Asal Mula Barong Landung, Perpaduan Budaya Tionghoa dan Bali

Ada kisah romansa antara raja di Bali dan putri dari China

Seni Tari Barong sudah sangat terkenal di Bali. Ada yang dipentaskan untuk hiburan, dan ada pula untuk tradisi atau keagamaan yang disakralkan.

Barong sendiri terdiri dari beragam jenis seperti barong macan, barong buntut, barong bangkal, dan sebagainya. Ada satu jenis barong yang merupakan perpaduan budaya Tionghoa dan Bali. Namanya Barong Landung berwujud manusia tinggi besar. Berikut ini sejarah Barong Landung.

Baca Juga: Legenda Barong Landung di Bali, Dipercaya untuk Penolak Bala

Baca Juga: Sejarah Tradisi Ngerebong Bali, Sudah Ada Sejak 1937

1. Makna kata Barong Landung

Asal Mula Barong Landung, Perpaduan Budaya Tionghoa dan BaliPementasan barong landung pada jaman dahulu. (Commons.wikimedia.org/Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Dikutip dari jurnal berjudul "Barong Landung: Akulturasi Budaya Bali dan Tionghoa", yang ditulis Ni Made Ayu Erna Tanu Ria Sari tahun 2020, barong berasal dari Bahasa Sanskerta 'B(h)arwang ' yang artinya beruang. Ada juga yang menyebutkan kalau barong berasal dari kata 'baruang' dan kemudian menjadi barong.

Sedangkan 'rong' memiliki arti ruang atau rongga. Sehingga barong adalah sesuatu yang berisi rongga atau ruang. Sedangkan kata 'landung' memiliki makna tinggi. Jadi Barong Landung adalah barong berwujud manusia yang tinggi. Bisa dibilang mirip dengan ondel-ondel di Jakarta.

2. Berawal dari kisah Sri Jaya Pangus yang mempersunting seorang putri dari saudagar China

Asal Mula Barong Landung, Perpaduan Budaya Tionghoa dan BaliBarong landung. (Kemenag.go.id)

Kisah mengenai Sri Jaya Pangus ini memiliki beberapa versi yang berkembang di masyarakat. Satu di antaranya versi kisah Sri Jaya Pangsung melanggar adat yang ditabukan karena mempersunting seorang putri dari China. Sri Jaya Pangus adalah raja dari Dinasti Warmadewa yang kerajaannya berpusat di sebelah utara Kintamani, Kabupaten Bangli.

Sri Jaya Pangus kala itu mempersunting seorang anak putri dari saudagar China bernama Kang Cing Wei. Niat ini mendapat penolakan dari rakyatnya, dan Mpu Siwa Gamma yang merupakan pendeta kerajaan. Namun Sri Jaya Pangus tetap dengan pendiriannya untuk mempersunting Kang Cing We.

3. Penentangan ini membuat Sri Jaya Pangus memindahkan kerajaannya ke Balingkang

Asal Mula Barong Landung, Perpaduan Budaya Tionghoa dan BaliPura Dalem Balingkang dari atas. (YouTube.com/PK Studo)

Karena Sri Jaya Pangus tidak mengindahkan petunjuk Mpu Siwa Gamma, maka membuat pendeta tersebut marah. Ia kemudian menciptakan hujan terus menerus hingga kerajaan tenggelam. Raja Sri Jaya Pangus lalu memindahkan kerajaan ke daerah yang kini dikenal dengan nama Balingkang di Kabupaten Bangli.

Balingkang terdiri dari dua kata, 'Bali' yang berarti Pulau Bali, dan 'kang' yang berarti raja.  Pemindahan kerajaan ini membuat Sri Jaya Pangus mendapat julukan sebagai Dalem Balingkang.

Raja Dalem Balingkang dan Kang Cing Wie belum dikaruniai keturunan. Sehingga raja memilih bertapa ke Gunung Batur untuk memohon keturunan kepada dewa.

4. Raja Dalem Balingkang justru jatuh cinta kepada Dewi Danu ketika bertapa di Gunung Batur

Asal Mula Barong Landung, Perpaduan Budaya Tionghoa dan BaliBarong landung. (desaabiansemal.badungkab.go.id)

Dalam perjalanan ke Gunung Batur, Raja Dalem Balingkang bertemu Dewi Danu. Raja terpikat dan menikahinya. Dari pernikahan itu lahirlah seorang anak laki-laki bernama Mayadanawa. Mayadanawa adalah sosok yang dikenal berhubungan dengan Hari Raya Galungan.

Kang Cing Wie resah karena menunggu raja yang tidak kembali pulang. Ia menyusul ke tempat sang raja bermeditasi. Namun di tempat tersebut, ia menemukan raja telah menikahi Dewi Danu.

Dari sini terjadilah pertempuran sengit antara Dewi Danu dan Kang Cing Wie. Dewi Danu marah karena Raja Dalem Balingkang mengaku dirinya masih perjaka. Kemudian dengan kekuatan gaibnya, Dewi Danu melenyapkan Raja Dalem Balingkang beserta Kang Cing Wie.

5. Rakyat Balingkang membuat patung sebagai simbol Raja Dalem Balingkang dan Kang Cing Wei

Asal Mula Barong Landung, Perpaduan Budaya Tionghoa dan BaliBarong landung. (Commons.wikimedia.org/Alain Secretan (a.k.a. ASITRAC))

Rakyat Balingkang yang mencintai raja dan permaisurinya itu mendengar kabar Dewi Danu telah melenyapkan mereka. Rakyat Balingkang lalu membuat patung yang dikenal dengan nama Stasura dan Bhati Mandul. Patung ini kemudian dipercaya sebagai asal mula keberadaan Barong Landung.

Barong Landung selalu dibuat berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Sosok laki-laki digambarkan berwajah seram dengan taring yang besar, dan berwarna hitam yang biasanya disebut dengan nama Jro Gede sebagai simbol Raja Dalem Balingkang. Sedangkan sosok perempuan digambarkan bermata sipit, berwarna putih, jidat dan pipi menonjol, kuping lebar, terkadang juga digambarkan cemberut, serta memancarkan sinar keibuan. Barong yang perempuan biasanya disebut dengan nama Jro Luh.

Dari wujud Barong Landung itu terlihat bahwa adanya perpaduan budaya Tionghoa dan Bali sejak zaman kerajaan dulu. Selain itu, perpaduan lainnya dapat dilihat dari penggunaan sarana uang kepeng (uang bolong) dan adanya paham Siwa Buddha.

Barong Landung juga sebagai lambang Rwabhineda yang dalam istilah Tionghoa atau China dikenal dengan sebutan Yin dan Yang. Barong Landung hampir ada di seluruh Bali dan disungsung atau disembah sebagai Ida Sesuhunan di daerah tersebut.

Ari Budiadnyana Photo Community Writer Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya