita dan hati yang suci.

Ari Budiadnyana Photo Community Writer Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya