TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tradisi Ekstrem di Karangasem, Perang Pandan Sebagai Wujud Syukur

Tradisi ini biasanya ada di bulan Juni

Instagram.com/jahmelalibali

Kalau kamu ingin mencari sisi unik tradisi di Pulau Bali, maka desa Tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem tempatnya. Kamu akan menemukan tradisi yang sudah tersohor di dunia unik. Yakni perang pandan atau mekare-kare.

Menurut kepercayaan dalam agama Hindu, Dewa Indra atau Dewa Perang pernah menyelamatkan Tenganan dari kekejaman Raja Maya Denawa yang suka senang menindas. Karena murka, Dewa Indra lalu diutus untuk melawan Maya Denawa, yang kemudian dimenangkan oleh Dewa Indra. Sebagai wujud rasa terima kasih, warga Tenganan melaksanakan ritual mekare-kare tiap tahunnya.

Tradisi ini hanya diadakan pada sasih kelima atau bulan kelima sesuai dengan penanggalan masyarakat Hindu Bali. Atau jatuh sekitar bulan Juni menurut penanggalan Masehi.

Ketika waktunya tiba, seluruh warga akan berkumpul di bale banjar (Semacam alun-alun desa). Para pria yang bertanding akan mengenakan kamben dan udeng (Destar atau ikat kepala) tanpa memakai baju. Sementara para perempuan menggunakan pakaian khas setempat.

1. Disediakan senjata pandan dan tameng yang terbuat dari rotan

Instagram/Reksawirata

Daun pandan berduri (pandanus tectorius) dipotong-potong dengan ukuran yang sama lalu diikat, digunakan sebagai senjata saat laga berlangsung. Mereka juga mempersiapkan tameng yang terbuat dari rotan sebagai pelindung.

Dua orang yang akan bertarung masing-masing memegang senjata pandan dan tameng, saat aba-aba dimulai, keduanya lalu bergumul dan berusaha menggesekkan pandan ke tubuh lawan. Pertarungan ini terjadi dalam tempo singkat, tidak lebih dari dua menit. Pertandingan berlangsung dengan iringan gamelan tradisional untuk menambah keseruan.

Meskipun terluka dan perih, para pemuda ini melakukan perang pandan dengan senang hati.

Baca Juga: Menguak Sejarah: Ketika 96 Orang Bali Melawan Ratusan Pasukan Belanda

2. Siapa saja yang boleh berlaga dalam perang pandan ini?

Instagram/John_bontak

Semua warga Tenganan diwajibkan ikut dalam tradisi ini lho. Simak saja pengakuan Putu Wawan, yang bertutur kepada NTD Indonesian. Putu Wawan, yang ikut berpartisipasi dalam perang tanding ini, mengungkapkan jika dia melakukan hal itu untuk ngayah atau sebagai bentuk pelayanan kepada Dewa. Ia menambahkan, luka akibat goresan duri pandan bisa sembuh dalam waktu kurang dari seminggu.

Apakah orang luar desa bisa ikut? Wisatawan atau warga luar dibolehkan ikut kok. Salvatore, pelancong bule yang juga turut ambil bagian dalam perang pandan ini mengaku ikut perang pandan karena merasa penasaran. Duri-duri pandan yang menembus kulitnya diakuinya terasa perih. Namun hal itu tidak dapat mengalahkan rasa senangnya setelah melakukan aktivitas yang menantang.

3. Tidak ada dendam dan benci, hanya persaudaraan yang semakin kokoh saat perang pandan usai

Instagram/Yoniuskono

Ketut Sudiastika, tokoh desa setempat, menyatakan ritual ini memiliki dua tujuan. Pertama, untuk menghormati Dewa Indra. Kedua, untuk mempererat persahabatan antara warga.

Tidak ada benci dan dendam setelahnya. Usai perang pandan berlangsung, mereka lalu megibung (Makan bersama dari satu tempat atau wadah). Biasanya nasi dan lauk pauk dihidangkan di atas daun pisang yang lebar, lalu mereka memakannya bersama-sama.

Luka-luka akibat goresan pandan diobati menggunakan ramuan tradisonal. Berbahan kunyit, cuka dan bahan-bahan alami lainnya, ramuan yang telah dihaluskan ini lalu dilumurkan ke bagian-bagian kulit tubuh yang terluka.

Baca Juga: Tradisi Unik di Karangasem, 5 Adab Megibung yang Tak Boleh Dilanggar

Artikel ini pertama kali ditulis oleh Putu Heri di IDN Times Community dengan judul Perang Pandan, Perang Tak Biasa yang Hanya Ada di Bali

Berita Terkini Lainnya