Perbedaan Desa Adat dan Desa Dinas di Bali

Kalau kamu lama menetap di Bali, pasti tahu sih ya

Bali hingga saat ini masih melestarikan adat dan budaya yang diturunkan sejak dulu. Satu di antaranya mengenai desa adat. Seperti diketahui, Bali terdapat dua jenis desa yaitu desa adat dan desa dinas.

Khusus di Bali, peran desa adat sangat kuat dibandingkan daerah lainnya. Karena itu, perlu adanya pemahaman mengenai keberadaan dan kewenangan dari kedua jenis desa ini. Berikut ini perbedaan desa adat dan desa dinas di Bali.

Baca Juga: Sejarah Tradisi Ngerebong Bali, Sudah Ada Sejak 1937

Baca Juga: 11 Macam Iuran Warga yang Tinggal di Desa Adat Denpasar

1. Pendirian desa dinas dan desa adat

Perbedaan Desa Adat dan Desa Dinas di BaliKegiatan warga desa adat di Bali saat upacara ngaben. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Dikutip dari jurnal berjudul "Kedudukan dan Kewenangan Desa Adat dan Desa Dinas di Bali Pasca Pemberlakuan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Dalam Perspektif Administratif" karya Piers Andreas Noak (Direktur CEPP dan Ketua Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana), desa dinas dibentuk pada zaman Orde Baru atau masa Pemerintahan Soeharto melalui Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1979. Desa adat sendiri adalah desa asli yang ada di daerah Bali.

Dapat dikatakan, bahwa desa adat telah ada sejak zaman dahulu. Ada satu kisah menceritakan tentang Mpu Kuturan yang membentuk desa adat. Fungsinya untuk mempersatukan sekte-sekte yang pada saat itu sedang berperang atau bermusuhan antara satu sekte dengan sekte lainnya.

2. Perbedaan secara fungsi dan kewenangan

Perbedaan Desa Adat dan Desa Dinas di Baliilustrasi KTP (IDN Times/Umi Kalsum)

Desa Dinas di Bali memiliki fungsi dan kewenangan dalam administrasi kependudukan. Pencatatan penduduk seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk pemilihan umum (pemilu) atau pemilihan kepala daerah (pilkada), dan sejenisnya. Selain itu, Desa Dinas juga mengeluarkan kartu domisili sementara bagi penduduk yang bukan warga asli desa tersebut. Warga yang tercatat di desa dinas adalah seluruh warga yang tinggal atau berdomisili di desa tersebut walaupun ia bukan penduduk asli desa.

Sedangkan desa adat di Bali memiliki fungsi dan kewenangan mengatur segala kegiatan adat serta budaya yang ada di desa tersebut. Warga yang tercatat dalam desa adat adalah warga asli yang telah secara turun temurun tinggal di desa tersebut.

Jika ada kegiatan adat seperti piodalan (perayaan hari jadi tempat suci atau pura) di pura kahyangan desa, upacara ngaben, maupun upacara adat lainnya, pihak desa adat melalui banjar adatlah yang mengaturnya. Namun jika ada kegiatan lomba desa, pertandingan olahraga, dan sejenisnya, maka yang mengatur serta mengelola adalah desa dinas.

Misalnya ada upacara pernikahan, maka petugas desa dinas wajib bertugas untuk melakukan pencatatan terhadap warga yang telah keluar dari desa dinas (untuk pengantin perempuan), dan mencatatnya sebagai warga baru di desa dinas pengantin pria. Selain itu, petugas desa dinas akan mencatat mengenai pernikahan kedua pasangan secara resmi. Sedangkan petugas desa adat bertugas pada prosesi pernikahannya, misalnya ngeraos (berbicara) kepada keluarga pengantin perempuan, dan mengatur pelaksanaan prosesi pernikahan di tempat pengantin pria.

3. Desa adat memiliki kekayaan berupa tanah desa

Perbedaan Desa Adat dan Desa Dinas di BaliRumah di tanah milik desa adat. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Desa dinas tidak memiliki kekayaan atau harta berupa tanah. Tanah desa hanya dimiliki oleh desa adat. Jadi desa adat memiliki hak mengelola tanah adat untuk kepentingan masyarakat desa adat.

Desa adat sendiri memiliki tanah yang disebut sebagai tanah Ayahan Desa (AYDS). Tanah ini diberikan kepada warga melalui banjar adat di mana tempat tanah tersebut berada untuk dijadikan tempat tinggal. Warga tersebut berkewajiban untuk ngayah (membantu secara sukarela) ketika ada kegiatan adat di desa/banjar adat, dan mengikuti kewajiban-kewajiban lain yang ada di banjar/desa adat tersebut.

4. Hak dan kewajiban warga desa dinas serta desa adat

Perbedaan Desa Adat dan Desa Dinas di Baliproses pemindahan jenazah pada tradisi Ngagah (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Ada perbedaan hak dan kewajiban bagi warga yang berstatus sebagai warga desa dinas maupun warga desa adat. Warga desa dinas wajib membayar iuran yang telah ditetapkan, namun bukan untuk iuran wajib kegiatan adat. Sedangkan warga desa adat dikenakan iuran ketika ada upacara adat di desa tersebut.

Misalnya ada upacara piodalan di pura kahyangan desa ataupun upacara kematian. Warga desa dinas tidak diwajibkan untuk ayahan (gotong royong) dan iuran. Sedangkan warga adat wajib gotong royong dan membayar iuran.

Warga desa dinas tidak mendapatkan hak dalam hal upacara adat, sedangkan warga desa adat mendapatkannya. Contoh jika ada kematian, warga desa adat akan mendapatkan bantuan dari warga adat selama prosesi kematian, dan berhak menggunakan setra (kuburan) desa adat. Sedangkan warga dinas tidak memiliki hak tersebut. Hal ini juga berlaku untuk upacara lainnya seperti pernikahan dan lainnya.

Hal unik dari status warga dinas dan warga adat di Bali adalah para perantauan biasanya memiliki dua status warga. Yaitu sebagai warga dinas di desa tempatnya merantau, dan masih terdaftar sebagai warga adat di daerah asalnya. Warga pun bisa berpindah status warga dinas ke warga adat walaupun bukan asli sana, begitu pula sebaliknya.

5. Pengurus desa dinas dan desa adat

Perbedaan Desa Adat dan Desa Dinas di Balipotret situasi Desa Wisata Aan (instagram.com/aan_secretwaterfall)

Desa dinas dipimpin oleh perbekel (kepala desa atau kepala lurah), sedangkan desa adat dipimpin oleh bendesa. Desa dinas di bawahnya terdapat dusun atau banjar dinas dan kepala lingkungan (kepling), sedangkan desa adat di bawahnya ada banjar adat yang dipimpin oleh kelihan adat.

Desa adat memiliki dua peraturan adat hasil kesepakatan warga adat. Yaitu awig-awig sebagai undang-undang atau aturan tertinggi di desa adat, dan perarem adalah peraturan pelaksanaannya. Desa adat juga memiliki pengadilan sendiri yang disebut dengan kerta desa. Jadi kalau ada permasalahan atau kasus sengketa yang berkaitan dengan adat akan diselesaikan melalui kerta desa dan dibantu oleh Majelis Desa Adat (MDA), bukan diselesaikan di peradilan umum.

Itulah perbedaan desa adat dan desa dinas di Bali. Ini adalah pengetahuan dasar yang wajib kamu ketahui apabila ingin tinggal atau menetap di Bali. Kekuatan desa adat inilah yang menjaga tanah Bali dari gempuran perkembangan global, turis, dan warga pendatang. Makanya adat dan budaya di Bali masih lestari karena adanya desa adat.

Ari Budiadnyana Photo Community Writer Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya