Makna Ritual Basmerah di Bali, Penetral Penyakit Pancaroba

Konon, desanya akan terkena wabah kalau tidak dilaksanakan

Masyarakat Bali memiliki beragam ritual atau tradisi yang telah dilakukan secara turun-temurun. Umumnya masyarakat melaksanakan ritual ini untuk memohon keselamatan dan kerahayuan kepada Sang Pencipta atau Ida Sang Hyang Widhi dan manifestasinya. Satu di antara ritual yang akan dibahas kali ini adalah Basmerah.

Basmerah merupakan ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Adat Taman Pohmanis, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Seperti apa fakta-fakta terkait Ritual Basmerah ini? Berikut penjelasannya.

Baca Juga: Makna Ruwatan Sanan Empeg di Bali, Tradisi yang Masih Asing

Baca Juga: Sejarah Pura Gunung Payung di Lereng Bukit Bali Selatan

1. Sasih kanem dipercaya sebagai bulan yang kurang baik

Makna Ritual Basmerah di Bali, Penetral Penyakit PancarobaMasyarakat Desa Taman Pohmanis, Denpasar sedang mengikuti ritual Basmerah. (YouTube.com/Purwita Sukahet)

Masyarakat di Bali memiliki kepercayaan bahwa sasih kanem (bulan keenam dalam kalender Bali) sebagai bulan yang kurang baik. Karena pada bulan ini rawan datangnya penyakit yang bisa berpengaruh terhadap manusia dan lingkungan. Menurut Lontar Bhama Kretih, sakit atau merana bersumber dari Dewa Baruna sebagai penguasa lautan yang mengeluarkan wisya (bisa/racun). Selain itu, merana ini juga disebabkan oleh Ratu Gede Mecaling, yang berstana di Muntig Nusa Penida, menyebarkan hama penyakit dan pasukan gaibnya ke daratan Pulau Bali untuk mengganggu manusia.

Secara keilmuan, sasih kanem yang jatuh sekitar Oktober hingga akhir Desember adalah masa pancaroba atau peralihan musim kemarau ke musim hujan. Seperti diketahui, masa pancaroba mengakibatkan banyak masyarakat jatuh sakit karena perubahan kondisi cuaca ini. Beberapa penyakit yang biasanya datang pada musim pancaroba adalah flu, batuk pilek, demam, demam berdarah, dan sebagainya.

2. Upacara Nangluk Merana saat sasih kanem

Makna Ritual Basmerah di Bali, Penetral Penyakit PancarobaSarana kucit butuhan dalam ritual Basmerah. (YouTube.com/Purwita Sukahet)

Dilansir Warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Nangluk Merana berasal dari dua kata nangluk dan merana. Nangluk atau tangluk memiliki makna menundukkan atau menaklukkan. Sedangkan merana memiliki makna sebagai hama penyakit atau sesuatu yang menyebabkan terjadinya gangguan pada manusia, hewan, tumbuhan, dan keseimbangan alam atau lingkungan.

Jadi, Nangluk Merana dapat diartikan sebagai upacara atau usaha manusia secara spiritual (niskala) untuk menetralisir hama, penyakit, maupun gangguan-gangguan kekuatan gaib lainnya agar tidak merusak atau mengganggu. Seperti yang telah dijelaskan di atas, sasih kanem adalah bulan yang kurang baik. Karena itu, upacara Nangluk Merana dilaksanakan pada sasih kanem (bulan keenam).

Biasanya masyarakat memilih Hari Kajeng Kliwon atau Hari Tilem. Masing-masing desa akan menggelar upacara atau ritual Nangluk Merana untuk menjaga desa mereka agar terhindar dari dampak negatif sasih kanem. Prosesi Nangluk Merana di masing-masing desa berbeda antara satu desa dengan lainnya. Hal ini menyesuaikan dengan adat istiadat desa setempat.

3. Ritual Basmerah sebagai upacara Nangluk Merana

Makna Ritual Basmerah di Bali, Penetral Penyakit PancarobaMasyarakat Desa Taman Pohmanis, Denpasar sedang mengikuti ritual Basmerah. (YouTube.com/Purwita Sukahet)

Dikutip dari Kebudayaan.kemdikbud.go.id, ritual Basmerah adalah ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat di Desa Taman Pohmanis, Kota Denpasar. Masyarakat Desa Taman Pohmanis melaksanakan ritual ini di Hari Kajeng Kliwon sasih kanem. Ritual ini dikaitkan sebagai pelaksanaan upacara Nangluk Merana di desa tersebut. Basmerah dilaksanakan di catus pata (perempatan desa) setempat.

Basmerah berasal dari dua kata, basme dan rah. Basme dalam Bahasa Jawa Kuno berarti sejenis urap atau abu yang dioleskan pada dahi. Sedangkan dalam Bahasa Sanskerta berarti segala sesuatu yang dihancurleburkan api atau abu. Kata kedua adalah rah yang memiliki makna darah. Jika dua kata ini digabung, maka akan menjadi basmerah yang memiliki makna darah yang dioleskan pada dahi sebagai penanda.

Ritual Basmerah memiliki keunikan atau perbedaan pelaksanaan dibandingkan dengan upacara Nangluk Merana lainnya. Keunikannya adalah ritual yang dilaksanakan setiap setahun sekali ini menggunakan sarana kucit butuhan atau anak babi jantan yang lehernya akan dipotong. Prosesi ini disebut dengan istilah nyambleh. Darah dari kucit butuhan ini kemudian dioleskan pada dahi masyarakat yang hadir saat itu, sebagai tanda telah mengikuti Ritual Basmerah. Selain nyambleh, masyarakat juga menggelar mecaru atau persembahan kepada kekuatan negatif yang disimbolkan sebagai Bhuta Kala.

Masyarakat Desa Taman Pohmanis percaya bahwa Ritual Basmerah harus selalu dilaksanakan setiap tahunnya. Jika tidak, maka desa akan tidak nyaman dan aman. Sebelumnya, masyarakat Desa Taman Pohmanis pernah tidak melaksanakan ritual ini. Sehingga banyak masyarakatnya yang jatuh sakit hingga meninggal dunia.

Ritual yang telah diwariskan oleh para leluhur terdahulu memang patut tetap dilaksanakan. Selain untuk keselamatan dan kenyamanan suatu lingkungan, tradisi atau ritual ini perlu dilaksanakan agar tetap lestari.

Ari Budiadnyana Photo Community Writer Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya