Mengenal Prapen, Tempat Menempa Besi di Bali
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pande termasuk wangsa atau soroh yang ada di Bali. Pada zaman kerajaan, wangsa Pande biasanya ahli di bidang pekerjaan yang berhubungan dengan seni menempa logam. Satu tugas pentingnya adalah membuat senjata. Kalau di luar negeri, dikenal dengan sebutan black smith.
Saat melakukan pekerjaan itu, warga Pande melakukannya di sebuah bangunan khusus bernama prapen. Artikel berikut akan mengulas tentang prapen yang erat kaitannya dengan keberadaan warga Pande di Bali.
Baca Juga: Makna Tumpek Landep di Bali, Bukan Upacara Kendaraan
1. Makna dari prapen
Dikutip dari jurnal Makna Fungsi dan Struktur Pelinggih Prapen pada Trah Pande yang ditulis oleh Pande wayan Sulaksana Putra, prapen berasal dari kata api yang mendapatkan imbuhan per dan an, sehingga menjadi perapian. Dalam Bahasa Jawa Kuno disuarakan menjadi perapen. Kemudian, kata ini disuarakan secara cepat menjadi prapen.
Prapen ini adalah bangunan dalam industri pandai besi yang digunakan untuk mengolah besi atau logam menjadi senjata atau benda lainnya. Prapen ini diletakkan dalam area atau tempat yang menjadi workshop atau tempat kerjanya warga Pande di area selatan rumah. Tempat ini menjadi area suci karena terdapat pelinggih yang disebut dengan pelinggih prapen. Pelinggih prapen menjadi tempat berstananya Dewa Brahma.
Perempuan yang sedang haid atau datang bulan dilarang untuk masuk ke tempat ini. Alat-alat yang berada di dalam area prapen ini harus dijaga kesuciannya. Jika dibawa ke luar, peralatan tersebut terlebih dahulu harus disucikan kembali sebelum diletakkan di tempat prapen.
2. Fungsi dari prapen
Prapen memiliki fungsi sekala dan niskala. Secara sekala, prapen menjadi tempat warga Pande untuk melakukan aktivitas sesuai dengan keahliannya, yaitu memandai besi. Aktivitas ini secara ekonomi mampu memberikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Secara niskala, prapen menjadi tempat pemujaan Dewa Brahma sebagai kekuatan suci Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam Dewata Nawasanga (dewa penjaga arah mata angin), Dewa Brahma berada di arah selatan, yang disimbolkan dengan api dan warna merah. Oleh karena itu, prapen berhubungan erat dengan api. Secara umum, prapen maupun pelinggih prapen memiliki warna dominan merah.
Selain untuk memuja Dewa Brahma, warga percaya prapen memiliki fungsi sebagai pengobatan. Prapen dikatakan mampu menetralisir energi-energi negatif yang mengganggu umat manusia. Warga Pande percaya prapen yang ada di lingkungan rumahnya, mampu menjadi pelindung dari kekuatan negatif. Ada kepercayaan bahwa air palungan dan abu prapen bisa digunakan untuk mengobati orang yang terkena sakit nonmedis atau ilmu hitam.
3. Struktur bangunan prapen
Prapen memiliki struktur dengan konsep Tri Angga yang terdiri dari kepala, badan, dan kaki. Pada bagian kepala terdapat penutup atap atau kereb. Penutup ini biasanya menggunakan genteng agar lebih kuat dan tahan api. Selain kereb, terdapat rangka atap. Pemasangan kayu di setiap ujungnya secara tumpang tindih.
Pada bagian badan terdapat balok berdiri dan balok tidur yang sering disebut dengan sineb serta lambang. Prapen menggunakan empat tiang penopang. Struktur bangunan prapen dirancang akan bergoyang secara elastis saat terjadi gempa.
Pada bagian kaki terdapat pondasi. Pondasi ini berfungsi untuk menahan beban yang ada di bagian atap (kepala). Pondasi juga berfungsi sebaga tempat untuk beraktivitas di prapen.
Setiap prapen memiliki perapian prapen atau tungku api. Tungku api ini berfungsi untuk mengolah besi atau menempa logam lainnya, kemudian dibentuk menjadialat atau benda yang diinginkan. Perapian atau tungku ini biasanya terbuat dari batu bata. Perapian memiliki pompa manual yang berfungsi untuk mengeluarkan angin dari lubang saat menghidupkan api.
4. Warga keturunan Pande wajib memiliki prapen
Warga Pande memiliki Bhisama (perintah atau tuntunan) Pande. Bhisama ini wajib diketahui dan dilaksanakan oleh setiap warga Pande. Bhisama ini menyebutkan, bahwa setiap warga Pande seyogyanya memiliki prapen di setiap rumahnya. Hal ini agar setiap warga Pande bisa mewariskan kemampuan atau keahliannya dalam seni tempa atau keahlian memande.
Dalam perkembangannya, beberapa warga keturunan Pande sudah tidak lagi menjalankan aktivitas memande. Namun, mereka biasanya akan tetap menjaga keberadaan prapen yang ada di rumahnya. Jika harus menetap di suatu daerah (berpindah dari tempat asal), mereka akan tetap membuat prapen, namun dalam bentuk yang lebih sederhana. Hal ini menyesuaikan dengan kondisi lahan rumah yang ditempati.
Saat Tumpek Landep yang jatuh pada Sabtu, Saniscara Kliwon, Wuku Landep, warga Pande akan melakukan upacara di prapen yang mereka miliki. Selain untuk menyucikan prapen, upacara ini bertujuan untuk memohon berkah dari Dewa Brahma yang berstana di pelinggih prapen.
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.