Makna Tari Poleng Kesiman, Hanya Ada di Tradisi Ngerebong

Pura Agung Petilan, Desa Adat Kesiman, Kelurahan Kesiman, Kota Denpasar, bakalan menyelenggarakan Tradisi Ngerebong, pada Minggu (20/8/2023). Berdasarkan kalender Bali, tradisi ini selalu dilaksanakan setiap 210 hari sekali pada Minggu, Redite Pon, wuku Medangsia atau delapan hari setelah Hari Raya Kuningan. Upacara sakral ini untuk menetralisir dan membersihkan alam semesta (penyudhamalaan), yang diwujudkan dalam bentuk Barong berbulu putih, dan Barong berbulu goak (gagak) berwarna hitam.
Ada beberapa bagian penting dalam pelaksanaan upacara ini, yaitu Tari Poleng Kesiman. Seperti apa tari sakral ini? Simak penjelasannya di bawah ini ya, guys.
Baca Juga: Sejarah Tradisi Ngerebong Bali, Sudah Ada Sejak 1937
1. Tari Poleng sebagai tari wali
Dikutip dari laman Isi-dps.ac.id dan jurnal berjudul Poleng Kesiman: Tari Keprajuritan Sakral Pada Upacara Ngerebong di Desa Kesiman yang ditulis oleh IDB Surya Peredantha SSn, seorang alumni ISI Denpasar, Tari Poleng Kesiman adalah sebuah bentuk tari wali atau tari sakral. Sebab tari ini dipentaskan sebagai bagian dari Upacara Ngerebong.
Tari Poleng dipercaya sebagai simbol prajurit andalan Raja Kesiman pada zaman dahulu. Tari ini ditarikan secara berkelompok sebanyak lima orang. Masing-masing orang membawa senjata seperti tombak, parang, gada, perisai, dan keris.
2. Pakaian penari Tari Poleng
Tari Poleng yang sering juga disebut sebagai tari baris ini, memakai pakaian dengan ciri khas yang sedikit berbeda dari tari baris. Kalau tari baris pada umumnya, penutup kepalanya berbentuk kerucut, sedangkan Tari Poleng Kesiman menggunakan lembaran kain berwarna poleng (warna hitam dan putih) yang dilipat seperti destar atau udeng. Kemudian ditambahkan sepucuk bunga pucuk (kembang sepatu) berwarna merah.
Bajunya berlengan panjang yang terbuat dari kain beludru. Kain (kamen) menggunakan kain berwarna putih, saput (penutup kamen) poleng, dan selendang berwarna poleng dililitkan di badannya. Masing-masing penari menyelipkan sebilah keris di pinggang.
3. Alur pementasan Tari Poleng Kesiman
Tari Poleng Kesiman dipentaskan pada tahapan ketiga yang disebut Ngilen Prakulit. Sekadar diketahui, tahapan pertama pada Ngerebong adalah Ngilen Ngereh yang kemudian dilanjutkan dengan Ngilen Ngerebong, di mana Ida Sesuhunan beserta para tapakan berjalan mengelilingi area madya mandala pura.
Alur pementasan Tari Poleng Kesiman dimulai ketika para jro mangku istri (perempuan) yang disebut sutri, keluar dari Kori Agung (pintu utama) pura dengan menggunakan pakaian serba putih dan berhiaskan baju sejenis rompi. Para sutri ini dalam keadaan trance (kerauhan atau kerasukan), namun tidak sehisteris para tapakan (orang terpilih sebagai pengirim Ida Sesuhunan), selama prosesi Ngilen Ngerebong.
Setelah itu, dilanjutkan dengan para pemangku berpakaian putih mengusung benda sakral/pusaka yang disebut Cepuk Poleng Papetet Kesiman. Diikuti oleh pemangku yang berjalan membawa genta sebanyak 4 orang. Setelah pemangku yang membawa genta ini, barulah diikuti oleh para penari Tari Poleng Kesiman.
4. Penari kerasukan namun gerakannya masih terkendali
Penari Tari Poleng yang juga disebut sebagai rerencangan Poleng Kesiman ini menari dalam keadaan kerasukan. Uniknya, mereka tidak berteriak histeris seperti kerasukan pada umumnya. Mereka justru menari dengan penuh kharisma, layaknya seorang prajurit yang siap bertempur.
Sebagaimana halnya tari wali, pertunjukannya tidak terlalu mementingkan koreografi dan estetika gerakan. Gerakan tari yang mirip seperti pencak silat ini lebih banyak menggunakan posisi level rendah atau yang disebut dengan ngaed/ngeed.
5. Simbol pelindung Desa Kesiman secara sekala maupun niskala
Penari Tari Poleng Kesiman begitu tangkas saat memainkan properti senjata yang dibawanya. Terkadang para penari memerlukan bantuan orang lain untuk menenangkannya saat mereka sudah tidak bisa mengendalikan diri.
Gerakan-gerakan yang dilakukan para penari Tari Poleng Kesiman yang seperti mengacung-acungkan senjata ke atas maupun ke arah Kori Agung, memiliki makna tersendiri. Gerakan itu dipercaya bahwa para pasukan atau prajurit (penari Tari Poleng) telah siap untuk berperang menjaga keamanan Desa Kesiman, baik secara sekala (kasat mata) maupun niskala (tak kasat mata).
Para penari Tari Poleng Kesiman bukanlah orang sembarangan. Mereka adalah orang-orang terpilih (biasanya sebagai jro mangku), dan telah siap secara mental maupun spiritual. Tradisi Ngerebong akan berakhir setelah tiga kali berputar. Seluruh peserta Upacara Ngerebong akan kembali masuk ke Utama Mandala (area utama) Pura Agung Petilan.
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.