Makna Ruwatan Sapuh Leger di Bali, Sakral dan Penuh Makna

Orang yang lahir di wuku Wayang harus melakukan ruwatan ini

Ruwatan atau di Bali dikenal dengan istilah bebayuhan adalah suatu prosesi upacara yang berkaitan dengan hari kelahiran atau weton atau otonan seseorang. Secara umum, ruwatan memiliki fungsi untuk membersihkan diri atau penyucian diri seseorang secara lahir dan batin dari pengaruh-pengaruh negatif hari kelahirannya.

Bali memiliki beberapa jenis ruwatan, satu di antaranya Sapuh Leger. Ruwatan ini dilakukan untuk seseorang yang kelahirannya jatuh pada Wuku Wayang.

Baca Juga: Melihat Prosesi Ruwatan Sapuh Leger di Griya Reka Eka Sari

Baca Juga: Fakta Wayang Cupak, Kesenian Langka di Bali

1. Terkait kisah Bhatara Kala

Makna Ruwatan Sapuh Leger di Bali, Sakral dan Penuh MaknaWayang Sapuh Leger. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Menurut Dalang Wayang di Bali, Jro Dalang Gede Karang Wiratmaja, dalam ajaran Hindu di Bali terdapat istilah Sat Tat. Sat adalah Satwa (cerita) dan Tat adalah Tattwa (filsafat atau filosofi).

"Tattwa-nya adalah pelaksanaan ruwatan Sapuh Leger, dan Satwa atau ceritanya adalah kisah Bhatara Kala yang akan memakan Sang Hyang Kumara," ungkap Jro Dalang Gede Karang Atmaja di lokasi upacara ruwatan Sapuh Leger dan Sudhamala, Griya Reka Eka Sari Bhuwana, Kelurahan Panjer, Kota Denpasar, Sabtu (29/4/2023).

Singkat cerita, Bhatara Kala akan memakan adiknya, Sang Hyang Kumara. Sehingga Sang Hyang Kumara harus bersembunyi dari kejaran Bhatara Kala. Sampai suatu ketika ia berada di pertunjukan wayang, dan bersembunyi di keropak (kotak tempat penyimpanan wayang) sang dalang.

Bhatara Kala tiba di tempat tersebut. Karena kelaparan, ia memakan sesajen sang dalang yang belum dihaturkan. Sang dalang menegur Bhatara Kala, dan mengaku salah atas kelakuannya itu.

Bhatara Kala kemudian memberikan anugerah sang dalang berupa kekuatan magis untuk membersihkan makhluk hidup dari segala kekotoran. Dari kisah inilah, bahwa setiap anak yang lahir di Wuku Wayang harus mendapatkan ruwatan Sapuh Leger.

2. Makna ruwatan Sapuh Leger

Makna Ruwatan Sapuh Leger di Bali, Sakral dan Penuh MaknaTirta untuk melukat saat pertunjukan Wayang Sapuh Leger. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Sapuh Leger secara etimologi bahasa berasal dari dua kata, sapuh dan leger. Sapuh berarti membersihkan, sedangkan leger atau reget berarti kotor. Sehingga Sapuh Leger memiliki arti membersihkan kekotoran yang ada dalam diri manusia. Makna ruwatan Sapuh Leger ini menurut Jro Dalang Gede Karang didasarkan atas utang kelahiran yang dimiliki oleh setiap manusia.

"Ada tiga utang atau Tri Rna yaitu Dewa Rna, Pitra Rna, Rsi Rna. Setiap manusia harus membayar utang ini," ungkap Jro Dalang Gede Karang.

Sapuh Leger termasuk sarana untuk membayar utang kelahiran seseorang yang lahir di Wuku Wayang. Ruwatan Sapuh Leger sendiri bertujuan untuk penyucian diri seseorang dari kekuatan negatif hari kelahirannya, agar bisa menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya.

3. Ruwatan Sapuh Leger sebagai sarana hipnoterapi

Makna Ruwatan Sapuh Leger di Bali, Sakral dan Penuh MaknaRuwatan Sapuh Leger. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Dilihat dari artinya membersihkan kekotoran, maka sebenarnya ruwatan Sapuh Leger juga bisa ditujukan untuk orang-orang dengan kelahiran yang dianggap kurang baik.

"Dilihat dari ilmu psikologi, ruwatan Sapuh Leger maupun ruwatan atau bebayuhan lainnya merupakan sarana hipnoterapi," terang penekun spiritual ini.

Ia mencontohkan kelahiran seseorang sebagai anak tunggal. Jro Dalang Gede Karang menilai, anak tunggal cenderung menjadi sosok anak yang manja, sehingga perlu diruwat. Kenapa diruwat? Karena selama ruwatan, ia akan mendapatkan pembersihan secara batin dan lahiriah, serta nasihat bahwa ia harus mengubah sikap agar bisa menjalankan kehidupan yang lebih baik.

Nasihat ini akan diberikan oleh Ida Sulinggih maupun Jro Dalang kepada peserta ruwatan. Nasihat itu terkadang disampaikan secara langsung maupun melalui cerita dari lakon wayang yang dimainkan.

Selain mengubah psikologi anak, ruwatan juga diharapkan untuk mengubah psikologi orangtua maupun keluarganya. Orangtua akan merasa lebih tenang dan memiliki keyakinan bahwa anaknya nanti bisa menjalankan kehidupan dengan lebih baik setelah melakukan ruwatan.

4. Prosesi ruwatan Sapuh Leger

Makna Ruwatan Sapuh Leger di Bali, Sakral dan Penuh MaknaProsesi nusdus sebelum melukat. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Pelaksanaan ruwatan Sapuh Leger biasanya mengambil hari baik, yaitu pada saat Tumpek Wayang. Dalam kondisi ekonomi tertentu, pelaksanaan ruwatan ini dilaksanakan secara bersama-sama. Hal ini untuk meringankan biaya para peserta ruwatan. Sebab pelaksanaannya selalu menghadirkan sarana wayang yang disebut Wayang Sapuh Leger. Jro Dalang nantinya yang akan melakukan ruwatan Sapuh Leger kepada umat yang mengikuti proses ini. Jro Dalang akan membuat tirta atau air suci yang digunakan untuk meruwat atau melukat para peserta ruwatan.

Sebelum diruwat, setiap peserta terlebih dahulu akan melewati prosesi nusdus (melewati asap) yang menggunakan sarana sampah dari kuburan, persimpangan jalan, jalan raya, pasar, dan lainnya. Ini bertujuan untuk membakar kekotoran yang berasal dari tempat-tempat tersebut. Contoh sifat kekotoran adalah suka berbelanja berlebihan, jarang di rumah (suka jalan-jalan), pengaruh buruk kuburan, dan lainnya.

Setelah nusdus, para peserta melanjutkan melukat sebagai prosesi wajib dalam ruwatan Sapuh Leger. Selama melukat, peserta duduk di sebuah sarana khusus yang berisi padi dan peralatan.

Peralatannya berupa simbol peralatan yang digunakan oleh kaum laki-laki dan perempuan pada saat bertani. Peralatan ini sebagai harapan agar suatu saat nanti umat tetap melestarikan budaya dan adat istiadat maupun tradisi yang ada di Bali.

Setelah melukat, para peserta ruwatan akan menatab beberapa sarana upacara. Prosesi ruwatan diakhiri dengan persembahyangan bersama.

5. Tidak sembarang dalang wayang bisa menjadi dalang Sapuh Leger

Makna Ruwatan Sapuh Leger di Bali, Sakral dan Penuh MaknaJro Dalang Gede Karang saat menjadi dalang Wayang Sapuh Leger. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Menurut Jro Dalang Gede Karang, tidak semua dalang wayang bisa menjadi dalang Sapuh Leger. Sesuai ajaran yang ia dapatkan dari guru dalangnya, ada beberapa rangkaian prosesi upacara yang harus dilakukan untuk menjadi dalang Sapuh Leger. Rangkaian upacara itu seperti:

  • Mewinten
  • Memohon penganugerahan di kuburan, karena Sang Sudhamala hanya boleh memohon penganugerahan di kuburan
  • Memohon penganugerahan di persimpangan jalan
  • Memohon penganugerahan di pinggir danau
  • Memohon penganugerahan di puncak gunung, dan beberapa laku spiritual lainnya.

Jro Dalang Gede Karang juga mengingatkan, bahwa orang yang belum menikah atau masih teruna, tidak diperbolehkan menjadi dalang Sapuh Leger.

Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah bisa memohon atau nunas tirta dalang Wayang Sapuh Leger tanpa menghadirkan wayang tersebut ke tempat upacara? Menurut Jro Dalang Gede Karang, hal itu bisa saja, namun masih dinilai kurang lengkap.

"Seperti minum obat saat sakit. Harusnya ada tiga obat, tetapi hanya minum satu obat saja. Tentunya hasilnya kurang maksimal," terang dalang yang merupakan murid dari Kaki Dalang Jebut, dalang senior asal Desa Pengotan, Kabupaten Bangli ini.

Ari Budiadnyana Photo Community Writer Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya